Masalah Pendidikan yang tak Kunjung Usai, Kurangnya Tenaga Pendidik
Pendidikan dan Literasi | 2023-05-01 07:54:51
“Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka menyebarkan ilmu tanpa pamrih.” Kita sering mendengar slogan itu sejak masih di taman kanak-kanak. Nyatanya mereka memang ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ dengan gaji yang kecil. Apalagi guru honorer yang di beberapa daerah memiliki gaji yang cukup mengenaskan.
Gaji yang kecil dengan ujian PNS yang cukup sulit bagi sebagian orang membuat jumlah guru berkurang. Akibatnya Indonesia menjadi kekurangan guru terutama sekolah-sekolah di daerah terpencil atau pedalaman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki 399.376 unit sekolah baik negeri maupun swasta pada tahun ajaran 2022/2023. Sekolah tersebut paling banyak adalah Sekolah Dasar (SD) yang terdiri dari 148.975 unit. Jumlah sekolah yang cukup banyak yang harus di imbangi dengan jumlah guru yang mencukupi pula.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek, pada semester ganjil Tahun Ajaran 2022/2023 terdapat 3,3 juta guru di seluruh Indonesia.
Selain guru yang kurang memadahi dalam hal jumlah, terdapat masalah lain dari tenaga pendidik, yaitu keberadaannya yang kurang merata dan belum menyentuh pelosok-pelosok negeri. Sebagai contoh, di daerah pedalaman yang sekolah-sekolahnya sangat tertinggal karena kurangnya tenaga pendidik. Abdullah Azwar Anas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) pada saat audiensi dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu) di Kantor Kemenpad-RB, Rabu, (14/9/2022), mengatakan bahwa sebaran guru belum merata di Indonesia. Tenaga kerja pendidik menumpuk di Pulau Jawa, tetapi minim di daerah terpencil.
Guru membeludak di Pulau Jawa hingga beberapa orang rela hanya menjadi guru honorer dengan gaji rendah daripada menjadi PNS. Sedangkan di tempat lain seperti di pedalaman Sumatra atau Papua, satu sekolah hanya memiliki satu guru yang mengajar seluruh kelas. Ketimpangan pendidikan yang besar dan sangat terasa.
Terdapat beberapa alasan mengapa guru tidak mau bekerja di daerah terpencil atau daerah pedalaman, seperti minset atau pandangan bahwa gaji guru sudah kecil apalagi jika bekerja di pedalaman sampai dengan diperlukannya tekat yang besar untuk mau bekerja di daerah pedalaman.
Sebagai contoh untuk Sekolah Dasar, guru memiliki kisaran gaji dari Rp 1.983.740 sampai Rp 7.957.193 untuk guru yang sudah senior atau sudah bekerja cukup lama. Sedangkan untuk guru baru, memiki kisaran gaji antara Rp 1.983.740 sampai Rp 3.946.488.
Gaji tersebut cukup kecil jika dibandingkan dengan waktu kerja guru yang dimulai sejak pagi jam 07.00 sampai pukul 15.00 bahkan terkadang lebih larut. Di tambah terkadang satu guru mengajar tidak hanya satu mata pelajaran, tetapi bisa mengajar dua atau tiga mata pelajaran jika sekolah tempat dia mengajar kekuarangan guru. Hal tersebut yang menjadi alasan para lulusan program studi pendidikan cenderung mencari pekerjaan lain selain menjadi guru.
Alasan lain kurangnya guru adalah jumlah pensiun yang tidak diimbangi dengan bertambahnya jumlah guru muda. Sekertaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nunuk Suryani mengungkapkan bahwa pada tahun 2021 terdapat 69.757 guru yang pensiun. Pada tahun 2022, terdapat 77.124 guru yang pensiun. Pada tahun 2023 terdapat 75.195 guru yang akan pensiun. Serta pada tahun 2024, terdapat 69.762 guru yang akan pensiun.
Dalam kurun waktu empat tahun, ada lebih dari 290 ribu guru yang pensiun dari seluruh Indonesia. Guru-guru yang pensiun tersebut harus segera digantikan dengan guru baru agar ketidakseimbangan jumlah tenaga pendidik di sekolah-sekolah tidak semakin dalam.
Akan tetapi, di sisi lain jumlah guru muda semakin berkurang karena jika mempertimbangkan, misalnya suatu kabupaten atau kota memiliki 50 sekolah dan setiap sekolah tersebut membuka satu lowongan pekerjaan sebagai guru pada mata pelajaran tertentu. Maka dari sekian banyak lulusan mahasiswa program studi pendidikan, hanya ada 50 mahasiswa yang terserap sebagai tenaga kerja pendidik. Hal tersebut membuat dampak yang cukup signifikan terhadap peningkatan tingkat pengangguran pada lulusan mahasiswa dengan program studi pendidikan.
Pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi situasi Indonesia yang kekurangan guru ini. Salah satu penyelesaian yang diharapkan dapat menambah jumlah guru adalah melalui seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang mulai dibuka pada bulan Mei tahun 2021. PPPK guru adalah individu yang ditugaskan oleh pemerintah sebagai guru non ASN pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Pada tahun 2022, pemerintah membuka 530.028 lowongan atau formasi dalam seleksi ASN PPPK. Lowongan tersebut terdiri atas 90.690 lowongan untuk instansi pusat dan 439.338 untuk instansi daerah.
Rincian untuk kebutuhan tenaga kerja daerah adalah 319.716 untuk PPPK Guru, 92.014 untuk PPPK Tenaga Kesehatan, dan 27.608 untuk PPPK Tenaga Teknis. Pada proses seleksi ini, guru honorer dan tenaga kerja lebih diprioritaskan.
Pemerintah pada tahun 2023 ini mulai menghapus tenaga honorer. Melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) melalukan penghapusan dengan tujuan untuk membangun SDM ASN atau tenaga kerja Aparatur Sipil Negara menjadi lebih berkualitas, professional, dan sejahtera. Melalui penghapusan ini, diharapkan tidak ada lagi guru yang digaji dengan gaji sangat kecil seperti guru honorer di daerah pedesaan yang gajinya ada yang hanya kisaran Rp 300.000 sampai Rp 500.000.
Berdasarkan berbagai kebijakan pemerintah tersebut, diharapkan kesejahteraan guru meningkat yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan jumlah tenaga kerja pendidik dan juga pemerataan tenaga pendidik ke wilayah-wilayah terpencil. Melalui PPPK juga diharapkan jumlah guru honorer yang bergaji rendah dapat berkurang secara signifikan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
