Nasib Buruh Kian Buruk
Agama | 2023-05-15 09:08:34Seolah tak kunjung usai persoalan buruh di negeri ini. Setiap tahun bertepatan dengan hari Buruh mereka memnyuarakan tuntutan pemenuhan hak hak buruh yang layak. Pun tahun ini, organisasi serikat para buruh turun ke jalan menyampaiakan aspirasi dan tuntutannya kepada pemerintah. Said Iqbal, Presiden Partai Buruh, menyampaikan 7 tntutan, yaitu:
1. Pemerintah diminta mencabut Omnibus Law auat UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
2. Pemerintah mencabut Parliamentary Threshold 4% dan Presidential Threshold 20%.
3. Diminta untuk segera mengesahkan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga).
4. Menolak Omnibus Law RUU Kesehatan yang dinilai merugikan tenaga kesehatan dan masyarakat.
5. Ketua Partai Buruh juga meminta reforma agraria dan kedaulatan pangan.
Keenam, Partai Buruh menolak koalisi dengan partai yang mendukung omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja. Ketujuh, hapus outsourcing dan tolak upah murah (Belitung.tribunnews.com, 1 Mei 2023).
Tuntutan tahun ini masih serupa dengan tahun lalu. Seharusnya ini menjadi refleksi bagi pemerintah, yang menandakan bahwa asa dan harapan para buruh belum terwujud hingga saat ini. Dan ini sangat cukup menjadi pecut untuk mengoptimalkan serta memaksimalkan layanan dan jaminan hak hak buruh.
Selama ini pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja, yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan pemerintah serta tidak berdayanya ketika perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja misalnya. Yang dilakukan hanya bentuk lobi lobi kepada pengusaha untuk tidak melakukan PHK, namun tetap keputusan ditangan pengusaha. Pemerintah juga tidak berdaya mengeluarkan kebijakan yang menjamin kesejahteraan buruh.
Ini semata karena buah sistem kapitalisme, dimana para pemilik modal yang punya kuasa penuh dan memegang kendali kebijakan. Pemerintah hanya fasilitator pembuat UU yang memihak pemilik modal untuk mendapat keuntungan sebesar besarnya. Lain halnya dengan Islam.
Islam senantiasa memperhatikan nasib para pekerja, mengapa? Karena mereka bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan pokok untuk bisa hidup layak, dan ini menjadi tanggung jawab penuh negara sebagai pengurus dan penanggung jawab seluruh urusan rakyat. Urusan bekerja tidak dipandang sebatas kebutuhan dunia, tapi juga syarat pertanggung jawaban penguasa atau pemerintah kepada Allah SWT atas kepemimpinannya dan kepengurusannya terhadap rakyat.
Islam memandang soal pekerja atau buruh dengan aqad ijarah (bekerja). Seperti dalam hadits Rasulullah SAWE yaitu, ”Berikanlah olehmu upah orang sewaan sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah). Hadits ini menunjukkan bahwa ada perjanjian dalam menggunakan tenaga manusia untuk sebuah pekerjaan. Yaitu perjanjian antara orang yang mengupah dengan orang yang diupah dengan aqad kerja sama bukan perbudakan. Derajat antara pekerja dan majikan atau orang yang mengupah adalah sama, tidak menjadikan salah satu diantara mereka lebih tinggi derajatnya.
Dalam rangka mengatur secara praktis hubungan pekerja dan majikan maka harus ada kejelasan aqad, meliputi etika, hak, dan kewajiban antara kedua belah pihak. Dengan begitu hak pekerja terjamin, terlindungi, dan marasa aman serta nyaman dalam bekerja. Upah yang diberikan sesuai tenaga yang dikeluarkan, dibayar dalam jangka waktu tertentu yang sudah ditentukan dalam aqad, kisaran jumlahnya, maupun jenis pekerjaannya. Sehingga tidak akan muncul berbagai tuntutan akan hak hak buruh atau pekerja yang harus diterimanya. Demikianlah Islam menjamin dan memuliakan kaum buruh atau pekerja.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.