Sistem Bagi Hasil Dan Perhitungannya Di Perbankan Syariah
Eduaksi | 2023-04-02 01:46:34
Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil ada dua macam yaitu berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah.
Bagi hasil menurut syariah diperbolehkan sebab Rasulullah telah melakukan bagi hasil, beliau mengambil modal dari Siti Khadijah sewaktu berniaga ke Syam. Sistem bagi hasil ini dalam prakteknya ada dua yaitu:
Ø Prinsip mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal, sedang keuntungan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian.
Adanya pemilik modal (bank), adanya orang yang punya kapabiliti untuk usaha dan butuh modal, adanya kerjasama atau kesepakatan untuk usaha mencari keuntungan, keuntungan dibagi para pihak sesuai perjanjian, pemilik dana (bank) menanggung kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola, asalkan modal pokok tidak berkurang.
Mudharabah dalam syariah tidak dilarang sesuai hadits Nabi SAW riwayat Ibnu Majah dari Shalih bin Shuhaib r.a.: tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan, jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah No. 2280, kitab at-Tarjih)
Mudharabah dibagi menjadi dua jenis yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Perbedaan antara keduanya bahwa mudharabah mutlaqah yaitu kerja sama antara shahibul maal dan mudharib tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedang mudharabah muqayyadah dibatasi dengan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.
Adapun pembiayaan mudharabah ini biasanya diterapkan dalam dua hal yaitu:
· Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
· Investasi khusus.
Prinsip mudharaba terdapat adanya penggabungan antara pengalaman keuangan dengan pengalaman bisnis. Dalam sistem ini bank memberikan modal dana dan nasabah menyediakan kapabiliti usaha. Selanjutnya laba dibagi menurut suatu rasio yang disepakati. Dalam hal kerugian, banklah yang memikulnya dan nasabah hanya kehilangan nilai kerjanya selama modal pokok tidak berkurang. Bila modal pokok berkurang, maka nasabah harus mengembalikannya seperti semula dan nasabah disebut sebagai orang yang mempunyai hutang terhadap bank selama belum dibayar. Pembiayaan mudharabah bila dijalankan dengan menejemen yang baik dan keterbukaan dapat bermanfaat menghilangkan kesenjangan antara majikan dan karyawan.
Contoh:
Bank Jayen Syariah (BJS) melakukan kerjasama bisnis dengan Bapak Irfa, seorang pedagang buku di Pasar Shoping Yogyakarta menggunakan akad mudharabah (BJS sebagai pemilik dana dan Irfa sebagai pengelola dana). BJS memberikan modal kepada Irfa sebesar Rp 10.000.000 sebagai modal usaha pada Tanggal 1 Januari 2009 dengan nisbah bagi hasil BJS : Irfa = 30% : 70%. Pada tanggal 31 pebruari 2009, Irfa memberikan Laporan Laba Rugi penjualan buku sebagai berikut:
Penjualan Rp 1.000.000
Harga Pokok Penjualan (Rp 700.000)
Laba Kotor Rp 300.000
Biaya-biaya Rp100.000
Laba bersih Rp 200.000
Hitunglah pendapatan yang diperoleh BJS dan Irfa dari kerjasama bisnis tersebut pada tanggal 31 Pebruari 2009 bila kesepakan pembagian bagi hasil tersebut menggunakan metode:
o Profit sharing
o Revenue sharing
Jawab:
§ Profit sharingBank Syariah : 30% x Rp 200.000 (Laba bersih) = Rp 60.000Irfa : 70% x Rp 200.000 = Rp 140.000
§ Revenue sharingBank Syariah : 30% x Rp 300.000 (Laba Kotor) = Rp 90.000Irfa : 70% x Rp 300.000 = Rp 210.000
Ø Prinsip musyarakah
Musyarakah dari kata syirkah disebut juga syarikah yang artiny kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakaatan bersama. Abdullah Saeed mengartikan musyarakah adalah partnership. Musyarakah dapat diartikan penyertaan atau equity participation yang artinya akad kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha dimana pendapatan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas bahwa hal-hal pokok yang terdapat dalam musyarakah adalah: adanya dua sekutu atau lebih, masing- masing memasukkan modal, adanya obyek persekutuan yang diperjanjikan, adanya pembagian resiko dan keuntungan dari hasil persekutuan.
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip musyarakah diperbolehkan menurut syariah sesuai dengan hadits rasulullah, dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda: aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya (HR. Abu Dawud No.2936, dalam kitab al-Buyu' dan Hakim).
Bank syariah dengan sistem ini mengadakan hubungan kemitraan dengan nasabah untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek. Baik bank maupun nasabah memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda- beda dan menyetujui suatu rasio laba yang ditetapkan sebelumnya. Sistem tersebut juga berdasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang munuju kepada pemilikan akhir oleh nasabah dengan diberikannya hak oleh bank pada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara berangsur-angsur dari sebagian pendapatan bersih.
Pembiayaan musyarakah ini terdiri dari berbagai jenis, menurut Saad Abdul Sattar Al-Harran membagi musyarakah menjadi dua bagian yaitu:
· Syirkah al-milk (non contractual partnership).
Syirkah pemilikan (contractual partnership) terbentuk karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dua orang atau lebih itu berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkannya. Pengertian Syirkah al-milk di atas dari sudut pandang ekonomi, tetapi dari segi yuridis syirkah pemilikan adalah terbentuk dari perjanjian dan disebut contractual partnership.
· Syirkah al-uqaad (contractual partnership).
Musyarakah akad (contractual partnership) terbentuk dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih sepakat bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi:
· Syirkah inan (restricted authority and obligation).
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Porsi masing-masing tidak harus sama sesuai dengan kesepakatan mereka.
· Syirkah mufawadhah (full authority and obligation).
Yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih setiap pihak memberikan satu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
· Syirkah a'maal (labour, skill and management).
Yaitu kontrak kerja sama dua orang atau lebih seprofesi untuk menerima bekerja sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
· Syirkah wujuh (Good will, credit worthiness and contracts).
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki keahlian dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit kemudian menjual barang tersebut secara tunai. selanjutnya berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra.
Praktek pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah dalam perbankan syariah diantaranya:
· Pembiayaan proyek
Al-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
· Pembiayaan melalui pembelian saham
Bank diperbolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, dimana bank memberikan modal atau membeli saham yang dimiliki oleh sebuah perusahaan. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual saham bagiannya, baik secara singkat maupun bertahap.
Contoh:
Badrun seorang pengusaha yang akan melaksanakan suatu proyek usaha tersebut membutuhkan modal sejumlah Rp. 200.000 000,-. Badrun dapat mengajukan permohonan pembiayaan kepada bank syariah. Ternyata setelah dihitung pak Badrun hanya memiliki Rp. 100.000 000,- atau 50% dari modal yang diperlukan. Hal ini berarti kebutuhan terhadap modal dapat dipenuhi 50% dari nasabah dan 50% dari bank syariah.
Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati. Seandainya keuntungan dari proyek itu Rp. 50.000 000,- dan nisbah bagi hasil 50%:50% maka pada akhir proyek pak Badrun harus mengembalikan kepada bank dana sebesar Rp. 200.000 000,- di tambah Rp. 25.000 000,- (50% dari keuntungan).
Daftar Puataka
M. Syafi'l Antonio. 2001. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik, Jakarta: Gema Insani.
https://www.coursehero.com/file/23948717/Contoh-Soal-Perhitungan-Bagi-Hasil-Akad-Mudharabah/, diakses pada Jumat 31 Maret.
Saad Abdul Sattar Al-Harran. 1993. Islamic Finance Partnership Financing. Selangor Daarul Ehsan Malaysia: Pelanduk Publication (M) Sdn. Bhd.
Abdullah Saeed. 1996. Islamic Banking And Interest a Study of The Prohibition of Riba and its Contemporary Interpretion. Koln Brill. Leiden New York.
Siti Ismijati Jenie. 1996. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan. Makalah Penataran Dosen Hukum Perdata tanpa publikasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
