Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ali Efendi

Tradisi Bukber Menu Ambeng di kampung Pesisir Lamongan

Kuliner | 2023-04-16 04:54:17
Buka Bersama Nasi Ambeng di Halaman Masjid Nadwatul Islam Sukunan, Paciran, Lamongan, Jatim (Dokumen Pribadi)

Semarak Ramadhan 1444 H berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena pemerintah resmi mengumumkan pandemi Covid-19 di akhir tahun 2022 menjadi kasus endemi. Pengumuman tersebut disambut masyarakat dengan suka cita, maka mulai era baru dalam kehidupan normal. Hal tersebut juga berimbas bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.

Mayoritas umat Islam menyambut Ramadhan 2023 lebih semarak dengan ditandai beragam kegiatan yang telah dijadwalkan. Semarak kegiatan Ramadhan terlihat di kampung pesisir nelayan Desa Paciran, Lamongan. Kampung padat penduduk yang tersebar di 3 Rukun Warga (RW) dengan jumlah 13 Rukun Tetangga (RT).

Setiap Ramadhan tiba beragam jenis kegiatan terjadwal berbasis masjid dan mushalla, jenis-jenis kegiatan tetap tersebut di antaranya; salat tarawih dan witir berjamaah, pengajian setelah ashar dan setelah subuh, tadarus Alquran, berbagi takjil setiap hari di masjid dan mushalla, buka bersama, qiayamullail 9 atau 10 hari di malam terakhir, dan khataman Alquran.

Kini Ramadhan tinggal lima hari dan akan meninggalkan umat Islam, namun ada catatan unik dalam tradisi Buka Bersama (Bukber) di lingkungan pesisir pantura Lamongan. Tradisi unik yang masih terjaga dengan baik adalah makan ambeng saat berbuka, keunikannya terlihat waktu makan dilakukan bersama dalam satu wadah baki (sejenis nampan).

Nasi ambeng (semacam nasi tumpeng) merupakan kuliner khas pesisir pantura Lamongan, nasi dicampur dengan kuah lodeh yang kental ditanbah dengan sayur dan sambel parutan kelapa, lauk ikan panggang atau goreng. Dalam perkembangannya terkadang ambeng berupa nasi kuning (nasi kebuli atau nasi punar) dan nasi uduk, lauknya tetap khas ikan panggang atau goreng.

Ambeng biasanya dimakan bersama dengan cara melingkari nampan (baki), satu nampan dimakan 8-10 orang tergantung ukuran nampan dan usia orang yang makan. Di bulan Ramadhan, nasi ambeng disuguhkan di acara berbuka dan tadarus Alquran. Nasi ambeng biasanya diperoleh dengan cuma-cuma dari kaum dermawan.

Nasi ambeng biasanya datang sendiri tanpa diminta dan dijadwal oleh pengurus mushalla atau masjid, tiba-tiba ada yang mengantar ke masjid dan mushalla dari jamaah atau tetangga terdekat. Berdasarkan kebiasaan, setidaknya setiap hari terdapat nasi ambeng dua nampan atau terkadang dua hari sekali untuk jamaah yang menunggu salat maghrib.

Kenikmatan dalam masakan ambeng benar-benar maknyus bagi lidah warga pesisir, tentu saja membuat warga daerah lain penasaran ingin bergabung mencicipi. Tradisi Bukber makan ambeng di kampung pesisir Desa Paciran memang terlihat sederhana, namun pesan moral dan pendidikan sosial yang terkandung bisa diambil hikmahnya.

Nilai kebersamaan, solidaritas kelompok, serta interaksi sosial dalam Bukber makan ambeng tetap terjaga dengan baik dan masih lestari. Tradisi tersebut merupakan bentuk komunikasi horizontal (hablum minan naas) sehingga terwujud hubungan baik antar warga. Batas-batas lapisan dan kasta sosial telah mencair dengan sendirinya, makan sewadah dan masakan sejenis, serta tidak berebutan.

Sampai saat ini tradisi Bukber makan ambeng masih terjaga dengan baik di tengah serbuan budaya asing berupa makanan dan minuman yang siap saji. Kuliner olahan modern siap saji lebih familier bagi lidah kaum milenial, dengan jembatan media handphone, smartphone, gatged, tab atau gawai setiap saat bisa melayani pesanan makanan melalui aplikasi.

Selamat berbuka puasa, semoga tradisi yang baik selama bulan Ramadhan membawa berkah dan amal ibadah kita diterima Allah SWT, serta Allah mempertemukan kembali Ramadhan tahun depan. Amin. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image