Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ZAKIYA NUR RAHMA FADILA

Tantangan Profesi Bidan di Masa Sekarang

Pendidikan dan Literasi | Friday, 05 May 2023, 22:39 WIB

Menjadi seorang bidan merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Namun apakah kamu tahu berapa gaji seorang bidan ?. Berdasarkan beberapa sumber, umumnya gaji bidan yang bekerja di lembaga medis swasta lebih tinggi dari bidan yang bekerja di lembaga medis milik pemerintah. Namun, kisarannya kurang lebih gak beda jauh, dari Rp1,8 juta hingga Rp5 juta untuk bidan pemula. Itu belum termasuk tunjangan atau bonus yang akan bidan terima, misalnya bonus operasi, uang makan dan transportasi dan sebagainya.

astralife.co.id

Kenapa rentang gaji bidan sangat jauh dari Rp1,8 juta hingga nyaris 3 kali lipatnya, yaitu Rp5 juta? Hal ini karena besaran gaji minimal setiap daerah di Indonesia berbeda-beda. Upah Minimum Provinsi (UMP) di DKI Jakarta pada 2022 mencapai Rp4.453.935, tertinggi di Indonesia. Sementara, UMP terendah di Indonesia pada 2022 adalah Provinsi Jawa Tengah yang hanya Rp 1.813.011. Ini belum menghitung Upah Minimum Regional dalam setiap provinsi yang juga berbeda-beda.

Peran seorang bidan yaitu memberikan perawatan prenatal atau sebelum persalinan,memerikasa kondisi fisik ibu selama masa kehamilan,saat persalinan dan setelah melahirkan,mendampingi ibu dan menangani secara langsung persalinan per vaginal, mengidentifikasi kemungkinan terjadinya komplikasi dari persalinan, memantau kondisi janin selama proses persalinan serta memberikan saran medis pada ibu hamil jika sewaktu-waktu diperlukan.

Ranah seorang bidan semakin lama semakin sempit jika banyak dari tenaga medis lain melakukan hal yang seharusnya dilakukan seorang bidan. Di Indonesia, angka persalinan sectio caesarea menunjukkan kecenderungan yang sama. Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean section adalah salah satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi melalui sayatan pada abdomen/ laparotomi dan uterus/ histerotomi.

Hasil SDKI pada tahun 1991 sampai tahun 2007 mencatat angka persalinan sectio caesarea yang meningkat secara signifikan. Tahun 1991, jumlah persalinan sectio caesarea adalah 1,3%, meningkat menjadi 4,1% pada tahun 2003 dan 6,8% pada tahun 2007. Salah satu penyebab peningkatan angka persalinan sectio caesarea adalah medikalisasi persalinan. Penggunaan antibiotik, penemuan alat canggih seperti fetal monitoring, ultra sonography (USG), perubahan skill tenaga kesehatan menyebabkan proses kelahiran yang dahulu alamiah lebih didominasi dan dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat medis sehingga terjadi pergeseran pola pelayanan kesehatan dalam proses persalinan.

Seiring kemajuan zaman, timbul kekhawatiran tentang persalinan sectio caesarea yang semula dilakukan atas indikasi medis, tetapi pada kenyataannya dilakukan tanpa indikasi medis. Hasil studi di beberapa rumah sakit di China dan Taiwan menunjukkan peningkatan angka persalinan sectio caesarea yang mencapai angka 70%. Para calon ibu tersebut melakukan persalinan sectio caesarea bukan karena bayi berisiko, tetapi hanya karena ingin mendapatkan jam atau hari kelahiran tertentu. Beberapa alasan nonmedis lain adalah faktor kenyamanan dokter. Proses persalinan sectio caesarea dianggap oleh dokter ahli kebidanan dan kandungan lebih singkat. Selain itu, terdapat beberapa wanita yang meminta persalinan sectio caesarea karena tidak ingin mengalami nyeri pada persalinan normal. Alasan lain adalah anggapan bahwa persalinan sectio caesarea lebih aman untuk ibu dan bayi dibandingkan dengan persalinan normal dan hal ini semakin dianggap umum di seluruh dunia.

Sebagai seorang bidan meskipun mengalami realita yang tidak semestinya harus tetap menjunjung tinggi kemerdekaan profesi. Profesi kesehatan memili tantangan tersendiri apalagi seorang bidan yang harus menyelamatkan dua manusia dalam satu waktu. Dengan semakin menyempitnya ranah seorang bidan maka semakin banyak generasi muda yang enggan untuk memilih menjadi profesi ini. Apalagi realitas dilapangan yang tidak sesuai dengan harapan. Pemerintah harus ikut andil dalam permasalahan ini. Tidak hanya profesi bidan saja yang memiliki gaji dibawah gaji profesi lainnya tetapi hampir semua profesi kesehatan mengalami hal yang sama.

Kurangnya apresiasi terhadap jasa seorang bidan padahal profesi ini membutuhkan skill yang tinggi dan tingkat kesalahan yang minimal. Factor yang mempengaruhi mengapa teknologi di bidang kesehatan Indonesia tidak berkembang adalah karena para masyarakatnya saja yang tidak memiliki kesadaran dalam membuat asuransi kesehatan. Mereka menganggap hal tersebut tidak ada gunanya. Hanya mau membayar ketika sudah sakit.

Meski bidan memiliki segudang permasalahan tetapi profesi ini memiliki tujuan besar untuk menumpas kematian ibu dan bayi. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bergandeng tangan bersama Ikatan Bidan di seluruh Indonesia terutama bidan yang berada di desa untuk menurunkan dan menekan Angka Kematian Ibu saat melahirkan. Bidan sangat berperan penting bagi lingkungan di masyarakat untuk memberikan pengetahuan seputar kesehatan, kehamilan dan juga janin pada ibu yang sedang mengandung. Untuk mendukung program profesi bidan ini pemerintah harus ikut andil peran didalamnya. Pemerintah harus terus melakukan perbaikan terhadap fasilitas layanan kesehatan dan juga upaya dalam mengapresiasi profesi tenaga kesehatan.

Dikutip dari CEOWORLD magazine Health Care Index 2021 menempatkan Indonesia ke peringkat 52 dalam rangking sistem kesehatan global dari 89 yang disurvei. Indonesia kalah jauh dengan negara tetangga di ASEAN seperti Thailand (13), Singapura (24), atau Malaysia (34). Ini artinya kualitas kesehatan Indonesia masih kalah dengan negara Asia yang lain. Pemerintah selain meningkatkan infrastruktur harus juga memperhatikan peningkatan kualitas kesehatan di Indonesia yang masih tertinggal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image