Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anidah

Ciki Ngebul dan Tanggung Jawab Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)

Sekolah | Monday, 01 May 2023, 11:35 WIB

Anak dan jajanan, dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Di lingkungan rumah maupun sekolah, anak-anak kerap kali mengonsumsi jajanan meski sudah menyantap makanan di rumah. Belakangan marak terjadi kasus keracunan jajanan Ciki Ngebul (ice smoke) di beberapa daerah. Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) per 11 Januari 2023, total terdapat 10 kasus keracunan akibat konsumsi ciki ngebul dari pertengahan 2022, yang kebanyakan terjadi di lingkungan sekolah.

Para korban keracunan yang rata-rata berusia anak dilaporkan mengalami sejumlah gejala seperti, mual, muntah dan sakit perut. Satu kasus bahkan menyebabkan luka bakar dingin (cold burn) (www.cnnindonesia.com, 13/01/23). Kemenkes pun telah menyatakannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) di provinsi Jawa Barat. Banyak yang mempertanyaan pihak mana yang seharusnya bertanggungjawab?

PJAS dan KLB Keracunan Pangan (KP)

Lingkungan sekolah menjadi tempat jajan yang cukup ramai dengan beragam jajanan. Hampir dapat dipastikan anak sekolah mengonsumsi jajanan di sekolah setiap harinya, sehingga tingkat paparan anak terhadap jajanan sekolah sangat tinggi. Oleh karena itu keamanan Pangan Jajanan Anak sekolah (PJAS) perlu mendapat perhatian.

PJAS merupakan pangan jajanan yang ditemukan di lingkungan sekolah dan menjadi konsumsi harian anak sekolah. Bentuknya beragam dapat berupa minuman, makanan siap saji, maupun makanan kemasan. Biasanya anak-anak mengonsumsinya ketika jam istirahat dan pulang sekolah. Keamanan PJAS saat ini masih cukup rendah, kasus keracunan nitrogen cair pada ciki ngebul hanyalah sebagian yang mengancam kesehatan anak-anak.

Berdasarkan analisis risiko, BPOM telah menjadikan PJAS sebagai salah satu objek targeted sampling untuk pengujian laboratorium. Selain dalam upaya pengawasan keamanan dan mutunya, alasan pemilihan PJAS sebagai prioritas pengujian karena diduga sering kali tidak memenuhi syarat atau ketentuan yang berlaku. Cemaran mikrobiologi, penggunaan pewarna tekstil, dan formalin sebagai pengawet kerap ditemuan pada pengawasan post-market.

Sepanjang tahun 2019-2021 jajanan kerap menjadi sumber KLB KP ketiga tertinggi setelah pangan rumah tangga, dan Sekolah Dasar menjadi tempat kejadian KLB KP tertinggi kedua pada 2019 (BPOM, 2021). Peraturan Pemerintah (PP) No. 86 Tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan, mendefinisikan KLB KP sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi pangan tersebut terbukti sebagai sumber penularan. Banyaknya kasus keracunan jajanan di duga akibat proses produksi, pengemasan, dan penyajian yang tidak higienis. Hal tersebut terbukti dari agen penyebab KLB KP yang didominasi oleh mikroba, selain juga karena cemaran kimia dari pewarna makanan ilegal.

Pengawasan Keamanan & Mutu PJAS

Keamanan pangan adalah tanggung jawab semua pihak, Pemerintah, produsen, hingga konsumen. Seyogyanya setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan memiliki kewajiban untuk menjamin mutu dan keamanannya. Pedagang PJAS dalam hal ini merupakan mata rantai terakhir sampainya produk pangan berupa jajanan ke konsumen anak. Bukan rahasia lagi banyak pedagang yang sekaligus juga produsen secara sengaja maupun tidak, mengabaikan kaidah-kaidah keamanan pangan. Seperti penggunaan bahan baku yang tidak berkualitas, proses produksi yang tidak higienis, dan penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak sesuai aturan. Semua itu sangat merugikan konsumen dalam hal ini anak-anak. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu PJAS menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi karena konsumsi PJAS yang tidak aman secara dalam jangka panjang akan berdampak negatif bagi kesehatan anak.

Pengawasan mutu dan keamanan pangan sebenarnya telah diatur dalam PP No. 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Pengaturan tersebut bergantung kepada jenis pangan yang diproduksi. Mengacu pada buku Pedoman PJAS Untuk Pencapaian Gizi Seimbang (BPOM, 2013), ragam PJAS yang banyak beredar dapat dikelompokan menjadi 4 jenis;

1) Makanan utama/sepinggan sering dikenal dengan istilah “makanan berat” karena mengeyangkan. Contohnya mie ayam, bakso, bubur, nasi goreng , dan lain sebagainya.

2) Camilan/snack, terdapat dalam bentuk camilan basah seperti gorengan, lemper, kue lapis, donat, jelly, dan camilan kering seperti brondong jagung, keripik, biscuit, kue kering dan permen.

3) Minuman, dibedakan menjadi kelompok minuman kemasan seperti minuman yang telah melewati proses tertentu kemudian dikemas di pabrik, dan minuman yang disajikan dalam gelas seperti es teh manis, es buah, es doger dan lain sebagainya.

4) Jajanan buah, dapat berupa buah utuh atau buah yang sudah dikupas dan dipotong.

Keempat jenis PJAS tersebut terdiri dari Pangan Segar, Pangan Olahan, dan Pangan Siap Saji. Pangan Segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Jajanan buah merupakan contoh pangan segar.

Pangan Olahan didefinisikan sebagai makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. PJAS yang terkategori pangan olahan adalah camilan kering dan minuman kemasan. Sedangkan Pangan Siap Saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha. Makanan sepinggan, camilan basah dan minuman yang disajikan dalam gelas merupakan PJAS yang terkategori pangan siap saji dan paling banyak ditemui di sekolah.

Pada dasarnya pangan olahan wajib memiliki izin edar, yang diterbitkan oleh BPOM atau berupa Sertifikat Pemenuhan Komitmen Industri Pangan Produksi rumah Tangga (SPP-IRT) yang dinilai oleh Dinas Kesehatan setempat. Keduanya dibedakan berdasarkan lokasi, cara produksi, jenis pangan, dan aspek pemenuhannya. Sebagai contoh biskuit kemasan yang diproses dengan teknologi otomatis wajib memiliki izin edar BPOM, sedangkan keripik singkong atau hasil olahan umbi/buah lainnya yang diproses manual atau semi otomatis cukup dengan SPP-PIRT. Pangan yang telah mengantongi izin edar dapat dijamin keamanannya, karena produsen diwajibkan memenuhi persyaratan tertentu sebelum pangan diedarkan. Inspeksi rutin sarana produksi juga dilakukan untuk menjamin semua persyaratan tetap dipenuhi selama produksi berlangsung.

Adapun buah potong dan pangan siap saji, merupakan dua kategori pangan yang dikecualikan dari kewajiban memiliki izin edar, atau tidak memerlukan izin edar untuk diperjualbelikan. Namun bukan berarti peredarannya tidak diawasi, karena faktanya kasus keracunan jajanan banyak bersumber dari pangan siap saji. Dinas kesehatan memiliki kewenangan dalam melakukan pembinaan terhadap produsen dan pedagang pangan siap saji. Sanksi tegas akan diberlakukan kepada para produsen pangan yang nakal.

Keamanan PJAS juga telah mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat melalui Aksi Nasional PJAS yang dimulai pada 2011-2014, dan dilanjutkan dengan Intervensi Keamanan PJAS yang merupakan salah satu program strategis terkait peningkatan kualitas SDM generasi penerus bangsa, sebagai bagian dari program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Meliputi program bimbingan teknis untuk kader keamanan pangan sekolah dan monitoringnya, pemberian produk informasi keamanan PJAS, hingga sertifikasi sekolah dengan PJAS aman. Persentase program dilaporkan melampaui target pada 2021. Sebanyak 1362 sekolah telah terintervensi pada kegiatan sekolah dengan PJAS aman, dari 1330 sekolah yang menjadi target (BPOM, 2021).

Jika demikian lalu mengapa masih kerap terjadi kasus keracunan pangan khususnya pada PJAS? Kasus ciki ngebul seakan mengingatkan kita akan selalu ada celah bagi pelanggaran maupun kelalaian terhadap keamanan pangan.

Terdapat 2 celah yang memungkinkan terjadinya keracunan jajanan. Pertama, produsen dan sekaligus pedagang jajanan pangan siap saji seringkali merupakan pedagang baru yang belum terdata dan mendapat pembinaan. Banyak dari mereka merupakan korban pemutusan hubungan kerja yang berusaha mencari nafkah dengan berjualan makanan jajanan berbekal modal seadanya. Untuk menarik minat anak-anak terkadang mereka menduplikasi jajanan yang sedang trend diperjualbelikan di Mall besar dengan standar seadanya. Keterbatasan modal dan minimnya pengetahuan keamanan pangan, berakibat pada rendahnya standar mutu dan keamanan pangan dapat menjadi celah terjadinya keracunan jajanan. Dalam hal ini Dinkes perlu lebih proaktif melakukan pendataan dan pembinaan pedagang PJAS.

Kedua, perilaku konsumen anak yang masih belum matang. Tak dapat dipungkiri perilaku konsumen juga berpengaruh terhadap terjadinya keracunan pangan. Kurangnya pengetahuan keamanan pangan mengakibatkan kelalaian dalam memilih dan mengonsumsi jajanan. Pada kasus PJAS di mana konsumennya adalah anak, mereka masih mudah terpengaruh oleh trend yang sedang ramai. Ciki ngebul adalah jajanan kekinian yang tengah nge-trend dan banyak disukai anak-anak. Penggunaan nitrogen cair pada ciki ngebul yang menghasilkan efek dingin seketika dan asap putih menjadi sensasi menarik bagi mereka. Sayangnya penggunaan nitrogen cair pada produk pangan yang tidak sesuai SOP dan tanpa disertai edukasi terhadap konsumen dapat membahayakan. Terjadinya keracunan ciki ngebul diduga karena banyaknya uap nitrogen yang masuk ke paru-paru karena dikonsumsi pada saat uap nitrogen belum sepenuhnya menguap. Pada kasus yang lain keracunan diakibatkan tertelannya cairan nitrogen secara langsung hingga menyebabkan luka bakar pada jaringan tubuh.

Nitrogen cair memang telah lama digunakan dalam industri pangan sebagai zat penolong terutama untuk pengawetan bahan. Bentuknya yang semula gas dengan proses tertentu diubah menjadi cair dan dapat mencapai suhu -196 derajat Celsius, sehingga diperlukan langkah-langkah keselamatan yang tepat dan personel terlatih untuk menanganinya. Kemenkes dalam Surat Edaran Nomor KL.02.02/C/90/2023 tentang Pengawasan Terhadap Penggunaan Nitrogen Cair Pada Produk Pangan Siap Saji, tidak merekomendasikan penjaja makanan keliling menggunakan nitrogen cair pada produk pangan siap saji yang dijualnya. Penggunaan nitrogen cair hanya diizinkan untuk restoran dengan pengawasan yang ketat. Surat edaran tersebut dikeluarkan setelah banyak laporan keracunan akibat nitrogen cair dalam jajanan.

Ketatnya pengawasan serta pembinaan, dan masifnya edukasi keamanan PJAS tentu perlu didukung dengan peran orang tua sebagai sosok pendamping anak dalam konsumsi pangan. Orang tua perlu mengajarkan anak untuk memilih dan mengonsumsi jajanan yang bergizi, bersih, dan aman dengan pendekatan yang baik dan komunikatif. Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesehatan dan status gizi anak, orang tua perlu menyiapkan pangan yang sehat berupa sarapan bergizi sebelum berangkat sekolah, menyiapkan bekal yang sehat dan bervariasi, tujuannya untuk membatasi konsumsi jajanan di sekolah.

Jika pun anak memilih jajan di luar, bekali dengan ciri-ciri jajanan sehat dan aman, misalnya menghindari jajanan terbuka tanpa kemasan, jajanan berwarna mencolok, dan kebersihan tempat serta penjualnya. Bekali juga dengan pengetahuan efek bahaya dari pangan tidak aman, karena tanpa penjelasan yang mudah dimengerti orangtua akan sulit melarang anak jajan sembarangan. Pada akhirnya anaklah yang paling menentukan pilihan jajanannya sendiri.

Keberadaan PJAS tidak bisa dipisahkan dari anak, penjaminan keamanannya menjadi hal yang tidak bisa ditawar. PJAS yang aman dan bergizi tidak saja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan anak, namun lebih jauh lagi dapat digunakan sebagai sarana efektif peningkatan gizi anak dan pencegahan stunting.

Referensi

[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230110164234-20-898582/dinkes-jabar-tetapkan-klb-kasus-keracunan-makanan-ciki-ngebul.

[2] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2021. Laporan Tahunan BPOM Tahun 2021. Diakses melalui https://www.pom.go.id/new/files/2022/LAPORAN TAHUNAN 2021/0. BPOM/LAPTAH BPOM 2021.pdf

[3] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 tahun 2019 Tentang Keamanan Pangan. Diakses melalui https://jdihn.go.id/files/4/2019pp086.pdf

[4] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2013. Pedoman Pangan Jajanan Anak Sekolah Untuk Pencapaian Gizi Seimbang, Orang Tua, Guru, dan Pengelola Kantin. Diakses melalui https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/pedoman/Buku_Pedoman_PJAS_untuk_Pencapaian_Gizi_Seimbang__Orang_Tua__Guru__Pengelola_Kantin_.pdf

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image