Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Akrab dengan Siswa, Why Not?

Curhat | 2023-04-20 00:44:40
Sumber: dokumen pribadi

Saya dan sahabat merupakan guru di salah satu SMK negeri kawasan Kabupaten Bekasi. Saya mengajar mata pelajaran (mapel) bahasa Indonesia, sedangkan sahabat saya mengajar seni budaya dan sejarah Indonesia. Pada tahun ajaran 2022/2023, kebetulan kami mengajar dua kelas yang sama untuk di kelas X. Jadi, tidak menutup kemungkinan ada beberapa tugas gabungan antara mapel yang saya ajar dengan sahabat saya.

Saya dan sahabat saya--kami--cukup akrab dengan beberapa siswa. Itu terjadi secara natural dan mengalir begitu saja. Alhamdulillah, siswa-siswa yang akrab dengan kami termasuk anak yang santun, jujur, serta rajin, bukan tipe siswa yang "cari muka, cari perhatian".

Menjalin keakraban dengan siswa membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena kurang lebih selama satu semester kami harus mengenal dan memahami karakter para siswa. Hal ini pun dialami oleh mereka terhadap kami.

Prinsip akrab dengan siswa sebenarnya sederhana saja. Di kelas, saya dan sahabat berperan sebagai guru, seorang pengajar, sedangkan di luar sekolah, tepatnya di waktu luang, kami seperti "teman", tetapi bukan berarti seperti teman seusia sebab kesantunan dan jaga jarak tetap harus ada di antara kami.

Di antara lebih dari 100 siswa kelas X yang diajar, kami paling akrab dengan empat orang siswa yang disebut dengan "Prajurit". Menurut kami, mereka merupakan siswa baik yang introver, tetapi santun dan dapat diandalkan. Entah mengapa bisa akrab dengan mereka. Wallahualam, mungkin ini cara Allah mempertemukan kami dengan mereka. "Bu, kalau bukan karena Allah, tidak mungkin Ibu mengajar kami," begitu kata salah seorang personel Prajurit.

Saya dan sahabat bersama dengan Prajurit melewati beberapa kali kebersamaan dengan makan siang bersama, munggahan, buka puasa bersama, dan yang terakhir nonton bersama (meski kali ini tidak lengkap personel Prajurit yang ikut). Semua itu kami lewati dengan penuh keseruan, canda tawa, serta bertukar cerita. Terkait dengan bertukar cerita, entah pengalaman di masa kecil, entah masa sekarang saat di SMK, tampaknya Prajurit nyaman bercerita apa adanya dengan kami. Kami yang mendengarnya pun kadang tertawa, kadang terharu, bahkan pernah juga memberikan nasihat. Ya, nasihat itu pun diberikan bila cerita mereka mirip dengan cerita kami di masa lalu, tepatnya saat masa remaja. Ibaratnya, kami menasihati karena pernah mengalami itu, jadi jangan sampai terulang kepada mereka.

Selain itu, setiap kali ada kesempatan waktu untuk bersama, kami "abadikan" momen ini dengan foto bersama dan pastinya berjarak ketika berfoto karena bukan mahram dan untuk menghindari stigma sosial. Ketika berfoto dengan Prajurit, kami yang usianya di atas 30 tahun ini merasa 10--15 tahun "lebih muda". Ya, mungkin efek tidak sengaja ketika berfoto dengan remaja usia 16--17 tahun sehingga kami merasa berusia 20 tahunan. Hehehe.. Ya, itu hanya sebagai hiburan semata di samping mumetnya segala tugas atau permasalahan hidup yang kami hadapi.

Di sisi lain, meskipun usia Prajurit sekitar 16--17 tahun, pemikiran mereka dapat dikatakan cukup dewasa, begitu juga dengan sikap mereka. Misalnya saja pernyataan salah seorang dari mereka, "Suatu hari nanti saya akan membangun negeri ini menjadi lebih berkembang, Bu," atau prinsip dari personel yang lain, "Rezeki itu harus dijemput, Bu," dan "Segala sesuatu yang dapat memotivasi dan memajukan potensi diri itu baik, Bu."

Ya, begitulah kisah keakraban saya dan sahabat bersama dengan siswa, terutama Prajurit. Namun, satu hal yang pasti, keakraban yang terjadi di antara kami bukanlah suatu keterpaksaan atau kesengajaan, melainkan suatu hubungan sosial yang mengalir begitu saja dengan sendirinya tanpa perlu basa-basi, pun tanpa perlu usaha berat terjalin keakraban secara natural. Meski demikian, saya dan sahabat tetaplah berstatus guru sekaligus teman mereka yang harus dihormati sebagaimana semestinya mereka menghormati sosok yang lebih tua. Memang seharusnya begitu, bukan? Akrab, tetapi tetap santun dan hormat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image