Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Siti Conieta Farren Universitas Airlangga Bah

Indonesia Menjadi Negara Fatherless Ketiga di Dunia, Kok Bisa?

Parenting | Monday, 22 May 2023, 19:01 WIB

Tugas seorang ayah yang mencari nafkah dan ibu yang mengasuh anak merupakan stigma yang telah beredar dan tertanam di masyarakat Indonesia. Mayoritas bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia menganggap bahwa sosok ayah tidak perlu banyak menghabiskan waktu dengan anak-anaknya karena sibuk bekerja dan pasti kelelahan setelah bekerja, padahal sosok keduanya sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang anak. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan anak bertumbuh kembang tanpa figur ayah yang pada akhirnya melahirkan negara tanpa ayah atau fatherless country.

Pada dasarnya, dikutip dari psikolog asal Amerika, Edward Elmer Smith, fatherless country ialah negara yang masyarakatnya cenderung tidak merasakan keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak secara fisik maupun psikologis. Yang dimaksud fatherless adalah mereka yang kehilangan sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka atau anak yang mempunyai ayah tapi peran ayah tidak dirasakan oleh sang anak karena ketidakterlibatan sosok ayah dalam kehidupan mereka. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan mengingat bahwa Indonesia menempati urutan ketiga sebagai fatherless country.

Fatherless di Indonesia disebabkan oleh sejumlah faktor. Faktor yang pertama yang umum terjadi adalah ketika sosok ayah harus terpaksa meninggalkan keluarganya demi pekerjaan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik sehingga sang ayah melupakan sosoknya sebagai ayah untuk anak-anaknya. Yang kedua adalah perceraian. Biasanya, perceraian menyebabkan ayah tidak lagi tinggal bersama anak-anaknya atau memiliki kontak yang terbatas dengan anak-anaknya karena mereka cenderung ikut bersama ibu mereka dibandingkan dengan ayahnya. Dan yang terakhir adalah ketidakterlibatan ayah dalam proses tumbuh kembang sang anak. Ayah hanya memenuhi kebutuhan secara material tetapi tidak dengan kebutuhan afeksi sang anak atau sang ayah tidak menaruh minat untuk terlibat dalam tugas merawat dan mengasuh anak. Hal ini merupakan masalah yang serius karena dapat berpengaruh pada anak.

Realitas kehidupan anak yang hidup tanpa adanya peran ayah dalam kehidupannya akan membuat sang anak menjadi canggung jika berhadapan dengan ayahnya sendiri, misalnya sang anak tidak bisa berbicara santai dengan ayahnya sendiri, bahkan ketika anak memerlukan sesuatu, anak cenderung menghampiri ibunya terlebih dahulu dibandingkan dengan ayahnya agar pesan dari anaknya dapat disampaikan oleh ibunya ke ayahnya. Tak hanya di lingkungan keluarga saja, tetapi hal ini juga berdampak pada kehidupan sosial, contohnya anak merasa kurang percaya diri yang akhirnya membuat pribadi sang anak menjadi pribadi yang tertutup, anak akan rentan melakukan tindakan kriminal, kondisi kesehatan mental anak yang tidak stabil dan cenderung akan mengakibatkan depresi, dan yang terakhir adalah nilai akademis rendah.

Dengan mengetahui dampak yang terjadi pada anak ketika anak tidak mendapatkan peran ayah dalam kehidupannya telah bisa membuat kita sadar bahwa sosok atau peran ayah itu sangat dibutuhkan di tumbuh kembangnya anak. Sosok yang hadir sebagai panutan, pelindung, dan pendamping anaknya sudah seharusnya terus berada di dekat anak. Tak hanya ibu yang mendominasi, tetapi keduanya harus seimbang karena anak membutuhkan afeksi dari keduanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image