Kekuasaan dan Dunia Militer Menurut Machiavelli
Sejarah | 2023-05-24 12:53:08Niccolo Machiavelli (1469-1527) salah seorang filsuf politik dari dunia barat, ia merupakan anak kandung dari tradisi renaisans, era baru yang mengakhiri zaman kegelapan (dark ages) menuju zaman pencerahan (enlightenment age). Pada era renaisans terjadi proses pembalikan nilai sangat radikal, nilai-nilai abad pertengahan mengandung mitologi dan sakral digantikan dengan nilai-nilai baru lebih mengedepankan rasionalitas, humanisme, dan sekulerisme.
Penulis akan mengulas pemikiran Niccolo Machiavelli dalam salah satu buku yang ditulisnya berjudul IL Principle (Sang Penguasa), buku klasik sangat berpengaruh dalam khazanah ilmu politik sampai sekarang.
Buku Sang Penguasa
Buku IL Principle membongkar basis keyakinan politik abad pertengahan, keyakinan yang menempatkan politik sebagai sesuatu suci serta mulia. Lewat IL Principle Machiavelli melakukan dekontruksi (membongkar), baginya dunia poilitik sebagaimana adanya, sebatas perebutan kekuasaan bersifat duniawi yang penuh intrik, kejam, culas, dan penuh ambisi
IL Principle merupakan karya yang dipersembahkan Machiavelli kepada Lorenzo (1448-1492), penguasa dari Florence, buku berupa kumpulan nasihat-nasihat agar menjadi penguasa kuat. Keunikan dari buku IL Principle berisi dua ajaran sekaligus bagi sang penguasa agar bertahan lama dari singgasana kekuasaanya. Pertama, ajaran kejahatan berpolitik. Kedua, ajaran kebaikan berpolitik.
Membaca buku IL Principle tentu kita tidak lepas dari konstruksi sosial-politik ketika Machiavelli hidup, karya ini hadir untuk menjawab berbagai problem kenegaraan zamannya, ketika negara Italia diliputi kekacauan dan perang saudara satu kerajaan dengan kerajaan lain.
Kejahatan Berpolitik
Terdapat dua ajaran jahat berpolitik menurut Machiavelli. Pertama, ketika sang penguasa (raja) berhasil merebut kekuasaan (pemberontakan) dari tangan penguasa sebelumnya, Machiavelli menyarankan untuk membunuh penguasa lama beserta seluruh anggota keluarganya, karena bila dibiarkan hidup suatu hari nanti berpotensi memicu pemberontakan untuk melawan kekuasaan.
Tentunya ajaran Machiavelli membunuh demi alasan politik tidak etis dan tidak bermoral, sebab meleyapkan nyawa artinya menghancurkan potensi kebaikan dalam kehidupan umat manusia, terlebih membunuh demi ambisi kekuasaan politik, sungguh tidak berprikemanusiaan.
Kedua, apabila sang penguasa (raja) menguasai suatu kota yang sudah terbiasa dengan kultur kebebasan serta kemandirian, Machiavelli menyarankan sang penguasa membumi hanguskan kota tersebut, sebab bila kota itu dibiarkan terus berdiri masyarakat didalamnya bisa melakukan pemberontakan pada sang penguasa.
Dua ajaran jahat berpolitik Machiavelli ini berasal dari praksis politik yang dia amati selama hidupnya, karir politik sebagai diplomat memberinya akses informasi melimpah ketika berkunjung dari satu negara ke negara lain, selama melakukan perjalanan diplomatik itu Machiavelli banyak menemukan kisah-kisah perebutan kekuasaan politik berdarah-darah dari satu penguasa ke penguasa lain, yang berhasil Machiavelli himpun kemudian dia narasikan dalam buku IL Principle, tujuan dari Machiavelli tidak lebih memberikan gambaran praksis kekuasaan pra-renaisans.
Kebaikan Berpolitik
Machiavelli mengajarkan kepada para penguasa (raja) bila ingin kekuasaanya besar, sang penguasa harus menguasai bidang kemiliteraan, karena kemampuan dalam bidang militer menjadi suatu kewajiban yang harus dikuasai oleh sang penguasa.
Sang penguasa juga harus memiliki angkatan perangnya sendiri, karena dengan tentara sendiri sikap loyalitas, nasionalisme, dan rela berkorban akan terwujud dalam sanubari para tentara, hal ini tentu akan berbeda dengan (1) tentara bayaran, (2) tentara batuan, dan (3) tentara gabungan.
Tentara bayaran merupakan tentara yang haus akan kekuasaan, tidak memiliki disiplin, tidak mudah dipersatukan dan tidak setia, kalau seorang penguasa mengandalkan pertahanan negaranya pada tentara bayaran, ketenangan dan keamanan tidak akan pernah dicapainya. Tentara bayaran akan bekerja disaat tidak dalam keadaan perang, tetapi begitu peperangan meletus mereka akan lari meninggalkan medan laga. Dalam masa damai mereka akan mengacau negara, sifat-sifat buruk tersebut disebabkan mereka tidak mempunyai rasa tanggungjawab serta tidak merasa harus terlibat dalam setiap pertempuran.
Pasukan bantuan berbeda dengan tentara bayaran, walaupun intinya tetap sama mereka bukan tentara sendiri yang dimiliki oleh seorang penguasa, pasukan bantuan ialah tentara dari negara tetangga yang diminta sang penguasa untuk membantu dan mempertahankan negara dan pasukanya, pasukan ini sebenarnya pasukan yang baik, tetapi berbahaya bagi sang penguasa yang meminta bantuanya, karena kalau tentara bantuan ini kalah perang sang penguasa akan turut menderita kekalahan dan kalau mereka menang, sang panguasa akan menjadi “tawanan” mereka. Pasukan gabungan merupakan gabungan antara tentara bayaran, bantuan, dan sendiri.
Dalam bukunya ini Machiavelli menilai keberadaan tentara kuat yang dimiliki sendiri oleh sang panguasa (negara) menjadi suatu keniscayaan. Tentara sendiri merupakan basis penting seorang penguasa, menjadi manifestasi nyata kekuataan suatu negara. Kewajiban sang penguasa terhadap pasukannya ia terus mempelajari strategi perang, seorang penguasa yang bijak harus terus terbiasa dengan mempelajari strategi perang, ia tidak boleh terlalu santai pada masa damai, tetapi mengisi masa damai tersebut dengan belajar, agar hasilnya dapat dipetik pada masa negara menghadapi situasi sulit karena peperangan dengan negara lain.
Dalam latihan perang, seorang penguasa harus disiplin serta terbiasa hidup dengan cara keras, dengan demikian tubuhnya akan terbiasa dengan penderitaan, penguasaan ilmu tentang alam, tanah dan sungai-sungai mutlak ia kuasai, karena dengan penguasaan tentang kondisi alam tersebut, sang penguasa mengetahui persis keadaan negaranya dan mengerti cara bertahan dari serangan musuhnya.
Kesimpulan
Membaca buku IL Principle melahirkan dua tafsir. Pertama, ia berhasil menggambarkan dunia politik apa adanya. Kedua, ia dianggap sebagai pemikir yang mengkampanyekan praktek-praktek politik kotor dengan menjustifikasi berbagai cara untuk merebut kekuasaan. Disisi lain pemikiran Machiavelli bisa diposisikan sebagai seorang ilmuwan politik yang mendeskripsikan dunia kekuasaan politik seperti apa adanya.
Terakhir melalui buku IL Principle, Machiavelli dianggap sebagai peletak dasar teori kemiliteran, baginya sebuah negara bisa kuat dan maju, karena memiliki tentaranya sendiri yang memiliki loyalitas tinggi pada negara dan penguasa.
Gili Argenti, Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mallarangeng, Rizal. 1997. Wajah Lain Machiavelli. Tanggal Kompas, 06 Oktober 1997.
2. Machiavelli, Nicolo. 2018. The Prince Sang Penguasa. (Surabaya : Ecosystem Publishing)
3. Suhelm, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : Gramedia Pustaka).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.