Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alvin Destian Ronaldi

Pergi pagi pulang malam dapatnya getah yang tidak seberapa harganya

Bisnis | Saturday, 25 Dec 2021, 00:21 WIB

Karet adalah tanaman dengan nama ilmiah Hevea brasiliensis yang dimanfaatkan getahnya untuk dipakai sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam barang seperti ban motor, ban mobil, aspal dan sebagainya. Perkebunan karet di Indonesia menurut pengusahaannya dibedakan menjadi Perkebunan Besar (PB) dan Perkebunan Rakyat (PR). Perkebunan Besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Pertumbuhan karet di Indonesia sendiri cukup besar, menurut data badan pusat statistik (BPS) tahun 2019 yang lalu menyebutkan bahwa antara tahun 2017 hingga 2019 luas perkebunan karet cukup meningkat baik itu Perkebunan Besar Negara (PBN), Perkebunan Besar Swasta (PBS), maupun Perkebunan Rakyat (PR).

Pada tahun 2017, Luas areal PBN karet Indonesia tercatat 233,09 ribu hektar, meningkat 18,67 persen menjadi 189,58 ribu hektar pada tahun 2018. Tahun 2019, luas areal menjadi 165,47 ribu hektar atau mengalami penurunan sebesar 12,72 persen.

Sedangkan luas areal PBS karet Indonesia pada tahun 2017 tercatat 322,73 ribu hektar, meningkat 23,76 persen menjadi 246,05 ribu hektar pada tahun 2018. Pada tahun 2019 luas areal menjadi 241,49 ribu hektar atau terjadi penurunan sebesar 1,85 persen.

Kemudian data luas areal PR karet di Indonesia merupakan data yang diperoleh dari Dirjen Perkebunan, Kementerian Pertanian. Data tahun 2019 merupakan data sementara. Dilihat dari perkembangan selama tiga tahun luas areal PR cenderung meningkat. Pada tahun 2017 luas yang diusahakan oleh PR seluas 3 103,27 ribu hektar, meningkat 4,27 persen atau menjadi 3 235,76 ribu hektar pada tahun 2018 dan tahun 2019 diperkirakan meningkat kembali sekitar 0,32 persen menjadi seluas 3 246,13 ribu hektar.

Luas areal PR terluas di Indonesia adalah provinsi Sumatera Selatan yaitu 809,44 ribu hektar (25,01 %) pada tahun 2018dari total luas areal karet PR di Indonesia dan pada tahun 2019 diperkirakan sebesar 812,42 ribu hektar (25,03 %) dari luas areal PR karet nasional.

Dari data tersebut menyebutkan bahwa provinsi Sumatera Selatan adalah provinsi dengan jumlah perkebunan rakyat terbesar, dan itu artinya produksi karet yang dihasilkan juga cukup tinggi. Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan 982 ribu ton atau sekitar 27% dari total produksi karet nasional. Di urutan kedua, Sumatera Utara dengan produksi 461 ribu ton atau sekitar 12,7% dari total dan ketiga, Riau dengan produksi 369 ribu ton atau sekitar 9,5% dari total.

Dengan produksi karet yang begitu tinggi disalah satu provinsi tersebut apakah berdampak pada kesehteraan petani karetnya? Dapat dikatakan harga karet sekarang sudah mulai naik dari tahun sebelumnya. Dari sekitar harga Rp.4.000/Kg kini menjadi kisaran harga Rp.7.000- 12.000/Kg. Yang menjadi pertanyaan apakah semua petani merasakan gembira atas kenaikkan harga tersebut? Jawabannya tidak, dari beberapa artikel yang saya baca banyak petani yang mengalih fungsikan lahannya ke tanaman lain seperti sayuran. Mereka menebang pohon karet lalu digantikan dengan sayur karena omset pendapatan mereka menurun dikarenakan harga karet yang menurun, kemudian melihat sayuran lebih berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih besar maka diubahlah menjadi lahan tanaman sayuran.

Kemudian dibalik harga yang mulai membaik, ada tantangan yang harus dihadapi para petani karet yaitu pada saat musim kemarau dan ada penyakit yang menyerang pohon karet. Pada saat kemarau getah yang dihasilkan pohon akan berkurang sama seperti penyakit yang menyerang pohon karet juga menyebabkan daun jatuh dan produksi getah yang dihasilkan pohon karet berkurang, dan petani mau tidak mau akan membeli obat yang dapat mengatasi penyakit tersebut supaya pohon karet tersebut dapat menghasilkan getah yang banyak seperti sebelumnya. Dengan membeli obat tersebut menyebabkan pengeluaran petani bertambah dan menyebabkan keuntungan yang diperoleh petani semakin sedikit. Belum lagi akses dari perkebunan menuju tempat tauke karet itu membutuhkan kendaraan atau para petani menyewa ojek karet untuk membawanya, lagi dan lagi pengeluaran bertambah.

Kemudian mau diapakan karet tersebut? Di Sumsel sendiri pengolahan karet masih sebatas membuatnya sebagai bahan aspal, dan alat yang digunakan untuk produksi baru ada di kabupaten Musi Banyuasin. Kabupaten yang juga sebagai penghasil karet mengapa belum ada alat untuk memproduksi karet menjadi barang jadi. Bayangkan saja jika banyak alat seperti ini, mungkin pendapatan negara dan pendapatan masyarakat akan bertambah. Dan tingkat kesejahteraan petani karet akan lebih meningkat. Mari membayangkannya saja terlebih dahulu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image