Peran Orang Tua, Sebatas Penuhi Nutrisi?
Pendidikan dan Literasi | 2023-04-09 13:45:45Beramah-tamah kepada sesama adalah budaya indah yang diwariskan nenek moyang kepada kita, anak cucu ibu pertiwi. Khususnya di tanah Jawa.
Masyarakat Indonesia begitu akrab dengan tata krama. Bukan hanya perkara bagaimana cara bertutur pada yang lebih tua. Bahkan hal seremeh bagaimana cara kita berjalan pun juga diatur sedemikian rupa. Jiwa gotong royong yang dengan ringan tangan membantu sesama, juga menjadi hal yang sering dijumpai di kehidupan masyarakat terdahulu.
Namun sayang, warisan indah nenek moyang ini terkikis waktu ke waktu. Sekarang tidak jarang kita temui umpatan serta ucapan kasar, terlontar dari bibir yang bahkan belum duduk di bangku Sekolah Dasar.
Tidak hanya itu, cibiran serta makian begitu sering dilontarkan dalam bentuk komentar di media sosial. Selalu ada kesalahan dan keburukan yang dikulik para Netizen Indonesia dalam sebuah peristiwa. Entah itu baik atau buruk, benar atau salah, hujatan tetap dituaikan.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Mulai dari acuhnya orang tua dalam membina anak, sampai dengan normalisasi kata-kata yang dulu kita tabu dalam mengucapnya
Minimnya peran orang tua.
Indonesia menyandang posisi ketiga sebagai negara tanpa ayah (Fatherless).
Menurut Laporan Statistik Nasional, hampir 33% anak balita tumbuh kembang tanpa peranan bapak. Entah karena alasan terlalu sibuk bekerja ataupun setiap laki-laki hanya beranggapan bahwa tugas mereka adalah mencari nafkah sedang mengasuh anak adalah tugas perempuan.
Hal ini tentu sangat berpengaruh pada tumbuh kembang seorang anak. Karena seorang anak adalah peniru terbaik. Dan dia mulai meniru sikap dan perilaku siapapun di sekitarnya sejak umur 3 tahun. Bilamana tidak ada contoh baik yang diberikan oleh orang tua, jangan salahkan anak-anak mengambil contoh sikap bertindak dari orang lain.
Namun, hal ini akan semakin menjadi bilamana ternyata sang ibu juga sibuk bekerja. Bagaimana pun, masih banyak stigma yang mengatakan bahwa menjadi IRT ( Ibu Rumah Tangga) merupakan wujud menyerah terhadap hidup, pekerjaan yang mudah, serta dipandang menjadi hal yang memalukan. Hal ini berdampak pada acuh nya Ibu dalam peranan mendidik anak.
Jika Ayah pun Ibu tidak lagi mengambil peran pada perkembangan anaknya? Lalu kepada siapa anak harus meniru dan belajar bersikap? Tentu jawabannya adalah siapapun dan apapun yang berada di sekitarnya. Terlepas dari benar atau salah. Bagaimana mungkin kita memaksa mereka untuk memilah sendiri baik dan buruk dalam umur mereka yang belia?
Meniru Yang Ditemu
Berangkat dari sibuknya kedua orang tua bekerja, tidak jarang solusi yang dilakukan mereka guna menenangkan anak adalah dengan memberikan gawai. Tanpa memandang seberapa perlu dan dampak pada tumbuh kembang anak. Tanpa memberikan pengawasan dalam penggunaan. "Yang penting diam dan tenang." Ujar mereka.
Namun sayangnya, dewasa ini hiburan dunia sedang tidak baik-baik saja. Betapa banyak public figure yang membiasakan diri berkata yang tidak semestinya. Bahkan dalam acara televisi pun tetap ada umpatan-umpatan tersebut. Memang benar LSF ( Lembaga Sensor Film) telah membuat umpatan itu tertutup dengan suara lain. Bahkan juga menutup mulut yang berbicara supaya tidak ditiru. Namun, hal ini hanya bisa mereka lakukan pada acara televisi. Sedangkan media sosial lain yang dengan mudah bisa diakses oleh anak yang sudah memegang hp, begitu sulit untuk dikontrol apa saja isi di dalamnya.
Maka tidak mengherankan ketika kita sekarang menjumpai begitu banyak anak-anak yang ucapannya tidak baik. Kita tidak bisa menyalahkan mereka, karena meniru apa yang mereka jumpa adalah fitrah setiap anak.
Anak adalah tanggung jawab. Karena satu nyawa bisa berpengaruh besar pada kemudian hari. Tugas orang tua bukan hanya memberi asupan perut supaya anak tetap tumbuh sehat dan kuat. Namun asupan hati dan pikiran juga perlu diperhatikan. Karena anak bukan hewan ternak yang nanti akan dimanfaatkan dagingnya bila besar. Bukan pula pohon jati yang ditumbuhkan lalu ditebang untuk diambil badannya. Anak memiliki akal untuk berpikir dan hati dalam bertindak. Bila kebiasaan buruk yang daei kecil mereka dapat, maka sungguh berakibat fatal di kemudian hari. Berikan contoh yang baik, sebelum mereka mencari contoh untuk kehidupan mereka sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.