Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dyo Wiratama-Mahasiswa Universitas Airlangga

Mengeluarkan Suara yang Terpendam: Pentingnya Kebebasan Berbicara dalam Masyarakat

Politik | Friday, 26 May 2023, 00:00 WIB

Sebagai negara demokrasi, di mana kekuasaan tertinggi berada pada tangan rakyat, kebebasan dalam segala perilaku dan kegiatan terkait menjadi hak seluruh masyarakat, selama tidak merenggut atau merugikan hak individu lainnya. Ini termasuk hak untuk bersuara dengan aman dan mendapatkan fasilitas pendidikan dan keagamaan. Organisasi internasional, seperti United Nations Universal Declaration of Human Rights: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, juga mengakui kebebasan berbicara sebagai hak asasi yang melekat pada setiap individu. Pasal 19 dalam deklarasi tersebut menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas, baik secara lisan maupun tulisan, tanpa adanya hambatan atau represi.

Kebebasan berbicara memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, mempromosikan pertukaran ide, dan memfasilitasi perubahan positif dalam kehidupan masyarakat. Dengan memiliki kebebasan berbicara yang dijamin, individu memiliki hak untuk mengemukakan pendapat, mengkritik pemerintah, menyampaikan informasi, dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.

Kebebasan berbicara juga memungkinkan masyarakat untuk mengeluarkan suara yang terpendam dan mengungkapkan keprihatinan mereka secara terbuka. Hal ini memungkinkan para aktivis, advokat, dan warga biasa untuk melawan ketidakadilan, ketimpangan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Ketika suara-suara yang terpendam didengar, kesadaran akan isu-isu yang relevan meningkat, dan kesempatan untuk mengatasi masalah-masalah sosial menjadi lebih mungkin. Sejarah telah membuktikan bahwa banyak perubahan positif terjadi sebagai hasil dari kebebasan berbicara. Misalnya, gerakan hak sipil di Amerika Serikat pada abad ke-20, di mana para aktivis seperti Martin Luther King Jr. menggunakan kebebasan berbicara untuk menyuarakan ketidakadilan rasial dan memperjuangkan persamaan hak. Melalui pidato-pidato inspirasional dan kampanye mereka, mereka berhasil menggerakkan perubahan sosial yang signifikan.

Thomas Emerson, seorang ahli dalam bidang kebebasan berbicara, mengatakan bahwa kebebasan berbicara adalah hal yang penting untuk mendorong perdebatan terbuka dalam masyarakat, di mana gagasan-gagasan yang baik dapat naik ke permukaan dan gagasan-gagasan yang buruk dapat mudah ditolak. Oleh karena itu, kebebasan berbicara menjadi peran utama dalam membentuk diskusi yang sehat dan perdebatan yang konstruktif. Ketika ide-ide yang berbeda dikemukakan, masyarakat memiliki kesempatan untuk mempertimbangkan sudut pandang yang beragam, mengevaluasi argumen yang disampaikan, dan mencapai solusi yang lebih baik.

Namun, dengan kebebasan berbicara juga datang tanggung jawab. Penting untuk menggunakan kebebasan berbicara dengan bijaksana, mempertimbangkan implikasi dari apa yang kita sampaikan, dan menghormati hak-hak dan martabat orang lain. Kritik konstruktif, dialog yang terbuka, dan penggunaan informasi yang akurat menjadi kunci dalam menjaga kebebasan berbicara tetap bermanfaat dan menjauhkan dari potensi penyebaran kebencian, kekerasan, atau penyebaran informasi yang salah.

Dalam rangka membangun masyarakat yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan, penting untuk mendorong dan melindungi kebebasan berbicara. Kehadiran kebebasan berbicara yang kuat dalam masyarakat memberikan ruang bagi individu dan kelompok untuk mengemukakan masalah, memperjuangkan hak-hak mereka, dan berkontribusi pada perubahan yang positif. Dengan mengeluarkan suara yang terpendam, masyarakat dapat bersama-sama membangun dunia yang lebih adil, berwawasan luas, dan berdaya saing.

Namun, di Indonesia, perkembangan kebebasan berbicara tidaklah tanpa tantangan. Sebelum era reformasi, Indonesia mengalami pembatasan yang signifikan terhadap kebebasan berbicara. Rezim otoriter pada saat itu membatasi kebebasan media, menerapkan sensor, dan menindak keras terhadap pengkritik pemerintah. Meskipun setelah reformasi pada tahun 1998, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam hal kebebasan berbicara, tantangan masih ada. Kasus-kasus intimidasi, kekerasan, atau tuntutan hukum yang dianggap melanggar kebebasan berbicara masih terjadi. Adanya UU ITE juga telah menimbulkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan hukum untuk membatasi kebebasan berbicara dan mengekang kebebasan berekspresi di dunia maya. Meskipun ada tantangan, penting untuk diakui bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam membangun lingkungan yang lebih inklusif dan demokratis untuk kebebasan berbicara. Organisasi hak asasi manusia, LSM, dan masyarakat sipil terus berjuang untuk melindungi dan memperjuangkan kebebasan berbicara di negara ini. Terdapat juga ruang bagi dialog dan perdebatan publik yang semakin berkembang, baik dalam bentuk media tradisional maupun platform digital.

Masyarakat Indonesia dapat melihat contoh konkret dari penggunaan kebebasan berbicara untuk memperjuangkan perubahan positif. Gerakan sosial yang menyoroti isu-isu lingkungan, hak-hak perempuan, ketimpangan sosial, dan korupsi telah menarik perhatian dan mendorong perubahan dalam masyarakat. Demonstrasi dan protes yang dilakukan oleh berbagai kelompok juga merupakan bentuk nyata dari kebebasan berbicara yang digunakan untuk mengadvokasi kepentingan dan hak-hak mereka.

Dalam menghadapi tantangan yang masih ada, penting untuk terus memperjuangkan dan mempertahankan kebebasan berbicara sebagai salah satu pilar penting dalam demokrasi yang sehat. Pemerintah, institusi, dan masyarakat secara kolektif perlu terus berkomitmen untuk melindungi dan mempromosikan kebebasan berbicara sebagai bagian integral dari pembangunan masyarakat yang inklusif, demokratis, dan berkeadilan di Indonesia. Dengan menjaga dan memperkuat kebebasan berbicara, masyarakat dapat terus mengeluarkan suara yang terpendam, memperjuangkan hak-hak mereka, dan berkontribusi pada perubahan positif yang berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image