Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Romi Febriyanto Saputro

Menanti Teladan Membaca dari PNS

Pendidikan dan Literasi | Saturday, 06 May 2023, 20:31 WIB

Oleh : Romi Febriyanto Saputro, Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Membudayakan gemar membaca merupakan tugas wajib pemerintah. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ketiga, “Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Syarat pertama untuk menjadi bangsa yang cerdas adalah membaca. Membaca yang sudah menjadi budaya dan kebiasaan sehari-hari. Bukan membaca karena ada tugas makalah, skripsi, maupun tesis. Membaca karena cinta bukan karena intervensi dunia luar.

Dalam menunaikan aneka kewajiban, tugas sehari-hari pemerintah dilaksanakan oleh abdi negara dan abdi masyarakat yaitu PNS (Pegawai Negeri Sipil). PNS merupakan penggerak utama program dan kegiatan pemerintah agar bisa menggapai tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Inilah peran PNS yang sebenarnya, menjadi teladan untuk rakyat. Termasuk menjadi teladan membaca.

Ironisnya, potret PNS saat ini sangat memprihatinkan. Citra PNS berada pada titik nadir dalam pandangan masyarakat. Mulai etos kerja, disiplin, kinerja, sikap dan mental kerja. Republika, 22 Juli 2022 memberitakan bahwa Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan, sekitar 35 persen aparatur sipil negara (ASN) Indonesia tak punya kompetensi dan juga malas bekerja. Pekerja seperti itu biasanya disebut deadwood atau kayu mati. Pelaksana tugas (Plt) Kepala BKN Bima Haria Wibisana menjelaskan, ada empat tipe pekerja. Pertama, tipe star, yakni mereka yang kompetensinya tinggi dan performanya tinggi. Kedua, tipe workhorse alias kuda pekerja, yakni mereka yang punya kompetensi tinggi tetapi malas bekerja. Ketiga, tipe trainee yang merujuk kepada pekerja yang punya kompetensi rendah tapi mau belajar. Keempat, tipe deadwood, yakni mereka yang menjadi beban birokrasi karena bukan hanya tak punya kompetensi tetapi juga pemalas.

Untuk memperbaiki citra PNS, pemerintah perlu melakukan upaya, “memaksa” PNS membaca. Upaya pemaksaan ini bisa dilakukan mulai tahap rekrutmen PNS. Pilihlah pelamar CPNS yang memiliki latar belakang membaca yang baik. Untuk itu, perlu dilakukan tes untuk mengukur sejauh mana minat baca para pelamar CPNS.

Para pelamar yang sudah membaca ratusan buku itulah yang menjadi prioritas untuk diterima. Hal ini bisa dibuktikan dengan rekam jejak membaca seseorang yang ada di perpustakaan. Database peminjam buku di perpustakaan bisa dijadikan bukti untuk verifikasi kebenaran informasi jumlah buku yang pernah dibaca pelamar.

Mereka yang telah terbiasa membaca ribuan halaman buku tentu akan memancarkan aura yang berbeda dengan mereka yang baru menelusuri puluhan halaman buku. Pola pikir, kerja, dan sikap-mental seseorang akan sangat ditentukan oleh sejauh mana mata seseorang menelusuri lorong demi lorong halaman buku. Juga tergantung kekuatan olah pikir dalam menelaah isi buku.

Menurut penulis, inilah tes paling obyektif untuk melakukan rekrutmen CPNS. Mengapa ? Karena membaca merupakan modal pertama dan utama yang harus dimiliki oleh para pelamar CPNS untuk menggerakkan roda pemerintahan yang saat ini banyak menghadapi kendala. Reformasi birokrasi akan mudah tercapai jika birokrasi diisi oleh sumber daya manusia yang sudah berbudaya membaca. Bukan sumber daya manusia yang berbudaya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Bagi PNS yang sudah terlanjur diterima juga perlu dilakukan tes minat baca. Hal ini dilakukan dengan mewajibkan para abdi negara untuk membaca sejumlah buku yang dipinjam dari perpustakaan daerah sebagai syarat untuk kenaikan gaji berkala, pangkat dan jabatan. Bagi mereka yang belum memenuhi syarat ini akan menerima sanksi berupa penundaan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, dan penundaan kenaikan jabatan.

Saat ini PNS menduduki angka terendah dalam statistik peminjam buku di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Statistik Tahun 2012 menunjukkan kontribusi PNS dalam meminjam buku baru 6 %, pelajar SD (23 %), pelajar SMP (11 %), pelajar SMA(25 %), masyarakat umum (27 %), dan mahasiswa (8 %).

Upaya memaksa PNS membaca ini diharapkan dapat membuat abdi masyarakat ini terbiasa membaca. Dipaksa, terpaksa, biasa, dan menjadi budaya membaca dalam kehidupan sehari-hari. Membaca buku, membaca tugas pokok dan fungsi organisasi, membaca kebutuhan masyarakat, dan pada akhirnya membuat program/kegiatan yang bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat.

Internalisasi membaca dengan upaya memaksa tentu perlu diikuti dengan upaya internalisasi membaca yang lebih alami dan manusiawi. Seperti mewajibkan kegiatan bedah buku di setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Buku yang dibacakan dan dibedah adalah buku yang berkaitan dengan bidang tugas dan fungsi SKPD. Inisiatif, kreasi, dan inovasi dalam bekerja dapat mengambil inspirasi dari buku. Bukan berdasarkan rekaan dan data yang tidak jelas.

Jika para PNS sudah berbudaya membaca maka kebijakan, program, dan kegiatan yang dihasilkan oleh (SKPD) akan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Kesinambungan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program kerja akan lebih mudah tercapai. Selain itu, koordinasi lintas bidang juga lebih mudah diraih.

PNS yang berbudaya membaca diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat akan tergugah untuk mengikutinya. Masyarakat akan sangat tergugah untuk membaca manakala mereka melihat dengan mata kepala sendiri para PNS berduyun-duyun mengunjungi perpustakaan untuk meminjam buku dan membaca.

Promosi budaya baca akan lebih mudah ditiru oleh rakyat jika aparatur pemerintah terlebih dahulu memberi teladan yang baik. Sehingga impian Taufik Ismail dalam puisi “Kupu-kupu dalam buku” bisa terwujud :

Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bis dan ruang tunggu kereta api negeri ini buku dibaca,

di perpustakaan perguruan, kota dan desa buku dibaca,

di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image