Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Amanda Cristia Maryanto

Tiktok dan Tren Toksiknya

Info Terkini | Thursday, 18 May 2023, 14:51 WIB
Tren kecantikan di Tiktok seperti Golden Ratio Face Filter, Hourglass Workout, dan Inverted Filter yang tanpa disadari merugikan kesehatan dan kesejahteraan penggunanya (Sumber: @sarahtumiwa, @yasified.erica, @emilyclare di Tiktok)

Hingga saat ini, masyarakat terus mengekang perempuan dengan standar kecantikan yang telah menjadi tidak mungkin dicapai, menyesakkan, dan menghilangkan esensi sejati dari kecantikan. Perempuan diberikan beban untuk memenuhi dan mempertahankan standar kecantikan yang "ideal" dan cenderung eurosentris, seperti memiliki rambut lurus, kulit putih dan flawless, hidung kecil dan mancung, tubuh langsing dan berlekuk, bibir tebal, wajah simetris, tulang pipi tinggi, mata berbentuk almond, dan lain sebagainya. Namun, perlu diketahui bahwa persyaratan yang tidak realistis dan sempit ini berakar pada misogini, rasisme, fatphobia, dan ageism.

Ironisnya, standar kecantikan toksik ini tidak hanya diterima oleh masyarakat, tetapi juga dipertahankan melalui tren yang ada di media sosial, terutama di TikTok. Platform ini terlepas dari potensinya sebagai wadah untuk mengekspresikan kreativitas dan konektivitas yang tak terbatas, secara tidak sengaja juga menjadi wadah toksik yang memperkuat standar yang dapat ditentangnya. Dengan mendukung dan mempopulerkan tren kecantikan toksik, TikTok tanpa disadari menormalisasikan dan mempertahankan kriteria kecantikan eksklusif yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri.

Pelestarian standar semacam itu di TikTok semakin menyoroti isu-isu mendasar tentang representasi dan keberagaman. Dengan lebih banyak menampilkan konten yang sesuai dengan standar kecantikan yang tidak realistis ini, TikTok tanpa disadari memarginalkan individu yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Budaya eksklusif ini memperkuat stereotip berbahaya, menciptakan lingkungan yang tidak bersahabat bagi mereka yang tidak memenuhi standar kecantikan yang toksik dan sempit ini.

Selain itu, pengaruh luas tren kecantikan toksik di TikTok dapat memperburuk dampak negatif terhadap self-esteem dan body image setiap individu. Paparan yang terus-menerus terhadap feed/video individu lain yang tampak sempurna dapat memperkuat perasaan insecurity dan self-criticism. Tekanan untuk menyesuaikan diri menjadi sangat kuat ketika individu membandingkan diri mereka dengan individu lain, membuat siklus ketidakpuasan dan self-doubt menjadi tidak berujung.

Penting untuk diingat bahwa kecantikan meliputi berbagai jenis fitur, termasuk ras, bentuk tubuh, usia, dan bakat. Merangkul keberagaman dan menantang standar kecantikan yang ada saat ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan empowering. TikTok sebagai platform dapat mengambil langkah proaktif untuk melawan eksistensi standar kecantikan toksik dengan mempromosikan representasi yang autentik, mendukung konten kreator yang beragam dan unik, menerapkan pengawasan konten yang lebih ketat, serta memberdayakan pengguna untuk melaporkan konten berbahaya atau menyesatkan.

Pendidikan juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengatasi keprihatinan ini. Individu dapat menjelajahi platform media sosial dengan pemikiran kritis melalui pengembangan keterampilan literasi media dan berpikir secara kritis, serta pemahaman manipulasi dan distorsi yang berkontribusi pada standar kecantikan yang tidak realistis. Selain itu, mempromosikan diskusi tentang body positivity, self-acceptance, dan dampak buruk mengikuti standar kecantikan toksik dapat membantu menghilangkan prasangka yang tertanam kuat dan memberdayakan individu untuk bangga dengan kecantikan unik yang mereka miliki.

Pelestarian standar kecantikan yang tidak dapat dicapai di TikTok dan platform media sosial lainnya menghalangi esensi sejati kecantikan dan memperkuat bias-bias sosial yang berbahaya. Mengenali masalah mendasar yang berakar pada misogini, rasisme, fatphobia, dan ageism sangat penting untuk melakukan perubahan. Dengan memupuk inklusivitas, mempromosikan representasi autentik, dan mendorong keterlibatan kritis, kita dapat menantang standar toksik ini dan menciptakan lanskap digital yang lebih beragam dan empowering di mana kecantikan setiap individu dirayakan dan dihargai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image