Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Romi Febriyanto Saputro

Gurindam Dua Belas dan Literasi Melawan Hoaks

Pendidikan dan Literasi | 2023-05-04 08:51:03
Foto Tangkapan Layar Google 5 November 2022

Oleh : Romi Febriyanto Saputro, Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen

Hoaks atau berita bohong seolah sudah menjadi tradisi yang menyebar melalui berbagai media sosial. Menurut data Kementerian Kominfo ada tiga tipe penyebar berita bohong. Tipe pertama adalah orang yang polos, tulus, dan lugu. Orang dengan tipe seperti ini menganggap bahwa semua informasi di internet adalah seratus persen benar. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan klarifikasi di Google karena mereka memang cenderung gagap teknologi. Secara umum mereka adalah orang-orang yang baik hati sehingga dengan tulus ikhlas menyebarkan informasi tanpa dikaji terlebih dahulu. Tipe pertama ini adalah orang yang tidak tahu bahwa berita yang dia sebar adalah bohong.

Tipe kedua adalah orang yang tahu bahwa itu hoaks namun tetap menyebarkan karena hoaks tersebut sesuai dengan keyakinan dan pilihan politik yang dianut. Tipe kedua ini paling banyak dijumpai di Indonesia terutama ketika tahun politik tiba. Tipe ketiga adalah orang yang tahu itu hoax tapi tetap disebarkan karena bernilai uang. Ada clickbite. Ada sekitar 800.000 situs penyebar hoaks di Indonesia. Semakin banyak orang yang melakukan klik di website mereka semakin banyak pundi-pundi dollar yang mengalir ke kantong mereka.

Hoaks harus dilawan dan masyarakat yang menjadi korban informasi hoaks harus diobati. Obat mujarab adalah dengan mengenalkan literasi kepada masyarakat. Membiasakan membaca, menelaah, mengkaji, dan berpikir kritis adalah tradisi yang harus selalu dihidupkan untuk melawan hoaks. Negeri ini adalah negeri yang kaya dengan tradisi literasi informasi. Terbukti ada 1.331 suku bangsa dengan kearifan lokal yang dulu menjadi warna dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu kekayaan kearifan lokal itu adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Menurut situs rajaalihaji.com, Gurindam Dua Belas ditulis sekitar tahun 1846-1847 oleh pujangga besar Melayu, Raja Ali Haji. Gurindam Dua Belas merupakan salah satu karya monumental Raja Ali Haji. Disebut monumental, karena walaupun ditulis sekitar dua abad yang lalu, kedalaman makna, keindahan bunyi, serta kandungan isinya masih relevan hingga saat ini. Tulisan asli karya sastra ini menggunakan huruf Arab. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1854 dalam majalah Tijdschift van het Bataviaash. Gurindam Dua Belas diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netscher.

Ani Rakhmawati dan Yant Mujiyanto (2018) menulis bahwa Raja Ali Haji dilahirkan di Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 1809. Beliau wafat pada tahun 1873. Darah kepenulisannya mengalir dari ayahandanya, Raja Ahmad, yang bergelar Engku Haji Tua, dari Kesultanan Melayu Johor Riau Lingga Pahang. Ayah Raja Ali Haji adalah ilmuwan penulis 4 judul buku ilmiah yang juga menjadi penasihat Raja. Raja Ali Haji mempunyai banyak keahlian, selain seorang ilmuwan, beliau juga seorang ahli agama, pujangga, dan penulis sejumlah 12 judul buku. Selain sebagai penyair, Raja Ali Haji adalah pelopor dan peletak dasar ilmu bahasa Melayu. Lingkungan keluarga dan pergaulan dengan ilmuwan bangsa Eropa mewarnai karya-karya beliau di berbagai bidang.

Gurindam termasuk salah satu bentuk puisi lama. Menurut Raja Ali Haji, Gurindam adalah perkataan bersajak pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan sahaja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarah dan sajak yang kedua itu seperti jawab. Sementara disebut Gurindam Duabelas karena gurindam ini terdiri dari duabelas pasal.

Bait nasehat untuk melawan hoaks termaktub dalam beberapa pasal, pertama, pasal 3 yang berbunyi “Apabila terpelihara kuping, khabar yang jahat tiadaiah damping. Apabila terpelihara lidah, niscaya dapat daripadanya paedah”. Telinga dan lidah adalah dua panca indera yang wajib dipelihara dengan baik dalam menyampaikan informasi. Telinga diciptakan Tuhan agar manusia mau mendengar informasi kebaikan dan mengabaikan informasi keburukan. Lidah diciptakan Tuhan dengan maksud untuk mengucapkan informasi yang benar bukan informasi bohong.

Kedua, pasal 4 yang berbunyi “Mengumpat dan memuji hendaklah pikir, di situlah banyak orang yang tergelincir. Jika sedikitpun berbuat bohong, boleh diumpamakan mulutnya itu pekung. Barang siapa perkataan kotor, mulutnya itu umpama ketur”. Kritik maupun pujian kepada pihak tertentu harus memiliki landasan akal dan pikiran. Tidak asal mengkritik dan tidak pula asal memuji, semua harus dipikirkan secara mendalam terlebih dahulu. Kritik dan pujian kepada pihak tertentu tidak boleh mengandung unsur kebohongan sedikit pun.

Ketiga, pasal 5 yang berbunyi “Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu. Jika hendak mengenal orang yang berakal, di dalam dunia mengambil bekal. Jika hendak mengenal orang yang baik perangai, lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai”. Ilmu pengetahuan adalah kekuatan untuk menghasilkan informasi yang bermutu. Orang yang berilmu selalu belajar dan belajar lagi untuk meraih kebahagiaan negeri akhirat. Tidak ada waktu baginya untuk membuat dan menyebarkan berita bohong di media sosial. Aktivitas seseorang di media sosial adalah cerminan dari kepribadian yang luhur atau tercela.

Keempat, pasal 7. Bunyi baitnya adalah “ Apabila banyak berkata-kata, di situlah jalan masuk dusta. Apabila banyak mencela orang, itulah tanda dirinya kurang. Apabila mendengar akan khabar, menerimanya itu hendaklah sabar”. Banyak membagi informasi di media sosial memang perbuatan baik tetapi akan lebih baik lagi hanya informasi yang sudah dicek kebenarannya. Kemampuan berbagi informasi harus diiringi dengan kemampuan mengklarifikasi informasi. Setiap informasi harus diterima dengan sikap sabar dalam mengkaji kebenarannya. Tidak tergesa-gesa dalam membagikan sebelum selesai membaca. Bukan sekedar membaca angka dan huruf melainkan membaca makna yang tersembunyi dibalik angka dan huruf.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image