Mengenal Istilah 'Helicopter Parenting' dalam Drama Korea The Good Bad Mother
Parenting | 2023-05-29 20:34:38The Good Bad Mother adalah drama korea terbaru yang dibintangi oleh aktor Lee Do Hyun dan Ra Mi Ran. Drama ini tayang di saluran TV lokal Korea Selatan, JTBC, dan dapat disaksikan secara legal melalui platform streaming online Netflix. The Good Bad Mother disutradarai oleh Sim Na Yeon, yang juga merupakan sutradara dari beberapa drama populer lainnya seperti Beyond Evil, At Eighteen, hingga School of HipHop.
Drama ini berhasil menyuguhkan tontonan yang dapat menguras air mata orang yang menontonnya. Pasalnya drama yang mengangkat tema tentang keluarga ini, berkisah tentang tentang seorang ibu tunggal yang yang berjuang sendiri untuk membesarkan anak semata wayangnya. Namun karena pola asuh yang salah pada akhirnya berdampak pada kepribadian anaknya ketika ia dewasa.
Drama korea The Good Bad Mother sangat cocok untuk ditonton bagi para orang tua yang ingin belajar tentang pola asuh pada anak. Selain karena alur ceritanya yang menarik, drama ini berisi banyak sekali pembelajaran mengenai bagaimana cara mendidik anak dengan baik agar nantinya anak dapat tumbuh menjadi orang yang baik juga.
Sinopsis The Good Bad Mother
Drama ini mengisahkan tentang Jin Young Soon (Ra Mi Ran) yang merupakan seorang ibu tunggal yang bekerja sebagai pemilik peternakan babi. Suaminya yang tewas terbunuh pada saat ia mengandung, membuat Young Soon membesarkan dan mengasuh putranya, Choi Kang Ho (Lee Do Hyun), itu seorang diri.
Demi memenuhi harapannya agar anak semata wayangnya itu tumbuh menjadi orang yang lebih baik dari dirinya, Young Soon mendidik Kang Ho dengan sangat keras dan disiplin. Ia dipaksa untuk terus-terusan belajar, tidak boleh bermain dengan teman-temannya, tidak diizinkan untuk pergi study tour, bahkan Young Soon sangat memperhatikan asupan makanan Kang Ho dan melarangnya untuk makan terlalu banyak agar ia tidak mengantuk ketika belajar.
Ketika telah beranjak dewasa, Kang Ho yang sudah muak dengan perlakuan ibunya memilih untuk meninggalkan rumah dan mengejar kariernya menjadi jaksa seorang diri. Pada akhirnya, Kang Ho berhasil menjadi jaksa yang sangat sukses dan disegani oleh orang lain. Namun karena didikan yang keras dari ibunya di masa lalu, Kang Ho tumbuh menjadi orang yang sangat dingin. Ia bahkan menolak ibunya, ketika ibunya datang ke rumahnya untuk mengantarkan makanan.
Hingga pada suatu hari, Kang Ho mengalami kecelakaan tak terduga yang berakibat ia hilang ingatan dan membuat ia kembali bertingkah dan berperilaku layaknya seorang anak kecil berusia 7 tahun.
Apa Itu "Helicopter Parenting"?
Istilah helicopter parenting pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Haim G. Ginott, seorang psikolog anak, dalam bukunya yang berjudul “Between Parent & Teenager” pada tahun 1969. Helicopter parenting sendiri merupakan pola asuh orang tua yang sangat protektif terhadap segala kegiatan anak. Orang tua yang menggunakan jenis parenting ini biasanya cenderung mengontrol penuh dan ikut campur pada setiap permasalahan anak.
Memang keterlibatan orang tua dalam mengasuh anak memang sangat penting. Namun, keterlibatan tersebut tentunya memiliki batas. Terlebih lagi seiring dengan bertambahnya usia anak, anak harus diberi kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri.
Pada umumnya, orang tua yang menerapkan pola asuh ini didasari karena kekhawatiran terhadap sang anak. Orang tua biasanya ingin melindungi dan memastikan anaknya terhindar dari bahaya maupun ancaman. Namun dalam beberapa situasi, terkadang hal tersebut bisa menjadi terlalu berlebihan dan justru malah membuat anak kehilangan ruang privasi.
Adapun beberapa contoh penerapan helicopter parenting adalah sebagai berikut.
- Memilihkan lingkaran pertemanan untuk anak
- Tidak membiarkan anak untuk mengambil keputusan sendiri
- Mendominasi atau bahkan mengerjakan tugas sekolah anak
- Terlalu ikut campur dengan masalah anak
- Posesif
- Mendominasi hingga memutuskan setiap pilihan hidup untuk anak
- Cemas berlebih saat anak terjatuh atau terluka
- Mengerjakan tugas pribadi anak
Dampak Buruk Helicopter Parenting
Selain menyebabkan sang anak kehilangan privasinya, helicopter parenting memiliki dampak buruk lainnya. Anak yang mendapat pola asuh helikopter cenderung kurang bisa mengembangkan dirinya. Hal ini dikarenakan, tak dan ototnya kurang terlatih karena selalu ada intervensi orang tua dalam proses tumbuh kembangnya. Beberapa dampak buruk yang ditimbulkan dari helicopter parenting adalah sebagai berikut.
- Anak menjadi kurang percaya diri
Anak yang dibesarkan dengan pola asuh helikopter biasanya cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah. Anak tidak terbiasa untuk mengambil keputusan sendiri dikarenakan selalu diatur oleh orang tua dan sang anak tidak diberi kebebasan untuk membuat keputusannya sendiri.
- Terlalu bergantung pada orang tua
Helicopter parenting dapat menghambat proses tumbuh kembang sang anak. Hal ini dikarenakan sang anak terbiasa untuk mendapatkan perlindungan dari orang tua, sehingga anak menjadi terlalu bergantung pada orang tua dan tidak dapat hidup secara mendiri.
- Anak menjadi mudah stress dan depresi
Pola asuh orang tua yang terlalu posesif dan mengatur segala kegiatan sang anak membuat ruang gerak anak menjadi sangat terbatas dan cenderung terkekang. Hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental dan dapat menyebabkan stress bahkan depresi pada anak.
- Anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang agresif
Pola asuh yang terlalu mengontrol anak juga dapat meyebabkan anak menjadi kurang peka terhadap sekitar. Hal ini berakibat anak menjadi mudah tersinggung dan tidak sabat ketika sedang bermain dengan teman-temannya.
Selain beberapa dampak yang telah disebutkan di atas, helicopter parenting juga dapat menyebab dampak buruk lainnya seperti anak menjadi kurang bisa bersikap sosial, kurang memiliki empati, rawan terkena masalah emosional, dan lebih mudah merasa frustasi.
Oleh karena itu, sebagai orang tua harus pintar-pintar memilih pola asuh bagaimana yang baik untuk diterapkan pada anak. Agar nantinya anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik dan tentunya dapat membanggakan orang tua.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.