Evaluasi Sepertiga Ramadhan, Mempertahankan Energi Hunger Project
Agama | 2023-04-12 04:09:51Setelah tiga pekan kita melaksanakan beragam ibadah, terutama ibadah puasa pada bulan suci ini, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing, apa yang kita rasakan dari ibadah-ibadah yang kita lakukan selama bulan suci ini?
Sebagai bulan ampunan, sudah berapa banyak lisan kita mengucapkan istighfar sebagai tanda pertaubatan kita? Dari sekian banyak istighfar yang kita ucapkan, adakah ucapan istighfar yang membuat hati kita bergetar, menyadari akan kekotoran jiwa yang berlumuran dosa? Berapa kali selama tiga pekan ini kita mencucurkan air mata menyadari akan kelemahan dan kekurangan atas ketaatan kita kepada Allah?
Pertanyaan selanjutnya, apakah pikiran dan perasaan kita masih istikamah pada bulan Ramadhan, ataukah pikiran dan perasaan kita sudah berada pada kemeriahan 1 Syawal? Apakah target kita untuk mengkhatamkan tilawah Al Qur’an tercapai?
Apakah semangat beribadah dan berbuat baik kita sampai pekan ketiga ini masih sama dengan semangat beribadah dan berbuat baik seperti pada awal-awal Ramadhan? Apakah kita sudah benar-benar melaksanakan imsak dalam ibadah puasa ataukah kita baru melaksanakan imsak dari makan dan minum saja?
Hanya hati kita masing-masing yang akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara jujur. Berbahagialah orang-orang yang mampu mempertahankan konsistensi beribadah seperti pada awal-awal Ramadhan. Jika kita termasuk orang-orang yang sudah mulai menurun semangat ibadahnya, marilah kita rehat sejenak seraya bertafakur dan bertanya kepada diri kita masing-masing, masihkah tahun depan, Allah memberi kesempatan kita untuk bertemu kembali dengan Ramadhan?
Semuanya masih rahasia, karenanya anggap saja tahun ini merupakan pertemuan terakhir dengan bulan Ramadhan. Persembahan terbaik harus kita tunaikkan agar kita menjadi hamba-Nya yang bergelar khusnul khatimah. Tak ada cara terbaik selain memanfaatkan pekan-pekan terakhir dari Ramadhan ini untuk meningkatkan segala amal perbuatan baik. Kita harus bertekad kuat tidak akan mengotori jiwa dan kesucian bulan Ramadhan.
Kita pun harus bertekad kuat, pekan-pekan terakhir dari Ramadhan ini akan dipergunakan untuk meningkatkan taubat dan memperbaiki segala kekurangan beribadah dan perbuatan baik tiga pekan sebelumnya. Dengan kata lain, pekan-pekan terakhir dari bulan Ramadhan ini akan dipergunakan untuk menghidupkan kembali energi kebaikan seperti pada awal-awal kedatangan awal Ramadhan.
Kita harus semakin meyakinkan diri, kebaikan apapun yang kita persembahkan dengan lillahi ta’ala tidak akan sirna dengan sia-sia. Semuanya akan Allah kembalikan kebaikannya untuk diri kita di dunia dan akhirat.
Waktu yang kita persembahkan untuk beribadah kepada Allah, waktu istirahat tidur malam yang kita sisihkan dipergunakan untuk beribadah, harta yang kita keluarkan atau diinfaqkan di jalan Allah tidak akan sirna begitu saja. Semuanya akan datang kembali kepada kita dalam wujud yang lain.
Maulana Jalaluddin Rumi memberikan nasihat agar kita jangan sungkan-sungkan untuk mempersembahkan yang terbaik kepada Allah seraya meyakinkan diri bahwa Allah akan membalas dan mengganti apapun yang kita persembahkan dengan lillahi ta’ala berlipat ganda. Wujudnya bisa sama dengan yang kita keluarkan atau bahkan Allah akan menggantinya dengan wujud lain yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada yang telah kita keluarkan.
janganlah bekeluh kesah // apapun yang hilang darimu //
kembali juga padamu // dalam wujud yang lain
Selayaknya kita tidak menggerutu, merasa ngantuk pada siang hari karena terganggu bangun sahur, merasa lesu dan lelah karena berpuasa di siang hari seraya banting tulang mencari nafkah yang menguras pikiran dan tenaga. Kita pun selayaknya tidak menggerutu, kaki terasa penat karena lama berdiri menunaikkan shalat tarawih, dan kita pun tak perlu menggerutu, suara menjadi serak karena banyak membaca Al Qur’an. Itu semuanya merupakan energi baik yang kita keluarkan yang sejatinya harus dibarengi lillahi ta’ala agar tak berujung sia-sia.
Senada dengan Maulana Jalaludin Rumi, Albert Einstein, ilmuwan terkemuka mengatakan, energi apapun yang kita keluarkan sebenarnya tidak habis atau hilang, tapi akan berubah bentuk menjadi energi lainnya. Dengan demikian, apapun yang kita persembahkan karena Allah tidak akan sirna dengan sia-sia, namun akan tergantikan dengan sesuatu yang lebih bermakna. Terlebih-lebih dengan ibadah puasa yang tengah kita laksanakan. Makna dan pahalanya sudah jelas, Allah akan mengampuni kita, dan kelak Allah akan menempatkan diri kita di tempat yang dipenuhi ampunan, rahmat, rida, dan cinta-Nya. Tempat tersebut tiada lain adalah sorga dengan pintu khusus Al Rayyan.
Sudah sewajarnya, jika kita tidak melaksanakan ibadah puasa sebagai hunger projeck (proyek lapar), hanya menahan lapar-haus belaka sebagai wujud ikut berempati kepada orang-orang miskin yang setiap saat merasakan kelaparan. Namun, kita harus bertindak lebih dari itu, lapar dan dahaga yang kita rasakan harus menjadi jembatan ber-taqarrub kepada Allah, berempati kepada kaum miskin dengan rela memberikan sebagian harta kita untuk kesejahteraan hidup mereka.
Rasa lapar dan dahaga yang hampa dari taqarrub kepada Allah, hampa dari rasa empati kepada sesama, hampa dari akhlak yang mulia, hanya akan berakhir dengan sia-sia, tak bermakna apa-apa di hadapan Allah. Sungguh sangat rugi jika lapar dan dahaga yang kita lakoni sebulan penuh hanya mengantarkan diri kita ke neraka, dan menutup rapat-rapat pintu sorga.
Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi kita mempertahankan energi positif ibadah puasa Ramadhan dengan semangat seperti pada awal kedatangannya yang kita rindukan sejak bulan Rajab. Kita harus menghindarkan puasa yang hanya sekedar menahan lapar-dahaga belaka, seraya tidak menahan diri kita dari kemaksiatan kepada-Nya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.