Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anton

Gelombang Paranoid dalam Perkembangan Teknologi

Teknologi | Sunday, 14 May 2023, 18:11 WIB
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fmuh-amin.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F11%2FTeknologi-revolusi-industri.jpg&tbnid=pPYIYUns2Qc9fM&vet=1&imgrefurl=https%3A%2F%2Fmuh-amin.com%2Finilah-5-teknologi-yang-dibutuhkan-di-era-industri-4-0%2F&docid=rRLpxZ_KcSKrPM&w=494&h=231&itg=1&hl=in-ID&source=sh%2Fx%2Fim

Heraklitus, filsuf Yunani Kuno, mengatakan “Satu-satunya yang konstan di dunia ini adalah perubahan”. Barangkali sekarang ini kita bisa mengerti maksud dari Heraklitus tersebut. Perubahan meliputi dalam segala hal, tak terkecuali teknologi dan industri. Perubahan yang ada dalam konteks industrial dan teknologi disebut oleh para sejarawan sebagai fenomena ‘Revolusi Industri’. Revolusi industri merupakan sebuah perubahan besar dalam peradaban manusia. Revolusi Industri sendiri adalah masa dimana terjadi perubahan-perubahan besar di bidang produksi atau industri. Kondisi ini pertama kali muncul pada abad ke-18 dan 19 ketika industri-industri besar seperti pertanian, pertambangan, transportasi, manufaktur, dan teknik mengalami perubahan besar-besaran. Dimana tenaga manusia digantikan oleh mesin-mesin dengan teknologi canggih. Dalam pengkategorian masa, revolusi industri dibagi menjadi 4 tahap sejak dimulainya pada tahun 1760.

Revolusi Industri 1.0 dimulai pada tahun 1760 dengan penggunaan mesin-mesin tenaga uap (steam engine) untuk menggantikan tenaga kerja kasar. Mesin dianggap bisa mendatangkan keefisienan dalam produksi karena lebih cepat dan kuantitas produk lebih banyak daripada tenaga manusia kasar. Bahan bakar yang banyak digunakan adalah tenaga uap dan batu bara.

Revolusi Industri 2.0 dimulai diantara 1760-1840, terjadi di negara seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Jerman. Era ini ditandai dengan penggunaan tenaga listrik yang dianggap memberi banyak energi dengan diseimbangi banyaknya inovasi-inovasi alat dengan tenaga listrik. Mesin tenaga uap perlahan ditinggalkan, namun mesin dengan tenaga batu bara masih banyak digunakan; kereta api, kapal laut, dll.

Revolusi Industri 3.0 dimulai pada tahun 1970an dengan ditandai penggunaan teknologi komputer dan IT (Information Technology) sebagai alat produksi. Tenaga IT dianggap lebih efisien dalam hal konektivitas dalam industri manufaktur yang semakin maju di era ini.

Revolusi Industri 4.0 dimulai pada era dimana internet mulai digunakan khalayak umum. Pengintegrasian dunia daring dan produksi industrial bisa terwujudkan dengan internet yang ‘menghubungkan semuanya’.

Revolusi Industri 5.0 menurut beberapa pihak belum terjadi namun dengan perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini, dipastikan sangat mungkin terjadi. Dalam pengembangan dasar era masa depan ini, personalisasi akan diutamakan. Yaitu dengan mengatur hubungan yang ‘sehat’ antara manusia dan mesin atau teknologi. Diprediksi di era 5.0 ini akan digunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence.

Namun dengan berkembangnya teknologi yang seharusnya esensinya adalah membantu kinerja manusia, dengan ketidakseimbangan perkembangan manusia yang tidak bisa mengikuti kemajuan teknologi akan berdampak buruk atau bisa dibilang ‘senjata makan tuan’. Kekhawatiran masyarakat dunia—termasuk Indonesia—adalah teknologi akan membahayakan keberadaan manusia. Manusia selalu menciptakan teknologi yang membantu dan untuk membahayakan orang lain. Anggap saja seperti senjata. Dari era dimana manusia menggunakan pedang sampai penggunaan bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Manusia layaknya dikutuk oleh pengetahuannya sendiri. Namun dalam konteks industrial, semua hal telah diambil alih oleh mesin dan teknologi. Para pekerja industrial, para buruh dan karyawan, takut bahwa tidak akan ada yang tersisa bagi manusia untuk dikerjakan di masa depan. Dasar sederhana dari pikiran masyarakat adalah bahwa jika semua tenaga produksi diambil alih oleh teknologi dan mesin bahkan AI (Artificial Intelligence), bagaimana manusia akan mendapatkan pekerjaan? Inilah dasar kekhawatiran masyarakat.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Negara Republik Indonesia, Erick Thohir, mengatakan bahwa 9 jenis pekerjaan akan berpotensi hilang pada tahun 2030. Diantaranya:

1. Tenaga jasa penyimpanan makanan;

2. Tenaga administrasi perkantoran;

3. Tenaga jasa transportasi;

4. Tenaga produksi manufaktur, non-auto;

5. Construction and extraction (Konstruksi dan ekstraksi);

6. Traditional farming, fishing, and forestry (pertanian, perikanan, dan kehutanan tradisional);

7. Sales;

8. Social Media Manager;

9. Jasa pengamanan.

Ini memberikan gejala paranoid bagi angkatan kerja saat ini maupun yang akan datang. Masyarakat dituntut untuk bisa mengikuti perubahan teknologi yang sangat cepat, mereka yang tertinggal akan sulit untuk beradaptasi terhadap kehidupan modern yang sangat cepat dan menyeluruh perubahannya. Masyarakat takut akan ‘invasi’ teknologi pada kehidupan manusia. Kurang lebih dasar ketakutannya sama dengan yang saya jelaskan pada paragraf sebelumnya. Teknologi ibarat menjadi anak yang mandiri dan tidak memerlukan bantuan orang tuanya lagi. Dahulu yang teknologi bergantung pada manusia sekarang menjadi mandiri dan bahkan lebih efisien dan efektif daripada kerja manusia, cacat kualitas pada produk hasil teknologi terlampau maju (Highly Advanced Technology, H.A.T) nampak susah ditemui daripada hasil tenaga kerja manusia. Apa yang akan tersisa bagi manusia apabila segala hal direbut oleh teknologi? Tenaga kerja di Indonesia diakui memang agak tertinggal, namun ditambah ancaman ‘invasi’ teknologi ini, para angkatan kerja tentu akan takut.

Sebenarnya, gejala paranoid akan kemajuan teknologi ini adalah lumrah ditemui dari masa ke masa. Di zaman revolusi industri 1.0, masyarakat takut akan tenaga manusia yang tergantikan oleh mesin-mesin produksi di pabrik-pabrik. Para pekerja merasa diperbudak untuk melakukan tenaga kerja yang berat dan berbahaya dengan mesin-mesin pada saat itu oleh para pemilik alat-alat produksi, para borjuis. Tenaga kasar manusia tidak digunakan lagi, para pemilik produksi memperoleh keuntungan namun para pekerja khawatir dan merasa tersisihkan, apalagi dengan upah yang rendah pada saat itu. Di era 2.0 masyarakat khawatir akan keselamatan kerja bagi mesin listrik yang sangat berbahaya—bahkan lebih berbahaya dari sebelumnya. Begitu juga dengan era 3.0 dan 4.0. selalu ada yang bisa ditakuti dari kemajuan sebuah peradaban, dan memang sikap ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan ataupun dilebih-lebihkan. Sikap ini membuat diri kita lebih berhati-hati dalam memaksimalkan potensi yang ada pada kemajuan teknologi. Inilah tugas seluruh umat manusia sekarang.

Sehingga, manusia perlu bersatu lebih daripada sebelumnya, dalam menghadapi ‘invasi’ teknologi yang sangat pesat tiap masanya. Jangan sampai kita mendatangkan kiamat bagi kita sendiri, layaknya seekor tikus yang menciptakan jebakannya sendiri. Potensi pengetahuan terhadap teknologi memang sangatlah banyak, namun sisakan sedikit untuk kemanusiaan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image