Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Viera Ardiansyah

Fenomena Thirfting, Baik atau Buruk?

Gaya Hidup | Friday, 05 May 2023, 17:42 WIB
Salah satu toko thrift di Kota Malang (Viera Ardiansyah)

Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan tampil menarik di depan umum merupakan sesuatu yang sangat krusial. Salah satu cara tampil menarik di depan umum adalah melalui pakaian. Pakaian yang dimaksud dalam hal ini tidak selalu pakaian yang mahal, melainkan pakaian yang sesuai dengan perkembangan jaman, unik serta mewakili kepribadian diri. Dengan begitu, seseorang akan lebih percaya diri untuk tampil di depan umum.

Kebutuhan akan pakaian di masa modern ini menjadikan semua industri produksi tekstil berlomba–lomba untuk menghasilkan produk yang menarik, berkualitas, serta yang terpenting harganya terjangkau. Namun, tidak semua industri produksi tekstil dapat menciptakan produk pakaian yang terjangkau. Hal ini dikarenakan bahan baku yang mahal, alat – alat produksi yang membutuhkan perawatan, serta biaya gaji karyawan. Dengan kenyataan tersebut, banyak konsumen berfikir bagaiamana cara mendapatkan pakaian yang berkualitas namun dengan harga yang murah. Salah satunya adalah dengan Thrifting.

Dilansir dari celebrities.id, arti Thrifting sendiri sebenarnya merupakan sebuah aktivitas seseorang yang dilakukan dengan cara berbelanja produk baju branded bekas layak pakai dengan membandrol harga yang sangat murah. Namun seiring dengan perkembangannya, Thrifting tidak hanya ditujukan untuk membeli baju branded dengan harga yang murah, melainkan juga baju – baju bekas serta perintilan – perintilan lain yang masih layak pakai. Namun, Thrifting ini sebenarnya baik atau justru buruk?

Kelebihan Thrifting

1. Mendapatkan pakaian bagus dengan harga murah

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi barang – barang thrift dibanderol dengan harga yang murah, yang secara tidak langsung konsumen bisa mendapatkan pakaian dengan jumlah yang banyak dengan harga yang cukup murah. Hal ini dapat meminimkan pengeluaran konsumen, sehingga uang dapat dialihkan ke kebutuhan lain atau ditabung.

2. Turut serta dalam pelestarian lingkungan

Dengan menggunakan kembali pakaian bekas, secara tidak langsung kita turut serta dalam upaya peestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena limbah tekstil menjadi salah satu penyumbang terbesar terjadinya pencemaran lingkungan, diantaranya adalah pencemaran air.

3. Menemukan barang yang unik dan berbeda

Kadangkala, ketika kita teliti memilah dan memilih barang thrifting, kita dapat menemukan barang unik, misalnya saja barang yang sudah tidak dijual di pasaran. Pasalnya, banyak pakaian thrift yang dijual memiliki model yang berbeda dengan yang lain.

Kekurangan Thrifting

Dibalik semua kelebihannya, ternyata membeli pakaian bekas memiliki sejumlah kekurangan, diantaranya :

1. Memiliki resiko penyakit menular

Barang – barang yang dijual tentu merupakan barang yang bekas dipakai orang yang tidak kita ketahui identitasnya. Yang menakutkan, apabila orang sebelumnya menderita penyakit yang dapat menular ke kita. Namun, kita dapat mengantispiasi hal tersebut dengan merendam air panas dan mencuci pakaiannya sebelum dipakai.

2. Tidak sesuai dengan keinginan

Kita tidak tahu dengan pasti barang apa yang dijual di tempat thrift, kadangkala kita tidak dapat menemukan pakaian yang kita cari. Berbeda dengan toko pakaian baru, toko thrift tidak menyediakan ukuran yang bervariasi. Pada umumnya, toko thrift hanya menyediakan pakaian dengan satu ukuran.

3. Kondisi pakaian yang tidak layak pakai

Karena barang yang dijual merupakana bekas pakai orang lain, sudah pasti barang yang kita dapatkan tidak sebagus ketika membeli yang baru. Oleh karena itu, kita harus memilah dan memilih pakaian mana yang masih layak kita pakai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image