Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Gambaran Penggunaan Obat Tradisional pada Masyarakat

Info Terkini | Monday, 22 May 2023, 21:17 WIB
Ilustrasi oleh freepik.com

Dari tahun ke tahun, penggunaan obat tradisional terus meningkat baik di negara maju dan berkembang. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil survei terdapat 61,3% responden pengguna obat tradisional. Rata-rata dari mereka memanfaatkan obat tradisional berbahan dasar tumbuhan yang menurut mereka lebih minim efek samping dari obat sintesis. Penggunaan obat tradisional merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan guna menunjang pembangunan kesehatan. Penggunaan obat tradisional sendiri meliputi obat dalam dan obat luar. Obat luar berupa larutan, losion dan parem cair, sedangkan obat dalam berupa simplisia, serbuk, instan dan pil.

Spesies tumbuhan di Indonesia terdiri dari lebih dari 30.000 jenis. Hampir dari 25% spesies tumbuhan dapat digunakan sebagai obat. Sebanyak 940 spesies tumbuhan obat telah didaftarkan dan diuji manfaatnya secara klinis. Penggunaan obat tradisional perlu dilestarikan agar semakin banyak peminatnya. Selain efek samping yang rendah, tumbuhan obat juga relatif mudah dijumpai. Pengobatan secara swamedikasi merupakan upaya melakukan pengobatan sendiri, biasanya untuk mengobati gejala-gelala sakit ringan seperti pusing dan diare.

Namun jika menggunakan tumbuhan obat yang asal (bahan baku belum terstandarisasi, belum teruji keefektifan dan keamanan), perlu berhati- hati. Tidak sedikit tumbuhan obat justru makin memperparah kondisi orang yang mengonsumsi bahkan bisa terjadi keracunan. Penggunaan obat dari tumbuhan jika belum teruji klinis terhitung sebagai penyalahgunaan obat dan menimbulkan efek samping. Penggunaan dengan dosis yang tepat akan meminimalisir terjadinya efek samping

Menurut BPOM Indonesia, obat tradisional terbagi dalam 3 kategori yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jamu merupakan obat tradisional yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan. Perbedaan antara tiga jenis obat tadi adalah jamu tidak teruji secara klinis, obat herbal melalui uji praklinis dan fitofarmaka berdasarkan uji klinis.

Dalam PP 72 tahun 2012 tentang sistem kesehatan nasional disebutkan bahwa pelayanan kesehatan secara alternatif dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan sebaik mungkin seperti pelayanan kesehatan pada faskes. Penerapannya pun telah diterapkan di beberapa rumah sakit seperti akupuntur, energi prana dan hypnotherapy

Menurut riset yang dilakukan oleh Riskesdas (2010) prevalensi penduduk Indonesia yang mengonsumsi obat tradisional pada usia produktif sebanyak 59.12% yang berarti tingkatnya tinggi. Hal ini membuktikan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat berusia produktif cukup tinggi dibanting usia lansia. Pemanfaatan jamu yang paling terkenal adalah jamu gendong, jamu yang dijual dengan cara digendong oleh penjualnya paling sering menggunakan jahe, kencur, temulawak dan kunir. Jamu-jamu ini dikemas dalam produk jadi atau masih berbentuk sari.

Tumbuhan obat sebagai bahan obat tradisional tentu saja perlu dipilah lagi karena tidak semua tanaman mengandung zat aktif yang bermanfaat. Selain jamu dan obat tradisional, tumbuhan-tumbuhan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik, konsumsi (makanan penambah stamina), dan lain-lain. Pembuatan obat atau jamu yang sederhana (dengan direbus atau dikeringkan) membuat masyarakat memilih untuk melakukannya sendiri daripada membeli obat di apotek atau berobat ke dokter. Di Indonesia sendiri, tumbuhan obat dapat ditemukan di berbagai daerah dan tentu saja setiap daerah mempunyai tumbuhan yang dipercaya paling manjur untuk menyembuhkan penyakit. Contohnya saja di Papua, tumbuhan Mahkota Dewa sebagai tumbuhan endemik yang rasanya amat pahit dan beracun jika salah mengonsumsi, namun di Papua tumbuhan ini dipercaya mengobati segala jenis penyakit

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image