Hidup Sehat dengan Literasi Sehat
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-15 11:10:04Oleh : Romi Febriyanto Saputro, Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen
Makan mie instan itu berbahaya bagi kesehatan atau tidak ya ? Demikian salah satu pertanyaan yang masih sering beredar di grup Whatsapp (WA). Ada yang menganggap hal itu sebagai berita bohong (hoaks) dengan mengutip situs yang menganalisa suatu berita apakah termasuk berita bohong atau tidak. Namun, ada pula yang menganggap itu berita benar yang dianggap hoaks oleh pihak tertentu. Mana yang benar ya ?
Untuk menjawab pertanyaan di atas saya mencoba bertanya kepada “Mbah Google”. Simbah yang baik hati ini kemudian menampilkan beberapa website yang mengulas masalah mi instan ini. Menurut artikel dalam salah satu portal kesehatan mie instan termasuk makanan yang boleh dikonsumsi dalam skala yang terbatas. Artinya tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan dan terus-menerus seperti menjadi makanan harian.
Meskipun boleh dikonsumsi, menurut SehatQ,com juga mengingatkan bahaya mengonsumsi mi instan bukanlah hoaks. Pertama, tinggi kadar garam. Rahasia kelezatan mie instan terletak pada bumbu-bumbunya. Namun salah satu bumbunya, yaitu garam, turut berkontribusi dalam membentuk bahaya mie instan. Garam sebenarnya tidak masalah jika dikonsumsi dalam kadar yang tidak berlebih, tetapi kadar garam dalam mie instan yang berlebih berpotensi meningkatkan risiko terkena penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Kandungan garam dalam mie instan ditemukan sudah memenuhi 88% kadar batas harian garam yang boleh dikonsumsi.
Kedua, meningkatkan risiko terkena cardiometabolic syndrome. Studi menemukan bahwa bahaya mie instan adalah dapat meningkatkan risiko cardiometabolic syndrome yang merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya hipertensi, penumpukan lemak di perut, resistensi insulin, dan masalah dalam toleransi glukosa. Apabila Anda memiliki risiko yang besar untuk mengalami cardiometabolic syndrome, maka Anda juga akan memiliki peluang yang tinggi untuk mengalami penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
Ketiga, sulit untuk dicerna. Bahaya mie instan lainnya adalah sulit untuk dicerna. Tubuh memerlukan waktu hingga berjam-jam untuk mencerna mie. Hal tersebut dapat mengganggu kadar gula darah dan pelepasan insulin dalam tubuh, serta memperlambat kinerja sistem pencernaan.
Keempat, memiliki senyawa TBHQ. Senyawa TBHQ atau tertiary butylhydroquinone adalah zat yang digunakan untuk mengawetkan dan mencegah mie instan untuk cepat membusuk. Senyawa inilah yang menjadi penyebab bahaya mie instan. Dalam takaran yang sedikit, TBHQ dinilai aman. Namun, lain halnya jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak atau saat dikonsumsi secara terus-menerus. Riset pada hewan menemukan bahwa paparan TBHQ dapat memicu kerusakan pada saraf dan meningkatkan risiko terkena limfoma atau kanker kelenjar getah bening yang dapat memicu pembesaran organ hati. Penelitian lain menemukan bahwa TBHQ dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kerusakan DNA pada beberapa orang. Meskipun demikian, masih diperlukan studi lebih lanjut mengenai efek TBHQ terhadap manusia.
Kelima, mengandung MSG. Sudah bukan rahasia lagi, kalau mie instan mengandung MSG yang menjadi salah satu komponen bumbu yang meningkatkan cita rasa dari mie instan. Bahaya mie instan karena kandungan MSG-nya mungkin hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu. Pada beberapa orang, MSG dapat menyebabkan beberapa efek samping, seperti ketegangan pada otot, kulit yang memerah, tekanan darah tinggi, rasa lemas, dan sakit kepala.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah mie instan aman untuk dikonsumsi asalkan tidak berlebihan. Jika berlebihan maka akan mendatangkan berbagai resiko kesehatan bagi tubuh karena kandungan beberapa zat seperti ulasan di atas.
Studi yang baru diterbitkan dalam Journal of Nutrition seperti dikutip CNN Indonesia, 21 Oktober 2015, menyebutkan mereka yang mengonsumsi mi instan memiliki risiko signifikan lebih besar terserang sindrom metabolik, dibandingkan yang hanya mengonsumsi sedikit. Mereka yang mengonsumsi mi instan lebih dari dua kali seminggu, 68 persen lebih mungkin terserang sindrom metaboli, yakni, sekelompok gejala seperti obesitas, tekanan darah tinggi, peningkatan kadar gula darah yang tinggi, peningkatan trigliserida yang tinggi, dan tingkat kolesterol HDL yang rendah.
Dalam sebungkus mi instan, terkandung daftar panjang zat aditif, termasuk di dalamnya, monosodium glutamat (MSG) yang bertanggung jawab atas rasa gurih pada makanan favorit orang Indonesia tersebut. Zat tersebut menyebabkan disfungsi dan kerusakan otak pada berbagai derajat, bahkan berpotensi memicu atau memperburuk ketidakmampuan belajar, penyakit Alzheimer, Parkinson, penyakit Lou Gehrig, dan masih banyak lainnya.
Informasi kesehatan
Menurut Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 168 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan. Informasi kesehatan dimaksud dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor. Di samping itu, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan. Informasi kesehatan diartikan sebagai data kesehatan yang telah diolah atau diproses menjadi bentuk yang mengandung nilai dan makna yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan dalam mendukung pembangunan kesehatan.
Di era ledakan informasi seperti saat ini masyarakat perlu cerdas dalam membaca informasi kesehatan yang beredar di media sosial. Sikap waspada dan berhati-hati sangat diperlukan. Membaca sampai selesai postingan media sosial adalah sikap bijaksana. Kemampuan mengendalikan jari untuk tidak segera membagikan informasi kesehatan adalah tanda bahwa seseorang sudah memiliki literasi kesehatan yang baik. Tidak main hakim sendiri dalam membaca postingan media sosial harus dikedepankan.
Membaca informasi kesehatan di media sosial memang harus berhati-hati. Menurut survei Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun 2017, masyarakat Indonesia kurang memahami konten kesehatan, sehingga langsung menyebarkannya meski itu masuk kategori hoaks. Hoaks kesehatan di negara ini menempati urutan pertama yang paling banyak disebarkan. Dari seribu berita hoaks sejak Februari 2016 hingga Februari 2017 yang menjadi sampel penelitian, 27 persennya berisi soal kesehatan.
Melalui riset yang hasilnya telah dipublikasikan di jurnal Science , 9 Maret 2018 Volume 359, para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menemukan bahwa hoaks atau berita palsu menyebar lebih cepat di Twitter.Dalam studi ini para peneliti menghitung bahwa rata-rata informasi palsu memerlukan waktu 10 jam untuk bisa mencapai 1.500 pengguna Twitter. Adapun bagi informasi asli, diperlukan waktu sekitar 60 jam untuk bisa mencapai jumlah pengguna yang sama. Uniknya, ditemukan juga bahwa informasi atau berita asli yang masih baru tidak pernah di-retweet hingga 1.000 orang. Sebaliknya, satu persen dari berita palsu bisa mendapat retweet dari 100 ribu orang.
Para peneliti dari MIT mempelajari sekitar 126.285 informasi dan melakukan konfirmasi kebenaran atas informasi tersebut pada enam situs internet yang bekerja untuk melawan hoaks. Enam situs tersebut adalah snopes.com, politifact.com, factcheck.org, truthorfiction.com, hoax-slayer.com dan urbanlegends.about.com. Dari hasil konfirmasi pada enam situs tersebut, ditemukan bahwa dua per tiga dari informasi yang ada ternyata palsu. Hanya satu per lima yang betul-betul benar, sementara sisanya adalah informasi yang isinya telah bercampur antara benar dan salah. Selain enam situs tersebut, ada juga dua orang peneliti lain yang turut melakukan uji kebenaran atas ribuan informasi tersebut.
Saat ini yang terjadi masyarakat gagal paham dalam membaca informasi kesehatan. Daya serap masyarakat terhadap informasi yang beredar masih rendah. Masyarakat belum memiliki kemampuan informatif. Menurut H.A.R Tilaar (1999), kemampuan informatif merupakan kemampuan seseorang untuk menganalisa dan mencari manfaat dari informasi yang diperoleh. Ada beda antara data dan informasi. Data yang telah diolah berubah menjadi informasi dan inilah yang mempunyai kegunaan di dalam perkembangan ilmu pengetahuan ataupun aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam kehidupan manusia. Sebenarnya yang kita perlukan ialah penguasaan informasi hasil olahan kemampuan berpikir. Informasi yang diperoleh di dalam proses pembelajaran bukanlah informasi yang masing-masing berdiri sendiri, melainkan informasi tersebut merupakan suatu rangkaian di dalam suatu pola jaringan sehingga memiliki arti. Informasi tersebut adalah hasil karya banyak pakar sehingga nanti akan menghasilkan sesuatu yang kreatif dan bermakna.
Menurut dr. Daeng M Faqih, SH, MH, masyarakat boleh mengambil informasi kesehatan sepanjang situsnya benar-benar kredibel, yang memberikan nasihat adalah tenaga medis yang sah dan kredibel. dr. Daeng juga berkata mendapatkan informasi kesehatan dari internet sebenarnya sah-sah saja, asal memperhatikan beberapa hal. Misalnya pilih informasi yang telah diakui oleh IDI, pastikan penulis atau yang merespons jelas seperti dokter terpercaya, dan jangan mempercayai kutipan seseorang yang tak jelas profilnya.
Profil konsultan yang mengasuh rubrik konsultasi perlu diperhatikan . Siapa yang memberikan konsultasi? Kalau dokter, tanya nama lengkap dan gelarnya. Serta tanya apa dokter yang bersangkutan telah memiliki STR dan SIP. STR dan SIP yang dimaksud adalah Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik yang berguna untuk melihat seorang dokter tersebut sudah memiliki izin untuk melakukan sesi konsultasi. Terakhir, kroscek kebenaran informasi tersebut dengan berkonsultasi langsung dengan ahli kesehatan. Demikian tips membaca informasi kesehatan yang tertulis di situs detik.com,29 Desember 2018.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.