Mental Remaja Bukan Ajang Kompetisi
Gaya Hidup | 2023-04-27 11:18:59Oleh: Vevy oktovany
Mahasiswa poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
Menurut peningkatan kesehatan, proporsi pengidap gangguan jiwa mencapai sekitar 20% dari total keseluruhan penduduk di Indonesia.
Permasalahan kesehatan mental ini mayoritas dialami oleh remaja. Remaja merupakan sebuah masa transisi menuju era kedewasaan. Remaja memiliki berbagai tingkatan emosi serta sisi labil yang tidak sama antara satu dengan lainnya.
Masalah kesehatan mental yang dialami remaja ini mayoritas bersumber dari lingkungan terdekat. Kondisi psikologis juga mempengaruhi perilaku bahkan gaya hidup yang dilakukan. Dari permasalahan yang tidak dapat digambarkan secara umum tersebut, perlu adanya evaluasi sebagai bentuk pencegahan yang harus dilakukan.
Mental remaja bukan ajang kompetisi yang saling diadu tanpa memikirkan keselamatan psikis dan fisiknya. Peran orang tua atau keluarga menjadi pendukung kesehatan mental yang utama. Maka dari itu, parenting yang dilakukan oleh orang tua harus dilakukan dengan pola asuh atau cara yang
benar. Orang tua harus memahami masa labil yang dialami remaja, sehingga suatu bentuk tuntutan atau kekangan tidak dilakukan secara berlebihan.
Orang tua tidak selalu memikirkan. kehendaknya sendiri tanpa memikirkan kemauan lain dari anak. Anak juga memerlukan kebebasan dirinya untuk berkembang sesuai keinginannya tetapi dengan pendampingan serta pendekatan yang harus terus dilakukan oleh setiap orang tua.
Selain itu, orang-orang terdekat juga dapat menjadi sumber gangguan mental dari remaja. Lingkungan pertemanan yang sehat serta positif sangat diperlukan. Tetapi, lingkungan toxic juga tidak dapat dipungkiri sering terjadi dikalangan remaja.
Hanya diri sendiri yang lebih memahami serta dapat mencari rasa nyaman terhadap orang- orang terdekat yang dipilih. Sehingga, tidak ada gangguan yang mempengaruhi pikiran dan perasaan.
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi mental remaja pada saat ini, diantaranya sebagai berikut :
1.) Orang tua membandingkan anak sendiri dengan anak lain
Kemauan orang tua yang mengharapkan anaknya untuk mencapai titik yang lebih tinggi terkadang dilakukan dengan proses yang salah. Membandingkan anak dengan anak lain dengan harapan anaknya dapat mencapai titik yang sama merupakan cara yang salah. Setiap anak memiliki kelebihan serta proses perkembangan diri yang berbeda. larangan tersebut secara tidak langsung dapat mengganggu psikis anak. sehingga, mental yang bermasalah juga mempengaruhi kemampuan berkembang dari anak.
2.) Banyak tuntutan tanpa arahan dari orang tua terkadang banyak orang tua yang menginginkan anaknya untuk melakukan sesuatu sesuai yang diinginkannya. Tetapi, hal tersebut tidak diimbangi dengan pendekatan dan dukungan lebih. Orang tua terkesan membiarkan anaknya berproses secara mandiri, karena dianggap mumpuni. Padahal, anak hanya menginginkan dukungan dari orang tua untuk dapat mencapai tujuan yang baik.
3.) Lingkungan pertemanan yang toxic Di era remaja perlu selektif dalam memilih pertemanan. Karena, pertemanan yang sehat juga akan mempengaruhi proses perjalanan pendewasaan dirinya. Banyak hal yang berkedok candaan dilakukan tanpa memikirkan perasaan. Mungkin hal tersebut dianggap biasa saja, namun setiap orang memiliki mental yang berbeda untuk menghadapinya. Di dalam pertemanan yang dicari adalah kenyamanan. Jika didalamnya berisi rasa takut atau rasa cemas yang berlangsung secara terus menerus lebih baik tinggalkan pertemanan tersebut, kemudian cari lingkungan pertemanan yang lebih positif serta suportif.
4.) Hilangnya kenyamanan di rumah Rumah yang dianggap sebagai tempat berpulang, beristirahat, serta mencari ketenangan justru terbalik. Suasana yang diciptakan terkesan penuh dengan tekanan. Konflik yang terjadi antar orang tua, kurangnya kasih sayang orang tua, atau bentakan yang terus terdengar dapat membuat anak merasa jenuh di rumah. Hal tersebut dapat membuat anak merasa tidak nyaman serta memilih menghabiskan waktu yang cukup lama di luar rumah. Mencari kebahagiaan lain di luar rumah atau menciptakan ketenangan di lingkungan luar.
5.) Kritikan berlapis hinaan Di masa remaja saat ini, tak jarang fisik menjadi pusat perhatian yang terus dibicarakan. Berbagai macam ucapan yang mungkin dianggap hanya biasa menjadi tidak biasa. Seperti, "kamu sekarang gendutan yaa..." atau "kamu mending perawatan biar bersih", serta masih banyak lagi.
Mungkin seseorang yang mengatakan hal tersebut hanya ingin memberitahu saja, tetapi lawan bicaranya tidak semua dapat menerima apa yang dibicarakan. Kebanyakan jatuhnya menjadi pikiran yang mengakibatkan tidak ada rasa percaya diri pada seseorang tersebut. Karena, tidak semua orang dapat menilai bodo amat atas kata-kata orang lain. Jadi, utamakan menjaga lisan serta berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Dari berbagai faktor yang sering terjadi serta mempengaruhi mental remaja di era saat ini tentu penting dilakukannya suatu pendukung terciptanya mental yang sehat pada remaja. Sebagai generasi penerus bangsa, kesehatan mental remaja sangat diutamakan.
Permasalahan -permasalahan yang diselesaikan menjadi evaluasi dari berbagai pihak yang bersangkutan. Peran orang tua, keluarga, teman, atau orang terdekat juga sangat dibutuhkan. Peran orang tua menjadi pendukung utama dalam menciptakan mental yang sehat.
Melakukan pendampingan serta memberikan arah yang positif secara berkelanjutan sangat penting untuk diterapkan. Mendukung serta mengapresiasi setiap kemajuan yang dilalui oleh anak sangat berarti besar untuk kepentingan masa depan.
Selain itu, di era remaja juga harus pintar dalam memilih lingkungan dalam bergaul. Menjalin lingkungan pertemanan yang positif dan suportif. Kemudian, menjauhi lingkungan toxic yang penuh dengan tekanan mental di Melakukan pendampingan serta memberikan arah yang positif secara berkelanjutan sangat penting untuk diterapkan. Mendukung serta mengapresiasi setiap kemajuan yang dilalui oleh anak sangat berarti besar untuk kepentingan masa depan.
Selain itu, di era remaja juga harus pintar dalam memilih lingkungan dalam bergaul. Menjalin lingkungan pertemanan yang positif dan suportif. Kemudian, menjauhi lingkungan toxic yang penuh dengan tekanan mental di dalamnya.
Diri sendiri yang dapat memilah mana yang terbaik untuk dirinya. Setiap mental seseorang berbeda-beda, kita tidak dapat mengukur kuat ataupun lemahnya mental seseorang. Mental bukan sebuah arena kompetisi yang harus di adu antara satu faktor dengan faktor lainnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.