Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image NINA HUSNA

Permasalahan Pembelajaran Online Pasca Pandemi Covid-19

Eduaksi | Thursday, 04 May 2023, 08:13 WIB

Semua negara yang terdampak virus berupaya melaksakan layanan pendidkan sesuai tujuan pendidikan. Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan nyata yang harus segera dicarikan solusinya: (1) ketimpangan teknologi antara sekolah di kota besar dan daerah, (2) keterbatasan kompetensi guru dalam pemanfaatan aplikasi pembelajaran, (3) keterbatasan sumberdaya untuk pemanfaatan teknologi Pendidikan seperti internet dan kuota, (4) relasi guru-murid-orang tua dalam pembelajaran daring yang belum integral.(Warsito dkk., 2022)

ilustrasi pembelajaran secara online (sumber: https://pixabay.com/id/)

Guru di beberapa sekolah mengakui bahwa pembelajaran daring kurang efektif dibandingkan pengajaran tatap muka karena sejumlah alasan, antara lain:

Pertama, tidak semua siswa dapat memahami materi yang disajikan dengan berani. Materi disajikan dalam bentuk e-book bab demi bab, presentasi PowerPoint, dan video pembelajaran sesuai dengan format penyajiannya. Meskipun siswa memahami materi, itu tidak komprehensif. Mereka memahami atas dasar interpretasi atau perspektif mereka sendiri. Ini terbukti dari pengalaman di lapangan; Banyak pihak yang dengan berani meminta tambahan penjelasan materi melalui chat whatsapp atau telepon langsung ke instruktur. Berdasarkan pendapat penulis dan pengalaman mengajar yang daring, tampaknya sistem ini hanya efektif untuk pemberian pekerjaan rumah dan kuis. Artinya, ketika siswa diberikan tugas atau kuis dalam suatu pertemuan, mereka memiliki kegigihan untuk mempelajari bahan ajar aplikasi tersebut atau mencari sumber lain, sehingga timbul “kecemasan” jika tugas atau kuis tersebut tidak selesai. Uniknya jika pengajar memposting materi yang tidak disambung dengan tugas, hanya diminta untuk fokus padanya, maka ceritanya akan unik;(Asmuni, 2020)

Kedua, penggunaan teknologi oleh guru dalam pembelajaran yang berani terbatas. Tidak semua pendidik dapat mengoperasikan PC atau alat untuk membantu latihan pembelajaran, baik secara dekat maupun pribadi, terutama dalam pembelajaran berani. Meski terbatas dalam hal kompresi, ada guru yang mampu menggunakan komputer. Mereka tidak dapat menggunakan berbagai aplikasi pembelajaran, membuat media dan video pembelajaran sendiri, atau mengakses sumber daya lain yang terhubung dengan jaringan internet. Tak perlu dikatakan bahwa beberapa pendidik mampu menguasai TI secara keseluruhan, memungkinkan mereka membuat video instruksional yang menarik dan menjadi bintang YouTube; Ketiga, ketidakmampuan guru untuk melakukan kontrol selama pembelajaran daring. Hal ini salah satunya karena aplikasi yang digunakan tidak menyediakan menu forum percakapan untuk mencari tahu atau bertanya tentang materi. Kalaupun ada menu seperti ini, banyak siswa yang tidak menggunakannya dengan benar. Alasan lainnya adalah siswa mengisi daftar hadir di awal pembelajaran, setelah itu berhenti aktif dan melakukan kegiatan lain di luar pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Namun, tidak dapat disangkal bahwa banyak siswa yang tetap terlibat penuh hingga pembelajaran selesai, sementara yang lain tetap terlibat sebagian.

Buku Pengalaman Mengajar yang Baik di Masa Pandemi Covid-19 dalam Peta Bahasa Indonesia mengidentifikasi kesulitan siswa dalam pembelajaran daring berdasarkan faktor siswa, antara lain sebagai berikut:

Pertama, meskipun memiliki akses komputer, handphone/gadget, dan jaringan internet, siswa kurang terlibat dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran dengan berani. Manajemen BDR sering mengalami kurangnya kesadaran tentang pentingnya tugas keaksaraan dan tugas pengumpulan portofolio. Tugas yang seharusnya diserahkan dalam seminggu sering diperpanjang menjadi dua minggu.

Kedua, meskipun siswa memiliki smartphone atau perangkat seluler lainnya, itu adalah milik orang tua mereka. Mereka harus menggunakan orang tua mereka secara bergiliran jika belajar sulit, dan mereka harus bergiliran ketika orang tua mereka pulang kerja. Beberapa orang pulang ke rumah pada siang hari, sore hari, atau bahkan malam hari. Sementara itu, sebagai aturan, rencana pembelajaran di sekolah diselesaikan dari pagi hingga sore hari. Ketiga, banyak siswa yang tinggal di daerah tanpa akses internet. Mereka tidak dapat menerima tugas yang diserahkan oleh guru melalui WhatsApp atau online. Keempat, mengingat perjalanan BDR sudah berlangsung kurang lebih enam bulan, mulai pertengahan Maret 2020, beberapa mahasiswa mengaku keterlambatan BDR yang berlebihan membuat mereka malas dan bosan. Ternyata keadaan sekitar orang tua siswa juga berdampak pada pelaksanaan BDR, seperti status sosial ekonomi mereka. Selama BDR, mereka kebanyakan bekerja di luar rumah, baik untuk pemerintah, swasta, maupun sebagai kontraktor mandiri. Akibatnya, mereka nyaris tidak bisa mengawasi dan mendampingi anaknya belajar, apalagi mengarahkan dan membantu mereka mengatasi tantangan yang dihadapi. Namun, beberapa orang mengeluh bahwa pendidikan online menimbulkan biaya. Meski dijadwalkan dengan sistem blok/shift, mereka berharap pemerintah segera mengubah kebijakannya menjadi pembelajaran tatap muka seperti biasa. Penguasaan IT yang meningkat, pengawasan orang tua yang intensif, dan pemberian tugas secara manual adalah cara-cara untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image