Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hana Ardelia Azmi

Ibu Kota Pindah, Bagaimana Nasib Jakarta?

Politik | Friday, 19 May 2023, 15:55 WIB

Mengelola ibukota bukanlah hal yang mudah. Kesalahan pengelolaan berpotensi menimbulkan berbagai masalah, antara lain munculnya sentralisasi ekonomi dan politik, ketimpangan ekonomi, buruknya sistem transportasi, tingginya angka kemiskinan, meningkatmpengangguran, dan munculnya konflik horizontal. Selain itu, negara memiliki masalah terkait dengan kondisi alam. Misalnya, badai yang melanda Belize City mengakibatkan kerusakan dan kehilangan dokumen-dokumen penting pemerintah. Di Indonesia khususnya Jakarta seringkali dilanda banjir yang menghambat kegiatan ekonomi dan pemerintahan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan ibukota, salah satu solusi yang dapat dilakukan suatu negara adalah dengan memindahkan ibu kotanya. Secara teori, pemindahan ibukota yang terencana dan dilaksanakan dengan baik (well-designed and well-executed) dapat memberikan peluang ekonomi dan pelayanan pemerintah sebagai solusi atas masalah ketimpangan pada daerah lain. (Schatz 2003)

Pada tanggal 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota negara (IKN) akan dipindahkan ke Provinsi Kalimantan Timur. Kebijakan ini dipilih bukan tanpa alasan. Beberapa alasan yang menjadi dasar pemikiran pemindahan IKN ini sempat disampaikan oleh Presiden. Setidaknya ada enam alasan mengapa pemerintah memindahkan IKN. Pertama, sekitar 57% penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Kedua, kontribusi ekonomi setiap pulau terhadap PDB Nasional tidak merata. Ketiga, krisis ketersediaan air di Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta dan Jawa Timur. Keempat,alih fungsi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa. Kelima, pertumbuhan urbanisasi yang sangat tinggi dengan konsentrasi penduduk terbesar ada di Jabodetabek. Keenam, meningkatnya beban Jakarta sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan dan kerugian ekonomi yang lebih besar.

Pada kesempatan lain, Presiden Joko Widodo juga memberikan lima alasan alasan pemilihan Kalimantan sebagai IKN, yani yang pertama, minimnya risiko bencana alam yang akan menimpa ibu kota baru. Kedua,letak Kalimantan Timur yang strategis di tengah Indonesia. Ketiga, kedekatan jarak ibu kota negara yang baru dengan dua kota yang telah ada dan terus berkembang, yakni Balikpapan dan Samarinda. Keempat, infrastruktur Kaltim relatif lengkap. Kelima, ketersediaan lahan pemerintah seluas 180 ribu hektare.

Ibu Kota Negara Baru memiliki lima visi, yakni sebagai simbol identitas bangsa; sebagai kota yang smart, green, beautiful dan sustainable; modern dan berstandar internasional; tata kelola pemerintahan yang efisien dan efektif; serta sebagai penggerak pemerataan ekonomi di Kawasan Timur (FISIP UI, 2020).

Jika semua wacana pemindahan ibu kota tersebut sudah terlaksana, lantas bagaimana nasib Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara?

Beban Jakarta berkurang

Perpindahan IKN akan membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat Jakarta, beban Jakarta akan berkurang dan tumbuh lebih cepat. Pembangunan ibu kota baru di Provinsi Kalimantan Timur diperkirakan memindahkan sekitar 1,5 juta penduduk dalam lima hingga sepuluh tahun. Pada 2024, diperkirakan ada sekitar 205.000 penduduk akan pindah ke ibu kota baru. Jumlah itu terdiri dari kurang lebih 180.000 Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk PNS pusat, pejabat eksekutif, legislatif,, yudikatif dan lainnya. Sementara 25.000 lainnya merupakan anggota TNI dan Polri (Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro). Hal ini dapat berdampak positif bagi masyarakat yang bertahan di daerah Jakarta. Dimana kepadatan perkotaan yang dirasakan dapat dikurangi. serta kepadatan dalam aktivitas pembangunan pun juga berkurang. Secara tidak langsung, hal ini juga berdampak pada berkurangnya persaingan dalam pencarian pekerjaan.

Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, terdapat kecenderungan bahwa jumlah kendaraan bermotor cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan yang tinggi (lebih dari 10%) setiap tahun, namun karena keterbatasan infrastruktur yang tersedia, pembangunan jalan baru dirasa sangat lambat (hanya 0,05%). (Adisasmita dan Adisasmita, 2011). Berukurangnya populasi penduduk diharapkan dapat mengatasi kemacetan lalu lintas serta meningkatkan infrastruktur seperti layanan MRT, LRT dan Transjakarta.

Pembangunan perkotaan yang besar dan intensif yang ditandai dengan pembangunan Gedung-gedung permanen, meliputi tempat tinggal penduduk, gedung-gedung bertingkat tinggi (hotel, apartemen, kantor pemerintah kantor swasta, industry besar dan lainnya). Semuanya bangunan tersebut pasti membutuhkan air dalam volume besar. Pengambilan air tanah dalam volume yang sangat besar akan berdampak pada penurunan permukaan tanah secara signifikan (Adisasmita dan Adisasmita, 2011).

Pemindahan Ibu Kota Negara juga berdampak pada lingkungan hidup. Berkurangnya eksploitasi terhadap tanah dan sumber air yang selama ini terjadi sehingga kualitas air bersih di Jakarta dapat menjadi lebih baik. Selain itu, diharapkan tidak ada lagi bencana banjir yang selalu mengenangi Jakarta dengan dilakukan perbaikan dan pembangunan tanggul laut, dan penataan sungai baik secara struktural atau naturalisasi.

Jakarta menjadi pusat bisnis

Dengan berpindahnya Ibu Kota Negara, maka semua pusat kebijakan dan penyelenggaraan pengembangan pemerintahan akan terpusat di Kalimantar Timur. Sementara itu, Jakarta bukan lagi menyandang sebagai ibu kota. Namu, diyakini Jakarta akan tetap berkembang.

Kota eks ibu kota ini akan menjadi pusat perkonomian dan bisnis yang lebih besar, karena Jakarta sudah memiliki basis ekonomi yang kuat, dan infrastuktur yang memadai. Sebuah studi oleh asosiasi para perencana kota menunjukkan bahwa di negara-negara yang telah memindahkan ibu kota negara atau pusat pemerintahan, terbukti ibu kota lamanya tetap berkembang maju dan bertumbuh. Seperti halnya Malaysia, Korea Selatan, Pakistan, Australia dan negara lain yang sudah melakukan pemindahan ibu kota negara.

Kemudian tidak adanya aktivitas pemerintahan tentu dapat mendorong konversi penggunaan lahan-lahan milik pemerintahan dialihfungsikan untuk perluaqsan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan layanan publik lainnya. Gedung-gedung atau aset pemerintahana di Jakarta diprediksi akan dikelola oleh swasta karena sebelumnya pendanaan didapatdari swasta sebesar 81% dan APBN sebesar 19%. (Syarif, PJS wakil ketua DPRD DKI Jakarta)

Ketika itu semua dilaksanakan dengan baik, maka Jakarta akan berlari lebih cepat, tumbuh lebih hebat dan Indonesia tidak hanya terpusat di Jakarta,namun tersebar merata. Jakarta mejadi kota yang lebih nyaman untuk ditinggali, dan lebih ramah bagi para pelaku bisnis. Jakarta akan menjadi pusat ekonomi negara sedangkan nusantara menjadi pusat pemerintahan. Pemindahan ini menjadi momentum baik bagi Jakarta semakin berkembang baik secara ekonomi maupun SDM (pengamat kebijakan public trisakti, Trubus Rahardiansyah). Ditunjang dengan infrastruktur yang baik, Jakarta akan tetap menjadi wajah pusat pusat bisnis dan jasa terbesar di Indonesia dan bersaing dengan kota-kota metropolitan di dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image