Thrifting Berbahaya bagi Kesehatan?
Edukasi | 2023-05-17 23:53:09Istilah thrifting sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Thrifting merupakan kegiatan berbelanja, membeli atau mencari barang-barang bekas dengan tujuan untuk dipakai kembali. Belum lama ini khususnya bisnis baju thrifting sedang ramai di media sosial dan naik daun di tengah kehidupan masyarakat. Dengan thrifting banyak sekali ditemukan baju bermerek namun dengan harga yang cenderung miring. Meski harganya murah, tapi kualitas yang ditawarkan masih cukup bagus. Tidak heran lagi jika kegiatan thrifting merupakan kegiatan yang sangat digandrungi bagi sebagian kalangan masyarakat.
Saat pergi ke pasar thrift bisa ditemukan ribuan model pakaian yang beragam dan jarang sekali ditemukan model pakaian yang serupa, oleh karena itu pemakai baju thrift akan cenderung percaya diri saat memakainya sebab kemungkinan untuk bertemu orang dengan pakaian yang sama sangat kecil. Barang yang dijual di pasar thrif juga tidak hanya baju branded impor namun juga ada barang lain seperti sepatu, kaos kaki, dan aksesori langka yang sudah tidak lagi diproduksi. Biasanya kalangan masyarakat yang gemar mengoleksi barang unik, kuno ataupun zaman dahulu akan mencari barang yang mereka incar di pasar thrift ini.
Hal penting yang bisa dilakukan saat memilih barang thrift adalah di samping memperhatikan model juga harus memperhatikan dengan teliti kerusakan pada barang tersebut. Apabila menemukan banyak kekurangan dari barang yang akan dibeli seperti rusak robek ataupun bercak noda sebaiknya pilih kembali barang dengan model yang lain. Pakaian intim seperti pakaian renang ataupun celana dalam dan sejenisnya juga dihindari karena cenderung menyimpan lebih banyak kuman, bakteri, maupun virus yang bisa ditularkan dari pemilik lama sebab tidak diketahui secara jelas asal dari baju thrift tersebut. Terakhir, segera cuci barang thrift dengan air hangat dan detergen berkali kali untuk memusnahkan kuman, bakteri, virus, dan zat berbahaya lain.
Kegiatan thrifting juga bisa dijadikan sebagai alternatif untuk menjaga lingkungan dari limbah tekstil. Mengingat fast fasion merupakan salah satu penyumbang terjadinya pencemaran lingkungan, antara lain pencemaran air, penggunaan bahan kimia berbahaya, serta meningkatnya jumlah limbah tekstil. Apalagi limbah tekstil merupakan jenis limbah yang sulit untuk didaur ulang. Bisa dibandingkan, kualitas pakaian pada fast fashion biasanya cenderung mudah rusak atau longgar setelah dipakai dan dicuci hanya beberapa kali saja.
Di samping dampak positif yang memberikan manfaat untuk menjaga lingkungan, kegiatan thrifting juga menyimpan dampak negatif bagi pemakainya, yakni berbahaya bagi kesehatan apabila tidak dilakukan pembersihan secara total. Kita tidak bisa memastikan apakah cara pembersihan yang telah dilakukan sudah membunuh kuman, bakteri, dan virus secara keseluruhan serta menghilangkan zat kimia yang masih tertinggal di barang thrift tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakaian thrift sangat mengancam kesehatan sebab tidak diketahuinya asal usul didapatkannya barang tersebut. Bahkan pada barang thrift ini juga bisa ditemukan banyak sekali bakteri, kuman, maupun virus yang sudah berkembang biak baik di serat-serat baju maupun celah barang yang bisa menyebabkan berbagai penyakit.
Baju dengan gaya jaman dahulu memang sudah tidak diproduksi dan alternatif lain jika masyarakat ingin mengenakannya, masyarakat bisa mencontoh modelnya saja dan membuatnya dengan membeli kain sendiri kemudian dibawa ke tukang jahit. Mungkin cara tersebut sedikit menguras kantong, namun hal ini lebih aman dilakukan dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Di samping itu, sekarang sudah banyak sekali produsen pakaian dengan kualitas bagus dan sesuai dengan isi kantong.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.