Menahan untuk Tidak Mempunyai Anak : Solusi bagi Orang Miskin?
Edukasi | 2023-05-07 00:53:55Kemiskinan pada saat ini tidak hanya diartikan dengan kekurangan kebutuhan konsumsi saja melainkan sebagai suatu tembok yang membatasi akan kebahagiaan seseorang. Dengan seseorang yang terjerat suatu kemiskinan struktural dianggap tidak pantas untuk mendapatkan beberapa kebahagiaan, salah satunya dengan mempunyai anak. Mengapa bisa melarang hal tersebut? Padahal tidak semudah itu untuk bisa memutuskan tali kemiskinan jika tidak dibarengi dengan pengertian secara benar mengenai kemiskinan struktural itu sendiri.
Menurut Badan Pusat Statistik tingkat kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan. Dimana meningkat 0,03 persen terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen poin terhadap September 2021. Dan pada September 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,34 orang anggota rumah tangga. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kenaikan tipis tingkat kemiskinan di Indonesia yang mana kenaikan sedikitpun akan berdampak besar terhadap jalannya struktur perekonomian ini.
Kemiskinan struktural tidak hanya “pernah miskin” atau “pernah tidak punya uang” akan tetapi kemiskinan yang sudah membelenggu dari generasi ke generasi sebab kemiskinan struktural dapat mempengaruhi berbagai aspek dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya yang pada akhinya akan terus terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan yang tidak ada ujungnya. Sehingga untuk memutuskan tali kemiskinan tersebut dibutuhkan usaha yang sangat keras untuk bisa menyetarakan taraf kehidupan mereka. Kemiskinan struktural tidak hanya merupakan masalah individual saja melainkan termasuk permasalahan struktur sosial di suatu negara, hal tersebut dapat terjadi karena ketidakmerataan suatu fasilitas dan akses yang seharusnya bisa mengangkat orang-orang miskin untuk bisa keluar dari belenggu kemiskinan bukan “yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”.
Kemiskinan mempengaruhi banyak aspek kehidupan mulai dari akses pendidikan, akses kesehatan, sosiokultural dan masih banyak lagi. Ketika seseorang mendapatkan akses edukasi yang rendah akan mempengaruhi banyak aspek lainnya seperti literasi kesehatan rendah, kurangnya kemampuan dalam mengambil keputusan jangka panjang, tidak mempunyai kemampuan problem solving dan dapat menjalar ke berbagai aspek di kehidupan lainnya.
Dimana akhir-akhir ini terdapat kasus yang ramai diperbincangkan yaitu terdapat suatu keluarga yang mempunyai 5 anak tapi tidak mampu untuk membiayainya bahkan hanya untuk memberikan anak-anak mereka makanan yang layak, sehingga mereka senang ketika menerima bantuan sumbangan untuk anak mereka. Hal tersebut membuat netizen geram sebab ketika seseorang belum mempunyai kehidupan yang mapan dan stabil sudah seharusnya mereka sadar akan kemampuan diri dan tidak egois untuk mempunyai banyak anak yang bahkan bisa merugikan masa depan anak itu sendiri. Pada akhirnya anak-anak tersebutlah yang menjadi korban dalam keegoisan orang tuanya.
Ketika orang tua tidak mampu memberikan fasilitas pendidikan yang layak sedari awal, maka sulit anak tersebut untuk mampu bersaing dengan yang lainnya untuk meningkatkan taraf kehidupan mereka dan keluar dari tali kemiskinan, begitulah hal tersebut kembali berulang seperti lingkaran setan. Tapi tentu saja masih memungkinkan mereka akan sukses tapi dibutuhkan usaha yang keras melebihi dari yang lain karena start mereka tentu saja berbeda dengan orang-orang yang sudah berkecukupan sejak lahir. Karena itulah netizen beranggapan untuk tidak memperbolehkan orang yang belum berkecukupan untuk mempunyai anak terlebih dahulu.
Lantas apakah orang-orang yang miskin atau belum berkecukupan tidak boleh mempunyai anak? Tentu saja boleh, akan tetapi kedua orang tua harus sadar mengenai kemampuannya dalam memberikan semua kebutuhan anak mereka dengan layak. Nah, pemikiran tersebut pun tidak semua orang bisa mendapatkannya secara langsung karena rata-rata orang yang tidak mengecam pendidikan yang layak sulit untuk paham atas permasalahan tersebut.
BKKBN juga terus menggalakkan “2 anak lebih sehat” dengan penggunaan KB, akan tetapi masyarakat golongan menengah kebawah banyak yang masih mempunyai pemikiran bahwa mencegah datangnya karunia berupa anak dari Tuhan merupakan perbuatan dosa dengan diikuti dalil “semakin banyak anak, semakin banyak rezeki”. Tentu saja hal tersebut benar tetapi ketika mereka memiliki niat, komitmen dan kemampuan dalam membiayai kebutuhan anak mereka. Dan maksud perbanyak anak dalam hadis Rasulullah SAW tentu adalah anak-anak yang tumbuh sehat, terdidik, serta terbina agar menjadi generasi terbaik pada zamannya.
Pada akhirnya, kemiskinan struktural ini terdapat banyak dimensi yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain sehingga harus diatasi dari akarnya terlebih dahulu. Tidak semudah itu untuk memutus tali kemiskinan dengan hanya memberikan beberapa uang untuk mereka yang terjerat kemiskinan struktural. Dimana dibutuhkan tanggung jawab yang besar oleh pemerintah terhadap pemerataan pendistribusian fasilitas dan akses kepada orang-orang menengah kebawah untuk dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Dan tentu saja dibarengi dengan kesadaran diri setiap individu atas gentingnya permasalahan tersebut untuk generasi mereka kedepannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.