Perspektif HAM terhadap Kebijakan Larangan Merokok di Area Kampus
Gaya Hidup | 2023-05-13 12:33:59Merokok sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi hampir semua kalangan masyarakat Indonesia, utamanya di kalangan remaja. Sangat banyak kasus penyakit yang berujung pada kematian akibat merokok, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa angka kematian akibat merokok mencapai 30% atau setara dengan 17,3 juta jiwa. Angka kematian tersebut diramal akan terus meningkat hingga 23,3 juta orang pada tahun 2030. Jika dipandang dari perspektif HAM, secara implisit merokok dapat dianggap tidak sejalan dengan unsur hak ekonomi, sosial, dan budaya (EKOSOB). Secara umum, konvenan internasional hak ekonomi sosial dan budaya (ICESR) telah mengatur hak-hak yang termasuk dalam hak EKOSOB, antara lain : hak atas pendidikan, hak atas perumahan, hak atas standar hidup yang layak, hak kesehatan, hak atas lingkungan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya. Merokok memiliki efek berbahaya bagi kesehatan dan kesejahteraan individu serta masyarakat secara keseluruhan.
Dalam suatu lingkungan, perokok dan non-perokok seringkali memiliki pandangan yang berbeda tentang siapa yang berhak menentukan kondisi lingkungan. Untuk menerapkan larangan merokok di kampus, penting untuk mengubah konsepsi tentang siapa yang berhak menentukan kondisi lingkungan dan bersikap konsisten. Dalam konteks kebijakan larangan merokok di area kampus, diperlukan pemahaman yang jelas tentang implikasi hak ekonomi, sosial, dan budaya (EKOSOB). Penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 pasal 115 ayat 1 poin b yang menyatakan bahwa tempat proses belajar mengajar merupakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Penerapan kebijakan larangan merokok di area kampus tidak semata-mata hanya sebatas aturan adab di lingkungan belajar mengajar, lebih jauh daripada itu, kebijakan ini memiliki manfaat besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan melindungi kesehatan individu serta masyarakat secara keseluruhan. Rokok dapat mengganggu proses belajar mengajar, baik bagi perokok maupun orang di sekitarnya. Asap rokok mengandung zat-zat yang dapat memengaruhi kemampuan kognitif, memori, dan konsentrasi, sehingga dapat memengaruhi hasil belajar dan kinerja akademik. Selain itu, bau asap rokok yang menempel di pakaian dan rambut dapat mengganggu kenyamanan lingkungan belajar mengajar.
Menjadikan lingkungan belajar mengajar sebagai kawasan tanpa rokok merupakan arah kebijakan yang positif bagi siswa/mahasiswa dan masyarakat sekitar untuk menjaga kesehatan dan lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya rokok dan mendorong perubahan perilaku menuju gaya hidup yang lebih sehat.
Dalam menerapkan kebijakan ini, penting untuk memastikan bahwa hak asasi manusia semua individu terjaga, termasuk hak perokok aktif. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak kampus adalah dengan dapat menyediakan program penghentian merokok, memberikan informasi, sumber daya, dan dukungan untuk membantu individu yang ingin berhenti merokok. Hal ini penting untuk menghormati dan mendukung hak individu yang ingin berhenti merokok serta untuk memastikan bahwa kebijakan tidak hanya membatasi, tetapi juga memberikan kesempatan dan dukungan bagi perubahan perilaku.
Meskipun merokok dapat dikatakan tidak sejalan dengan hak ekosob, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hal kesehatan dan kesejahteraan, setiap orang memiliki hak atas kendali kesehatan dirinya sendiri untuk memilih merokok atau tidak merokok. Selain itu, merokok pun juga budaya nenek moyang sehingga tidak dapat pula dicegah bahwa masyarakat memiliki hak berpartisipasi dalam kehidupan budaya. Setiap orang akan memperjuangkan haknya, entah hak untuk merokok atau hak untuk memperoleh udara bersih tanpa kontaminasi rokok. Hal terpenting untuk diperhatikan adalah bagaimana kita memposisikan diri untuk menghargai orang lain dan sadar akan batasan-batasan yang sudah seharusnya dipatuhi. Dengan kata lain, hak perokok aktif harus diimbangi dengan kewajiban untuk tidak merugikan hak orang lain.
Dengan demikian, kebijakan merokok di lingkungan belajar mengajar merupakan awal dari langkah penting untuk melindungi kesehatan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok di masyarakat guna mencegah dampak buruk kesehatan yang disebabkan oleh rokok.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.