Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hasan Albana

Jer Basuki Mawa Bea

Pendidikan dan Literasi | Sunday, 28 May 2023, 07:06 WIB

JER BASUKI MAWA BEA

Suatu ketika seorang sahabat datang ke kota Malang dengan membawa serta seluruh anggota keluarganya termasuk Lana (6 tahun). Mereka terlahir dan besar di Inggris. Suatu ketika hendak membeli salak dan sang ayah mengajari bagaimana cara mengupas salak. Setelah memakannya, si Lana masih tampak memegang erat kulit salak dan setelah berjalan cukup lama tidak juga menemukan tong sampah. Akhirnya si anak bertanya kepada ibunya where should I throw these away, mommy?. Dimana saya harus membuang ini ?.

Pertayaan tersebut mempunyai makna yang dalam bagi konsep kedisiplinan masa kini, karena dalam benak anak kecil yang besar di inggris tersebut, telah tertanam pengertian apa itu disiplin. Yang menarik adalah proses bagaimana anak 6 tahun tersebut tahu bahwa kulit salak tidak boleh dibuang sembarangan.

Lana si anak kecil, yang lahir di masyarakat Inggris tidak pernah bicara masalah disiplin akan tetapi mempraktekkan disiplin. Kedisiplinan orang seperti Lana tidak muncul karena dipaksakan akan tetapi, 1) dibenihkan sejak kecil 2) diberikan sarana untuk mengembangkannya, semisal mereka hidup dalam keluarga-keluarga dimana tersedia tempat sampah dan ruang keluarga, dapur, kamar tidur, kamar mandi, di Sekolah dasar (SD) mereka, dan di jalan-jalan raya tersedia tong sampah dimana-mana.

Ketika piknik di pantai, tidak hanya banyak tong sampah saja tetapi juga kamar ganti yang bersih, dengan sarana seperti itu tidak mungkin orang untuk tidak disiplin membuang sampah di tong sampah. Mereka juga tidak perlu bersembunyi di balik pohon untuk kencing sembarangan.

Dalam menanamkan kedisiplinan di Indonesia masih menekankan hal-hal simbolik, yang seremonial, dan yang akan kelihatan monumental. Kita mengumpulkan masyarakat ke depan balaikota yang semuanya diberi kaos bertuliskan ‘cinta disiplin’, tapi kita tidak yakin apakah orang itu sendiri sudah disiplin. Kita juga menuntut orang lain disiplin tapi tidak memberikan sarananya.

Masyarakat Jepang yang terkenal disiplin, tidak memerlukan tulisan-tulisan larangan atau ajakan untuk disiplin. Di tengah kota hanya ditemukan tulisan ‘dilarang membuang sampah’. Dan anehnya tulisan tersebut hanya satu bahasa, yaitu ‘bahasa Indonesia’. mengapa bahasa Indonesia?. tidak lain dan tidak bukan bahwa orang Jepang mengenal kita sebagai orang yang tidak mampu berdisiplin membuang sampah, sehingga yang diingatkan di Negara sebesar Jepang hanya orang Indonesia dengan bahasa Indonesia dan bukan Inggris.

Masyarakat Jepang mendidik orang untuk disiplin dengan cara sederhana, tetapi praktis, pragmatis, dan mentalitas. Jalan-jalan di sekitar stasiun sebuah kota tidak akan pesing bila disediakan WC yang banyak. Disiplin itu lebih merupakan sikap mental dari pada yang lain-lain. Namun sikap mental ini juga tidak akan tumbuh tanpa adanya sarana.

Mengapa rujukannya Jepang, Singapura, bahkan Malaysia? Karena mereka telah membuat peraturan dan melaksanakannya sendiri. Ketika di Singapura ada larangan membawa masuk permen karet ke Negara tersebut, larangan memetik bunga sembarang, larangan meludah, dan lain sebagainya, maka semua warga maupun wisatawan akan mematuhi hal tersebut.

Hal yang paling penting dalam mendidik sebuah kedisiplinan adalah dimulai dari hal yang kecil. Menyediakan sarana-sarana serta sikap mental adalah prasayarat bagi sebuah kedisiplinan dapat terlaksana. Disiplin memang sangat mahal, masyarakat jawa mengatakan ‘jer basuki mawa bea’, tidak ada karya tanpa biaya, masyarakat disiplin adalah mahakarya yang perlu biaya besar dan pengorbanan yang besar pula.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image