Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Bima Adyatma

Penanganan Kasus Penipuan dan Pemenuhan Rasa Keadilan Bagi Korban

Politik | Friday, 26 May 2023, 13:00 WIB

Secara alami manusia mempunyai sifat yang tergesa gesa, tidak sabaran, dan menginginkan hasil instant. Sifat itulah yang seringkali membuat banyak orang terjerumus dalam penawaran yang tidak masuk akal. Seperti ; Obat menurunkan berat badan secara instant, peninggi badan instan, investasi instant dengan hasil yang diluar perhitungan ekonomi.

Untuk masalah investasi instant dengan hasil imbal yang besar masih mendominasi dalam tindakan penipuan di Indonesia. Terbaru dan yang marak adalah kasus Binomo, dan robot trading. Binomo menggunakan endorse dengan menampilkan sosok anak muda yang hidup mewah, bergelimang fasilitas, antara lain : Mobil mewah, rumah mewah, belanja ke luar negeri. Penggunaan figure sebagai endorse seperti Indra Kenz, dengan Binomonya dan Doni Salaman dengan Qupotex. Sosok figure ini menampilkan kehidupan keseharian yang mewah dan di publikasikan secara massal di Media Sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, Tik tok, YouTube, dll. Mereka bergaya hidup mewah dan melakukan Flexing atau Pamer Kekayaan, seolah dengan menggunakan aplikasi seperti yang dia pakai hidup menjadi begitu mudah, investasi cepat kemabali dan berkembang secara instant.

Setelah menelan banyak korban hingga ratusan Milliar, kasus Binomo, Quotex mencuat. Meskipun bisa dikatakan sangat terlambat respon pemerintah karena sudah banyak korban dengan kerugian material yang banyak baru kasusnya ditangani. Fenomena penipuan yang lambat ditangani juga terjadi pada dunia pasar berjangka, dengan adanya robot trading, seperti Sunton, Mark AI, Fahrenheit, DNA Pro, Net 89, dan lain lain. Jenis penipuan ini adalah dengan iming iming pengembalian investasi lebih dari 30 persen dalam satu bulan, dan tanpa kerja, tanpa keahlian apapun bagi para investornya. Robot trading setelah memakan korban banyak orang dengan kerugian hingga Trilliunan rupiah menjadi sangat terlambat penanganannya. Penghentian kegiatan Robot Trading baru dilakukan pada Februari tahun 2022, padahal sejak tahun 2017 permasalahan ini sudah ada.

Penipuan Robot trading ini berkedok penjualan berjenjang, atau multi level marketing atau member get member, dimana jika seorang ingin bergabung dan mendapatkan penghasilan tambahan, maka dia bisa mengajak orang lain dan akan mendapatkan komisi dari hasil rekrutannya tersebut. Robot trading memakan korban dari kalangan masyarakat dengan level pendidikan rendah sampai tinggi, dari yang memiliki kemampuan ekonomi bagus sampai yang ekonomi rendah.

Terbaru adalah, pemerintah melalui Bapepbti atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi Indonesia di desak oleh Komisi VI untuk segera membuat Undang – Undang yang mengatur tentang Robot Trading ini, karena Robot Trading tidak semuanya melakukan penipuan, tetapi ada yang memang benar melakukan perdagangan berjangka. Setelah terbitnya aturan tentang Robot Trading, maka untuk fenomena penggunaanya sudah mempunyai paying hukum yang jelas, karena sebelum ada Undang – Undang yang mengatur, statusnya dalam wilayah abu – abu sehingga banyak dimanfaatkan oleh oknum yanbg tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan.

Korban Penipuan membutuhkan keadilan dihadapan hukum, tapi pada kenyataannya, pelaku penipuan berani menyuap petugas agar kasusnya menjadi mengambang, tanpa penanganan dan kejelasan, sehingga bisa melenggang santai tanpa terkena jerat hukum. Salah satu yang membela kepentingan korban penipuan yaitu, Pengacara yang bernama Alvin Lim, beliau gencar dan getol sekali menyuarakan keadilan untuk korban penipuan, banyak kasus penipuan yang di tangani, bahkan salah satu kliennya sampai bunuh diri akibat tidak ada kejelasan hukuman bagi pelaku penipuan.

Jika kita mengetik kata “Alvin Lim” di google, maka akan banyak kita temukan, upaya upaya dia dalam membela, dan membantu korban penipuan. Alvin Lim juga dengan terang – terangan menyebut nama Kapolri, dan Presiden untuk membentuk tim khusus independen guna mengusut maraknya kasus penipuan tersebut. Menurut Alvin Lim, penanganan kasus penipuan yang berhenti karena adanya upaya suap yang massif terhadap aparat penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan dan kehakiman, sehungga kasus penipuan menjadi hilang begitu saja.

Salah satu contoh paling baru adalah, kasus kematian Brigadir J atau bernama Joshua Hutabarat, Brigadir J dibunuh oleh atasaannya sendiri. Belakangan terkuak bahwa atasan Brigadir J, yaitu Ferdi Sambo yang juga menjabat sebagai Kadiv Propam memberikan perlindungan hukum pada pelaku kegiatan Judi Online. Sungguh miris, bagaimana tidak Ferdi Sambo adalah sosok utama dalam penegakan disiplin polisi, dia malah terlibat dalam kegiatan pidana Judi online, yang telah merugikan banyak orang. Upaya pengungkapan kasus kematian Brigadir J menjadi perhatian masyarakat luas, dan Prediden mengintruksikan agar diselesaikan secara transparan, tepat, dan cepat. Himbauan presiden Jokowi tidak serta merta dilaksanakan oleh Kapolri, bahkan Kapolri terkesan takut untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Keterlibatan aparat penegak hukum dalam kasus penipuan memang tidak secara langsung, melainkan memanfaatkan wewenang dan jabatannya untuk melindungi para pelaku penipuan. Sungguh itu adalah tindakan yang sangat mencederai rasa keadilan bagi korban. Banyak oknum di kepolisian yang tersangkut dengan kasus Pembunuhan Brigadir J, yang ternyata merembet sampai ke masalah Judi Online yang dilindungi oleh oknum bernama Ferdi Sambo. Di ungkap oleh media independent bahwa telah ditemukan uang kasih kejahatan Judi Online yang dikelola oleh Ferdi Sambo, tetapi untuk Judi Online permasalahan tersebut tidak dianggap sama sekali. Hal tersebut menjadi pertanyaan besar akan keseriusan Polisi memperbaiki citra institusinya.

Jika penegak hukum mempu bertindak adil dan sesuai ketetapan hukum positif di Indonesia, tentunya korban penipuan akan mendapatkan rasa keadilan. Ibarat pepatah, Jauh Panggang dari Api, yang memiliki makna tidak seperti yang diharapkan dan sangat merugikan para korban. Adapun pasal yang bisa dikenakan untuk kasus penipuan antara lain :

KUH Pidana

Penipuan dalam konteks Hukum Pidana terdapat dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3, 4 dan 5 dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image