Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhamad Ihsan Rafiansyah

Perbedaan dan Persamaan antara Zakat dan Pajak, serta Implementasi Qanun Aceh tentang Zakat

Agama | Monday, 29 May 2023, 05:00 WIB


Zakat dan pajak adalah dua hal yang sering kali menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan masyarakat. Kedua hal tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam konteks keuangan.

Zakat sendiri merupakan kewajiban bagi umat Muslim untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada orang-orang yang membutuhkan, sementara pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh warga negara untuk memberikan kontribusi keuangan kepada negara.

Pada artikel ini, kita akan membahas tentang Zakat dan Pajak, serta bagaimana Qanun Aceh mengatur tentang zakat.

Zakat dan Pajak: Perbedaan dan Persamaan

Pertama-tama, mari kita bahas tentang perbedaan dan persamaan antara zakat dan pajak. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, zakat adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat Muslim untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada orang-orang yang membutuhkan.

Sementara itu, pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh warga negara untuk memberikan kontribusi keuangan kepada negara. Pajak digunakan oleh negara untuk membiayai berbagai program dan kegiatan yang dijalankan oleh pemerintah, seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Meskipun memiliki perbedaan dalam hal tujuan dan penerima manfaat, namun kedua hal tersebut memiliki persamaan dalam hal pengumpulan dana. Baik zakat maupun pajak dikumpulkan dan dikelola oleh pihak-pihak tertentu, dan dana yang terkumpul tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Qanun Aceh tentang Zakat

Di Indonesia, zakat diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Namun, di Provinsi Aceh, zakat diatur oleh Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Zakat.

Qanun Aceh tentang Zakat ini memiliki beberapa perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa Qanun Aceh memberikan wewenang kepada Pemerintah Provinsi Aceh untuk mengelola zakat, sedangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 memberikan wewenang kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan lembaga-lembaga zakat yang terdaftar.

Selain itu, Qanun Aceh juga mengatur tentang kriteria penerima zakat yang lebih rinci dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011. Misalnya, Qanun Aceh mengatur bahwa penerima zakat harus merupakan penduduk asli Aceh dan tidak memiliki penghasilan tetap, sementara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tidak mengatur tentang kriteria penerima zakat secara rinci.

Qanun Aceh juga mengatur tentang zakat fitrah yang harus dibayar oleh umat Muslim di Provinsi Aceh selama bulan Ramadan. Zakat fitrah ini merupakan zakat yang harus dibayarkan oleh setiap orang yang telah mencapai masa pubertas, baik itu dalam bentuk uang atau bahan makanan pokok seperti beras atau gandum.

Selain itu, Qanun Aceh juga mengatur tentang pengumpulan zakat yang dilakukan melalui zakat infaq shadaqah (ZIS) atau zakat yang disalurkan melalui lembaga-lembaga zakat yang terdaftar. Pihak yang berwenang untuk mengelola ZIS adalah Baitul Mal Aceh yang ditunjuk oleh Pemerintah Provinsi Aceh.

Pengumpulan zakat oleh Baitul Mal Aceh ini dilakukan melalui berbagai macam cara, seperti melalui transfer bank, pos, atau langsung ke kantor Baitul Mal Aceh. Selain itu, Baitul Mal Aceh juga mengeluarkan surat keterangan pengumpulan zakat (SKPZ) yang digunakan sebagai bukti pembayaran zakat.

Menyiapkan Institusi Zakat

Bagi masyarakat yang ingin membentuk lembaga zakat, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, termasuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang. Berikut adalah beberapa langkah dalam mempersiapkan lembaga zakat:

 

  1. Menentukan bentuk lembaga zakat yang akan dibentuk, apakah berupa yayasan, badan hukum, atau lembaga zakat lainnya.
  2. Membuat akta pendirian lembaga zakat yang dituangkan dalam bentuk notaris dan didaftarkan ke pihak berwenang.
  3. Membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga lembaga zakat yang berisi tentang visi, misi, tujuan, struktur organisasi, dan mekanisme kerja lembaga zakat.
  4. Mendaftarkan lembaga zakat ke pihak berwenang, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau instansi zakat lainnya.
  5. Menyiapkan sistem pengelolaan zakat yang baik dan benar, termasuk pengumpulan, pengelolaan, dan distribusi zakat kepada penerima yang memenuhi syarat.
  6. Menyiapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang transparan dan akurat, termasuk pembuatan laporan keuangan dan audit tahunan.
  7. Memiliki tenaga ahli dan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional dalam bidang zakat dan keuangan.

Kesimpulan

Zakat dan pajak merupakan dua hal yang memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Zakat adalah kewajiban bagi umat Muslim untuk memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada orang-orang yang membutuhkan, sementara pajak adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh warga negara untuk memberikan kontribusi keuangan kepada negara.

Di Indonesia, zakat diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, sedangkan di Provinsi Aceh, zakat diatur oleh Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Zakat. Bagi masyarakat yang ingin membentuk lembaga zakat, terdapat

 

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
  • Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Zakat
  • https://www.bappenas.go.id/files/9515/5867/3086/Zakat_dan_Pajak_Menjawab_Tantangan_Kebijakan_Pembangunan.pdf
  • https://www.liputan6.com/bisnis/read/3996459/pentingnya-kompetensi-manajemen-keuangan-dalam-pengelolaan-zakat
  • https://www.academia.edu/38071613/Kontribusi_Zakat_dan_Pajak_dalam_Pembangunan_Nasional_dalam_Konteks_Ekonomi_Syariah_di_Indonesia
  • https://www.bps.go.id/publication/2018/11/27/ff05a5b1e727d6f9c99b8d09/zakat-infaq-sedekah-dan-waqaf-di-indonesia-2017.htmlBottom of Form

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image