Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sri Maryati

Perlindungan Pekerja Perempuan

Eduaksi | Thursday, 11 May 2023, 18:40 WIB
Ilustrasi unjuk rasa pekerja perempuan

Kasus pemaksaan staycation atau berlibur di hotel terhadap karyawati oleh manajer outsourcing sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja di sebuah perusahaan di Kawasan Industri Jababeka, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat bisa jadi seperti fenomena puncak gunung es. Akar persoalan tersebut adalah lemahnya perlindungan terhadap pekerja perempuan, terutama bagi mereka yang berstatus sebagai karyawan outsourcing (kontrak).

Terkait dengan masalah perlindungan pekerja perempuan, Retizen meminta pendapat tokoh buruh perempuan yang saat ini menjadi Ketua Pemberdayaan Perempuan dan Anak sekaligus Bendahara Umum (Bendum) DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Raslinna Rasidin. Artis berkarakter itu hingga kini masih getol memberdayakan kaum pekerja perempuan dengan berbagai program.

Menurut Raslinna, dalam buku Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja yang diterbitkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama organisasi buruh sedunia (ILO) dinyatakan bahwa bentuk-bentuk pelecehan seksual salah satunya adalah pelecehan psikologis atau emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.

Aktivis serikat pekerja, Raslinna Rasidin - dokumen pribadi

Selain itu ada Konvensi No. 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, menyatakan bahwa kekerasan dan pelecehan dalam dunia kerja merupakan serangkaian perilaku dan praktik yang tidak dapat diterima, atau ancaman terhadapnya, baik yang terjadi sekali maupun berulang, yang bertujuan, menghasilkan, atau cenderung membahayakan secara fisik, psikologis, seksual atau ekonomi, dan termasuk kekerasan dan pelecehan berdasar gender.

Kasus kekerasan dan pelecehan di dunia kerja bisa terjadi di tempat kerja, termasuk ruang publik dan pribadi yang menjadi bagian dari tempat kerja; atau di tempat-tempat di mana pekerja dibayar, beristirahat atau makan, atau menggunakan fasilitas sanitasi, mencuci dan berganti pakaian; atau selama perjalanan, pelatihan, acara atau kegiatan sosial yang terkait dengan pekerjaan; atau melalui komunikasi terkait pekerjaan, termasuk yang dimungkinkan oleh teknologi informasi dan komunikasi; atau di akomodasi yang disediakan pemberi kerja; atau saat bepergian ke dan dari tempat kerja.

“Pekerja perempuan sangat rentan terhadap kekerasan dan pelecehan seks terlebih karena mereka tidak berhimpun dalam keanggotaan serikat pekerja/buruh.Jika ada SP biasanya perlindungan lebih baik, karena organisasi pekerja biasanya ada bidang advokasi dan pengaduan masalah normatif dan pencegahan kejahatan atau pemerasan di tempat kerja,” ujar Ibu dua anak remaja yang sangat piawai berdebat masalah politik kekinian.

Raslina juga mencatat selama ini masih banyak ketimpangan pendapatan terhadap pekerja perempuan. Banyak kasus perusahaan lebih suka merekrut pekerja perempuan ketimbang laki-laki. Fakta menunjukkan pendapatan tenaga kerja perempuan di Indonesia pada 2020 hanya 24,8 persen dari total pendapatan tenaga kerja nasional. Angka tersebut tidak banyak berubah dalam 30 tahun terakhir. Ini menunjukkan ketimpangan gender di Indonesia masih terjadi. Pada 1990, pendapatan tenaga kerja perempuan hanya 21 persen dari angka nasional. Angka tersebut naik di tahun-tahun berikutnya, tetapi tidak signifikan, yaitu pada tahun 2000 (23,5 persen), 2010 (23,7 persen), dan 2020 (24,8 persen).

Kondisi ini bertolak belakang dengan pentingnya peran perempuan untuk perekonomian nasional. Padahal menurut McKinsey Global Institute produk domestik bruto (PDB) nasional bisa naik 135 miliar dollar AS pada 2024 jika tiga kondisi terpenuhi. Yakni, pertama, bila partisipasi perempuan dalam angkatan kerja meningkat. Kedua, bila lebih banyak perempuan bekerja penuh waktu. Ketiga, bila lebih banyak perempuan bekerja di sektor dengan produktivitas tinggi.

Perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang dari laki-laki. Perempuan juga kerap mengerjakan pekerjaan domestik tidak berbayar. Hal ini dapat mengurangi kualitas hidup perempuan. Padahal menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan jelas melindungi perempuan dari tindak pelecehan. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari tindak merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

Pasal 49 ayat (2) menyatakan bahwa wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatannya. Atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut, jelas bahwa pekerja perempuan apapun statusnya dalam hubungan kerja harus mendapat perlindungan dari tindak pelecehan seksual sebagai diamanatkan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan kehormatan, dan martabat.

“Keniscayaan, serikat pekerja dari pengurus pusat hingga unit perusahaan harus berani melakukan pencegahan dan perlindungan pekerja perempuan dari pihak perusahaan atau dari siapapun, termasuk preman-preman suruhan yang sering melakukan teror kepada pekerja perempuan,” tegas Raslinna.

Serikat Pekerja perlu meneguhkan bangsa dalam menata dan meningkatkan martabat pekerja perempuan lewat pendidikan dan ketenagakerjaan. Ada teori sosial yang menyatakan bahwa memberikan perlindungan kerja dan pendidikan yang baik bagi perempuan sama dengan menata masa depan yang lebih cerah bagi suatu negeri. Sedangkan memberikan pendidikan untuk laki-laki hanyalah menata kehidupan secara individual.

Peran pekerja perempuan dalam menghalau krisis ekonomi sangat besar. Tak bisa dimungkiri, selama ini perempuan memiliki instrumen penghalau krisis yang hebat. Sayangnya tangan kaum perempuan di negeri ini yang berusaha keras untuk menghalau bermacam krisis nyatanya masih sering terkendala. Kaum perempuan yang menggenjot produktivitas bangsa dengan membanting tulang sebagai pekerja otot hingga ke manca negara justru kurang mendapat perlindungan dan intensif konkrit dari penyelenggara negara.

Menurut Raslinna pada saat ini terjadi pergeseran nilai yang luar biasa pada keluarga di pedesaan yang menyangkut fungsi seorang perempuan. Karena himpitan ekonomi dan ketidakberdayaan para suami dalam mencukupi kebutuhan keluarganya, maka munculah tekad dan semangat perempuan pedesaan untuk bekerja di luar daerah bahkan ke luar negeri. Pergeseran nilai bagi kaum perempuan di pedesaan mestinya dikelola dan difasilitasi secara baik untuk menekan dampak negatif yang bakal terjadi. Pergeseran tersebut merupakan tuntutan zaman yang tidak mungkin dibendung dengan dalil apapun. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image