Blunder Politisi dan Petaka Sepak Bola Indonesia
Olahraga | 2023-04-04 11:38:24Keputusan FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah jelas-jelas adalah respon atas kondisi saat ini (due to current circumstances) di Indonesia. Rujukan utamanya adalah polemik penolakan oleh sekelompok politisi, parpol dan ormas. Atau jelasnya: penolakan yang diawali oleh segelintir ormas tapi akhirnya ditunggangi oleh para politisi dan parpol. Untuk menyebut di antaranya: ada Koster, Ganjar, dan lainnya. (Total penolak ada 11). Mereka yang meributkan Israel dan berujung petaka dicoretnya Indonesia sebagai host. Itulah faktanya.
Tapi ada banyak upaya untuk ‘mengaburkan’ fakta terang benderang itu. Mulai dari tuduhan ketidaksiapan infrastruktur stadion (terbantahkan), soal Kanjuruhan (juga sudah terbantahkan) dan lain-lain. Baru-baru ini, lebih lucu lagi, muncul narasi yang menyalahkan pemerintah pusat sebagai penolak Israel dan menuduh PSSI berbohong, bermain drama, dan tuduhan-tuduhan tanpa dasar lainnya.
Mari kita ungkap kronologinya. Pertama, Indonesia ditunjuk jadi host FIFA WC U-20 2019. Jangan lupa. Indonesia memenangkan biding itu lantaran ada ‘Government Guarantee’ (jaminan dari pemerintah) sehingga FIFA yakin menunjuk Indonesia. Catat: di antara penandatangan ‘Government Guarantee’, itu ada Koster dan Ganjar (yang kemudian hari justru menolak Israel).
Kedua, Israel lolos jadi peserta FIFA WC U-20 pada 29 Juni 2022. Mula-mula, ada penolakan dari MER-C (29 Juni 2022). Tapi penolakan makin ‘heboh’ pada Agustus 2022, lantaran ada sejumlah politisi dan parpol yang ikut-ikutan menolak. Politisi-politisi ini kasarnya ‘numpang’ kehebohan itu. Entah tujuannya apa?
Di antaranya: ada Ganjar, dan Koster. Narasi yang dimainkannya adalah soal konstitusi (soal ini pun juga dibantah, lantaran mereka inkonsisten. Misal, pada event-event yang lain, peserta dari Israel aman-aman saja kok, mereka tak ada penolakan. Bahkan Koster saat ini sedang diuji oleh publik konsistensinya terkait event yang akan digelar di Bali, World Beach Games 2023. Berani nggak si Koster konsisten menolak Israel. Jadi poinnya di sini, alasan konstitusi sebagai narasi penolakan hanya dalih belaka. Nampaknya alasan paling kuat, lantaran FIFA WC U-20 ini mendapatkan exposure lebih besar ketimbang event-event lain.
Lanjut soal penolakan Israel di FIFA WC U-20, Koster (dan nanti Ganjar) satu suara dalam penolakannya. Penolakan Koster secara resmi disampaikan lewat surat yang dikirimkan ke Kemenpora. Bayangkan ada Kepala Daerah (Koster dan Ganjar) yang semula setuju dan menandatangani ‘Government Guarantee’, malah akhirnya justru berbalik jadi penolak Israel di detik-detik akhir. Siapa yang tidak kecewa? Mereka – kepala daerah ini – inkonsisten dengan sikap awalnya: mereka menjanjikan keamana seluruh peserta tapi akhirnya tidak ‘aman’ untuk Israel, malah menolak. Piye toh! Makanya, dipertanyakan: mengapa menolaknya baru-baru ini, bukan sejak awal?
Ketiga, penolakan atas Israel – yang dihebohkan para politisi - ini akhirnya membuat pemerintah pusat mencari alternatif terbaik, win-win solution. Pemerintah pusat ingin menghadirkan yang terbaik. Baik untuk FIFA, baik (aman) untuk Israel, dan baik untuk Indonesia agar tetap bisa jadi tuan rumah dan mengangkat nama baik Indonesia. Di situlah, pemerintah mengutus PSSI untuk melobi FIFA. Sebab penolakan itu, yang ditunggangi para politisi, dan melibatkan Kepala Daerah yang semula menandatangani ‘Government Guarantee’, jelas meresahkan pihak FIFA.
Yang dikaburkan justru di sini: bahwa seakan-akan posisi pemerintah yang menolak FIFA dengan dalih pemerintah pusat yang mengajukan beberapa syarat ke FIFA. Seakan Koster, Ganjar, dan lainnya sekedar pengusul. Padahal kenyataannya, justru FIFA merespon atas reaksi penolakan mereka, para politisi ini. Jelas musababnya: lantaran ada penolakan segelintir ormas, dan dihebohkan lebih jauh akibat ditunggangi oleh para politisi, justru itulah fakta yang sebenarnya. Maka sikap publik sudah tepat saat melayangkan seluruh kemarahannya kepada pihak-pihak yang menolak.
Pengaburan yang lain, di sini, seakan-akan PSSI bermain drama. Jelas ini sekedar tuduhan. Sebab, PSSI hanya menjalankan titah dari pemerintah pusat yang ingin mencari jalan yang terbaik. Presiden Jokowi itu – dalam pidatonya – jelas menginginkan yang terbaik. Maka tak ada jalan lain, selain membicarakan soal ini ke pihak FIFA. Siapa yang diandalkan oleh Jokowi? Ya Erick Thohir, Ketua Umum PSSI. Selain karena itu, kewenangan Erick selaku Ketua PSSI, dia juga andalan Presiden Jokowi yang selalu berhasil melakukan lobi-lobi penting terkait sepak bola (soal ini bisa dibaca kok rekam jejaknya).
Keempat, pasca PSSI melakukan pertemuan dengan pihak FIFA di Doha Qatar, barulah dari sana akhirnya FIFA mengeluarkan pernyataan resmi bahwa FIFA mencoret status Indonesia sebagai tuan rumah. Jadi itulah kronologinya. Terang benderang kok, dan sesimpel itu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.