Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Masalah Kelaikan Lift dan Komplikasi Regulasi

Info Terkini | 2023-05-06 12:46:07
Ilustrasi teknisi sedang melakukana perawatan rutin terhadap lift

Kasus tewasnya Asiah Shinta Dewi (43) karena terjatuh dari celah elevator atau lift di Bandara Internasional Kualanamu merupakan preseden buruk bagi keselamatan infrastruktur publik. Kelaikan fasilitas publik di bandara, termasuk lift, mencuatkan komplikasi terkait dengan regulasi.

Mestinya sertifikasi kelaikan lift menyatu dengan sistem perawatan oleh Otoritas Bandara Kementerian Perhubungan. Namun regulasi menyatakan bahwa Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator. Padahal personil pengawas dari Kemenaker sangat minim dan kurang menguasai teknis. Dilain pihak otoritas bandara melakukan outsourcing dalam pemeliharaan dan penanganan teknis fasilitas bandara seperti lift, eskalator dan lain-lain. Celakanya, pekerja outsourcing untuk menangani bandara tersebut sering berganti dan tentunya kurang memiliki keahlian dan keterampilan terkait dengan persoalan teknis yang mendasar terkait dengan sistem dan konstruksi lift.

PT Angkasa Pura mestinya menyadari adanya masalah krusial yang berpotensi mengundang bahaya akibat lemahnya regulasi pengawasan infrastruktur terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) oleh instansi lain. Oleh sebab itu dibutuhkan revisi regulasi atau setidaknya memperbaiki sinergi sistem organisasi pengelola bandara yang andal yang didukung SDM berkompetensi yang mampu mengimplementasikan berbagai regulasi penerbangan.

Kasus Asiah membuka mata kita perlunya Audit kinerja bandara yang dimulai dari internal dulu, yakni audit teknologi dan infrastruktur. Baru kemudian audit yang sesuai dengan ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Pada saat ini pengembangan sistem organisasi pengelola bandara di negeri ini terlihat stagnan. Padahal, telah banyak gugatan terkait dengan kelayakan berbagai bandara di Indonesia.

Prosedur audit bandara dengan ketentuan ICAO sebaiknya menjadi agenda penting otoritas bandara saat ini. Ketentuan diatas diadaptasi secara detail lewat Permenhub tentang sertifikasi operasi bandara. Harusnya sertifikasi bandara diberlakukan secara ketat. Dengan adanya proses audit terhadap bandara sesuai dengan ketentuan ICAO maka berbagai infrastruktur dan peralatan penerbangan di bandara dapat terjamin dengan baik.

Komplikasi regulasi terjadi sejak 2021, dimana kewenangan Otoritas Bandara (Otban) untuk mengawasi fasilitas publik di bandara, termasuk uji kelaikan lift, dicabut dan dialihkan kepada pihak lain. Ironisnya pihak lain tidak siap menerima tugas dan kewenangan tersebut. Sebelumnya, Otban rutin melakukan uji kelaikan lift sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 41 Tahun 2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otban. Permenhub Nomor PM 36 Tahun 2021 Tentang Standardisasi Fasilitas Bandara tidak lagi memberi kewenangan pengujian lift pada Otban. Pencabutan kewenangan uji lift dari Otban setelah berlakunya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator.

Lift atau elevator dan eskalator adalah hal yang umum digunakan di pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga tempat usaha. Elevator ini biasa orang-orang sebut dengan istilah lift. Untuk pengertiannya adalah pesawat angkat yang memiliki kemampuan untuk mengangkat beban kurang lebih hingga 500 orang / jam. Baik orang maupun muatan, naik dan turun. Sementara itu kalau eskalator memiliki pengertian yang berbeda. Jadi eskalator ini adalah sebuah pesawat angkat yang bisa memindahkan hingga 8000 orang / jam dan secara terus menerus. Lift membutuhkan biaya perawatan yang cukup besar.

Karena elevator dan eskalator ini merupakan infrastruktur publik yang banyak digunakan. Maka resiko kecelakaan harus dihindari dan faktor keselamatan menjadi nomor satu. Di Indonesia sendiri sudah banyak kecelakaan pada penggunaan elevator dan eskalator. Baik di mal maupun di gedung perkantoran. Bahkan kecelakaan yang terjadi karena kedua pesawat angkat ini bisa memakan korban jiwa. Secara teknis lift pada prinsipnya terdiri dari kabin dan konstruksinya, motor listrik dan sistem kabel atau tali baja untuk menarik kabin, serta sistem elektronik yang mengatur pintu kabin. Serta alat komunikasi dan CCTV di dalam kabin.

Perpaduan antara teknologi roda bergigi dan motor listrik pada akhir abad ke-19 dalam mesin elevator memungkinkan pembangunan gedung-gedung tinggi di berbagai kota di seluruh dunia.Elevator diyakini sebagai kunci awal pembangunan gedung-gedung pencakar langit. Pengembangan teknologi elevator terus dilakukan, selain desain dan mesinnya, keselamatan di dalam elevator menjadi fokus utama setiap produsen dalam memproduksi mesin pengangkut tersebut.Penggunaan tali pada elevator pun mulai digantikan dengan teknologi elektromagnetik. Pergerakannya pun kini sudah diatur menggunakan komputer dengan sistem pengendali yang kompleks.

Sebenarnya kecelakaan lift dapat dicegah jika pihak pengelola gedung melakukan riksa uji elevator dan eskalator berkala. Tidak cukup hanya dilakukan satu kali saja. Apalagi elevator dan eskalator ini digunakan setiap harinya. Jadi memang riksa uji benar-benar vital untuk dilakukan.

Landasan Hukum terkait penggunaan lift adalah Undang Undang Nomor 1 Tahun 1970 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 2017 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang. Sesuai dengan perkembangan zaman regulasi diatas perlu direvisi demi keselamatan umum.

Sejarah mencatat penemuan elevator terjadi pada tahun 1853, ketika alat itu terbukti aman untuk mengangkut manusia. Elisha Graves Otis menciptakan inovasi yang sangat luar biasa pada era itu, pada desain elevatornya. Ia merancang sistem keamanan pada elevator ciptaannya. Jika proses pengangkatan mengalami kegagalan dan kompartemennya terlepas, elevator akan secara otomatis berhenti sebelum terbentur ke dasar lubang elevator.

Elevator Otis tersebut pertama kali dipasang di sebuah toko, E.V. Haughwout, di New York City. Elevator Otis itu digerakan menggunakan tenaga uap, yang saat itu memang lebih cocok untuk digunakan. Kemudian pada 1867, Leon Seydoux berhasil menciptakan dan memproduksi elevator yang digerakkan dengan daya hidrolik. Sepuluh tahun setelah Elisha Graves Otis menciptakan desain elevatornya, putranya, Charles Otis, melanjutkan pengembangan elevator Otis dengan mendirikan perusahaan Otis Brothers and Company di Yonkers, New York. Perusahaan itu berhasil mengembangkan dan memproduksi elevator dalam jumlah yang banyak untuk digunakan gedung-gedung pencakar langit di Amerika Serikat.

# Totok Siswantara , pengkaji transformasi teknologi dan infrastruktur .

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image