Cultured Meat, Daging Buatan Laboratorium sebagi Solusi Kebutuhan Pangan Masa Depan
Edukasi | 2023-04-16 10:49:45Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan bahwa pada tahun 2050 terdapat peningkatan kebutuhan pangan hingga 70% dalam mencukupi permintaan populasi yang akan terus meningkat. Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi penyedia pangan, mengingat sumber daya dan lahan subur yang kian terbatas. Dalam penelitiannya, Chiki dan Hocquette menuturkan bahwa meskipun konsumsi daging di negara maju menurun, konsumsi secara globalnya tetap meningkat karena konsumen pada umumnya tidak mau mengurangi konsumsi daging, khususnya pada negara berkembang seperti Cina, India dan Rusia. Populasi yang termasuk kelas menengah menganggap daging dan produk peternakan lainnya (keju atau produk susu) sebagai produk mewah yang harus disertakan di meja makan.
Bidang peternakan mengambil kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan, terutama yang berkaitan dengan produk hewani berupa telur, susu dan daging. Namun dalam perjalanannya, peternakan dianggap sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca. Dalam ulasan yang disampaikan oleh Enviromental Protection Agency (EPA), pertanian menyumbang 10% dari emisi gas rumah kaca pada tahun 2021, yang mana paling besar berasal dari peternakan sapi.
Peternakan terus berusaha bergerak menuju produksi yang efisien dalam upaya mempertimbangkan hubungannya dengan perubahan iklim, lingkungan, mengurangi penggunaan antibiotik, kesejahteraan hewan dan sustainability. Berkenaan dengan efisiensi tersebut, peternakan mengembangkan terobosan untuk menjawab lonjakan populasi masa depan, sekaligus memenuhi tantangan saat ini (masalah lingkungan dan kesejahteraan hewan). Dengan berbagai solusi yang dicetuskan, cultured meat bergerak sebagai alternatif pemenuhan daging bagi para konsumen. Publikasi mengenai cultured meat pertama kali hadir di tahun 2008 dan jumlahnya terus meningkat hingga sekarang. Bahkan cultured meat telah merambah dalam dunia pemasaran di Singapura─Negara pertama (tahun 2020) yang tercatat dalam sejarah menyetujui penjualan produk cultured meat berupa nugget ayam yang diproduksi oleh perusahaan Eat Just AS.
Meskipun manfaat lingkungannya masih sulit diperkirakan, cultured meat seakan membawa angin segar dalam dunia peternakan. Terobosan ini tidak hanya mengurangi gas metana, tetapi juga mengurangi penggunaan air. Membiakkan daging langsung dari sel ternak juga dapat mengurangi kebutuhan dosis antibiotik yang beberapa waktu lalu cukup kontroversial terhadap kesehatan manusia.
Dari aspek kesehatan, cultured meat diklaim lebih aman dibandingkan dengan daging konvensional, mengingat produksinya yang dikendalikan penuh oleh produsen/peneliti, sedangkan daging konvensional bersinggungan dengan dunia luar yang sarat akan potensi kontaminasi berbagai patogen. Aspek positif lain menggambarkan bahwa cultured meat tidak seperti peternakan konvensional yang produksi ternaknya dipelihara diruangan tertutup, sehingga resiko wabah penyakit dapat dihilangkan dan tidak diperlukan vaksinasi yang mahal. Sayangnya pakar-pakar yang berkaitan dengan ilmu pangan masih agak "skeptis" dengan penemuan ini, mengingat cultured meat merupakan produk baru yang masih harus dipertanyakan kontrol dan mekanisme biologis yang menaunginya.
Dalam penjualannya, perusahaan yang mengembangkan cultured meat harus mematuhi serangkaian peraturan, namun diluar Singapura, peraturan tersebut masih sangat baru. European Food Safety Authority’s secara khusus mengatur cultured meat, mereka menetapkan proses assessment sekitar 18 bulan, dimana perusahaan harus membuktikan bahwa produk yang mereka hasilkan aman. Di lokasi lain teknologinya tidak secanggih itu, begitu pula peraturan yang mengaturnya, tetapi beberapa negara menerima produk yang disetujui di luar negeri, seperti China yang akan menerima persetujuan peraturan Eropa untuk mengkomersialkan produk tertentu.
Cultured meat bisa dikatakan sebagai visi jangka panjang dalam dunia pangan. Produk akan terus berkembang sejalan dengan penemuan dan kemajuan baru yang mengoptimalkan produksi, kualitas dan efisiensi pada prosesnya. Masih harus dilihat apakah kemajuan ini akan cukup untuk membuat cultured meat menjadi kompetitif dibandingkan dengan daging konvensional dan meningkatnya jumlah pengganti daging. Semoga kita sampai pada hari itu, hari dimana orang "lapar" akan cultured meat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.