Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

UU Perampasan Aset dan Korupsi

Politik | 2023-04-18 07:40:28

Semakin hari kasus korupsi pejabat, anggota dewan dan ASN kian meningkat, sehingga menambah beban negara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka kasus korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) ASN di Kementerian ESDM. Para tersangka telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri (Detiknews, 03/04/2023).

Berbagai kasus yang seringkali terjadi ini diiringi adanya RUU Perampasan Aset. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Mahmodin (MD) meminta permohonan khusus kepada Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun (Kompas.com, 01/04/2023).

Sebenarnya RUU Perampasan Aset harus ada ketika negara menandatangani Konvesi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Melawan Korupsi. Indonesia telah menandatanganinya pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006.

Mekanisme yang ada dalam RUU Perampasan Aset ini akan mempermudah proses pelacakan hingga perampasan aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan untuk dapat kembali ke kas negara (Antikorupsi.org, 02/04/2023).

Benarkah pengesahan RUU perampasan aset mampu mencegah korupsi? Yang pasti mental mencuri yang bukan haknya, terlebih hak rakyat telah mengakar di negeri ini. KPK juga telah lama dibentuk namun jumlah kasus korupsi tak kunjung menurun. Lucunya, pengawas korupsi pun pernah terkena kasus korupsi juga saat menangani korupsi.

Miris memang menyaksikan ulah para pejabat di negeri ini. Dana bansos yang menjadi hak rakyat miskin saja tega dikorupsi. Padahal mereka adalah jajaran pemimpin yang seharusnya mengayomi rakyat sekaligus menjadi teladan bagi rakyat.

Sosok pemimpin itu seharusnya kuat akidahnya, adil, amanah dan berakhlak baik. Karena mereka adalah public figure yang menjadi gambaran pemimpin sejati sebuah bangsa.

Suasana kehidupan saat ini memang berlandaskan sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sistem politik berdasarkan demokrasi memang mahal, sehingga mereka akan melakukan apa saja demi mengembalikan modal politik yang telah dikeluarkan. Kapitalisme telah mengajarkan masyarakat untuk menghalalkan segala cara demi meraih kepuasan materi sebanyak-banyaknya. Halal haram pun dilanggar, karena tidak merasa diawasi oleh Allah Swt.

Bisa jadi mereka melakukan shalat dan puasa Ramadhan, karena merasa dilihat oleh Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Namun mereka tidak takut melakukan korupsi. Inilah gambaran dari pemisahan agama dari kehidupan.

Aturan dan undang-undang dalam sistem demokrasi yang diciptakan oleh manusia pasti akan disesuaikan dengan kepentingan pembuatnya. Aturan manusia juga rentan untuk diperselisihkan, sehingga tak akan mampu membawa solusi, bahkan akan menambah masalah baru. Islam memiliki aturan efektif dan tepat untuk mencegah korupsi. Yakni penanaman akidah yang kuat pada setiap individu sehingga akan menjadi pribadi yang taat dan paham syariat.

Dalam surat Al Baqarah 188 Allah melarang perbuatan memekan harta dengan jalan batil.

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 188).

Dengan pribadi yang takwa, kaum muslimin akan merasa takut kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.

Islam memiliki mekanisme yang efektif untuk memberantas korupsi baik dari sisi preventif (pencegahan) atau kuratif (penindakan). Secara preventif bisa dimulai pada saat rekrutmen aparat negara harus berdasarkan profesionalitas dan integritas, bukan karena koneksi atau nepotisme. Negara juga memberikan gaji dan fasilitas yang layak, sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh negara. Agar kebutuhan mereka tercukupi dan bisa fokus pada amanahnya.

Adanya larangan aparat negara menerima suap atau hadiah. Karena mereka sudah digaji oleh negara untuk melayani rakyat. Jika ada pemberian di luar itu dikhawatirkan akan mempenharuhi kualitas pelayanan. Islam jelas melarang praktik suap, berdasarkan sabda Rasulullah Saw. Dari Abdullah bin ‘Amr ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Laknat Allah atas setiap orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Untuk memastikan kebersihan harta, negara bisa melakukan perhitungan kekayaan aparat negara pada awal dan akhir menjabat. Negara memberikan pengawasan kepada aparatnya, begitu pula masyarakat. Masyarakatnya melakukan pengawasan (amar ma’ruf nahi munkar) ketika aparat melakukan penyimpangan. Keteladanan dari pemimpin dalam hal ini juga diperlukan. Karena pemimpin menjadi contoh bagi masyarakat.

Jika ditemukan kasus korupsi, penyelesaiannya dengan langkah kuratif. Memberikan hukuman yang tegas dan setimpal kepada pelaku. Hukuman bagi para koruptor di dalam Islam termasuk takzir, yaitu bentuk dan kadarnya ditentukan oleh qadhi (hakim). Sanksi tegas dan setimpal akan memberikan efek jera kepada pelaku. Juga mampu mencegah dilakukannnya tindak korupsi di masa yang akan datang. Wallahua'lam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image