Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Romi Febriyanto Saputro

Menguatkan Literasi Pembinaan Keluarga

Pendidikan dan Literasi | Monday, 08 May 2023, 11:13 WIB

Oleh : Romi Febriyanto Saputro, Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen.

Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna, adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga. Ini adalah kutipan dari lagu “Indah Harta Berharga” yang merupakan soundtrack dari film di era 1990-an berjudul Keluarga Cemara.

Keluarga Cemara adalah adalah contoh ideal sebuah keluarga yang berkualitas. Sebagai keluarga yang pernah hidup dalam kemewahan menjadi miskin adalah ujian yang sangat berat. Tetapi di bawah kepemimpinan Sang Ayah ujian ini bisa dihadapi dengan sangat bersahaja. Abah, sebutan Ayah dalam film itu tidak pernah jatuh mental meski harus mengayuh becak setiap hari agar dapur tetap mengepul.

Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk menguatkan pendidikan anak di rumah, orang tua (ayah dan ibu) harus mampu melaksanakan tiga peran dalam keluarga. Pertama, sebagai pendidik. Pendidikan keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama dalam membentuk budi pekerti pada anak. Bukan sekolah! Karena waktu anak bersama keluarga lebih banyak daripada waktu anak di sekolah. Sekolah tetap punya peran penting untuk turut serta membantu orang tua mendidik anak. Namun keluarga tetaplah ruang pertama dan utama untuk melakukan proses pendidikan budi pekerti yang sesungguhnya.

Pelaku pendidikan dalam keluarga berkualitas adalah ayah dan ibu. Ayah adalah kepala keluarga yang menentukan kurikulum pendidikan dalam keluarga. Peran ayah hampir sama dengan kepala sekolah sehingga ayah harus turut bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak dalam keluarga.

Ayah tidak hanya sekedar mencari nafkah melainkan harus turut serta dalam mendidik dan mengasuh anak. Ayah tidak boleh seratus persen membebankan tugas mulia ini hanya kepada ibu. Apalagi saat ini banyak ibu yang berperan membantu ayah dalam membiayai kebutuhan rumah tangga. Tugas ibu adalah membantu Ayah dalam mendidik anak. Peran ibu hampir sama dengan guru di sekolah.

Selama ini masyarakat umum menganggap mendidik anak adalah tugas utama ibu karena ibu memiliki waktu yang cukup banyak di rumah bersama anak. Padahal tugas kerumahtanggaan itu tidaklah ringan. Pekerjaan dapur, sumur, dan kasur adalah tugas mulia ibu yang terkadang menyerap energi yang cukup besar. Seorang Ayah yang baik tidak boleh menutup mata terhadap fakta ini.

Kedua, sebagai teman bagi anak. Orang tua yang baik adalah teman/sahabat terbaik untuk anaknya. Berteman dengan anak akan meningkatkan hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak. Sehingga orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anak dan sang anak juga merasa demikian. Jangan sampai kedekatan anak dengan orang tua kalah dengan orang lain seperti pacar, teman bermain, maupun teman sekolah.

Ayah yang bisa menjadi teman bagi anak-anaknya bahkan menjadi tolok ukur Umar Bin Khattab ketika mengangkat pejabat/pegawai negari. Dalam buku The Great Leader of Umar Bin Khattab karya Muhammad Ash-Shalabi (2008), Umar pernah menulis surat kepada seseorang yang akan diangkat menjadi pegawai negara. Setelah orang itu datang dia masuk ke rumah Amirul Mukminin dan mendapati anak-anak Umar sedang bermain di kamar ayahnya. Orang itu melihat Umar sedang menciumi anak-anaknya.

Calon pegawai negara tadi bertanya kepada Umar, “Apakah engkau selalu melakukan hal ini, wahai Amirul Mukminin ? Demi Allah, belum pernah sekalipun saya mencium anak lelakiku.”

Umar kemudian berkata, “Demi Allah, kamu adalah orang yang hatinya sangat keras. Kamu tidak pantas menjadi pegawaiku.” Umar Al- Faruq kemudian membatalkan keputusannya untuk mengangkat sebagai pegawai.

Ketiga, sebagai teladan. Teladan jauh lebih bernilai daripada sejuta nasehat. Teladan adalah syarat utama bagi orang tua agar bisa memberikan sejuta nasehat kepada anak-anaknya. Hari ini banyak anak yang menjadi yatim-piatu meskipun kedua orang tuanya masih hidup. Mengapa ? Karena ayah-ibunya gagal menjadi teladan hidup bagi sang anak.

Ibrahim Amini, dalam bukunya yang berjudul Anakmu Amanah-Nya menyatakan hasil sebuah penelitian yang dilakukan Dr. Hasan Ahdi, Kepala Divisi Psikiatri Nasional Society for Care of Children yang telah meneliti 500 narapidana. Dia memperoleh data bahwa mereka melakukan tindak kriminal pertama di usia 12-13 tahun. Simpulan penelitian itu menyatakan bahwa penyebab utama kejahatan mereka adalah kurang cinta dan kasih sayang keluarga pada masa kecil.

Artinya anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berkualitas akan menjadi pilar-pilar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga !

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image