Momentum Membangun Jiwa di Bulan Ramadhan
Agama | 2023-03-30 20:57:55Dalam bait syair lagu “Indonesia Raya” – bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya. Maknanya membangun jiwa itu lebih dahulu dari membangun badan, karena membangun jiwa terkait dengan sikap dan mental sehingga membutuhkan waktu dan proses yang panjang.
Jiwa menurut KBBI Daring mempunyai arti; 1) seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya), 2) sesuatu atau orang yang utama dan menjadi sumber tenaga dan semangat, 3) buah hati atau kekasih (kbbi.kemdikbud.go.id/).
Prof. Hamka memberikan pengertian jiwa merupakan jejak atau hasil interaksi antara aspek-asper manusia, yaitu akal, hawa nafsu, dan kalbu (Ema Yudiani, 2013). Sedangkan menurut bahasa Alquran, an-nafs diterjemahkan oleh para bahasa berarti jiwa.
Dalam Alquran nafsu (jiwa) dalam diri manusia terbagi menjadi tiga jenis, di antaranya;
Pertama, nafsu ammarah bissu’, yaitu jiwa yang mengajak manusia untuk berbuat dosa, melakukan perbuatan yang haram dan memotivasi pemiliknya untuk melakukan perbuatan hina dan perilaku yang dilarang agama. Allah SWT berfirman yang artinya;
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesunggunya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Sesunggunya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Yusuf: 53).
Kedua, nafsu lawwamah, yaitu jiwa yang sering mencela orang, sering melakukan kesalahan, berbuat dosa besar dan dosa kecil, atau meninggalkan perintah, baik yang sifatnya wajib atau anjuran. Allah berfirman yang artinya; “Dan Aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri)” (QS. al-Qiyamah: 2).
Ketiga, nafsu muthmainnah, yaitu jiwa yang membuat pemiliknya tenang dalam ketaatan atau jiwa yang tenang karena iman, amal soleh, dan bertakwa kepada Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya yang artinya; “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan jiwa yang ridha dan diridhai” (QS. al-Fajr: 27-28).
Bulan ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk membangun jiwa karena perintah ibadah puasa. Makna puasa tidak hanya secara fiqhiyah, tetapi puasa makna yang lebih substantif atau puasa kelas istimewa (shaumul khas) sebagaimana yang diilustrasikan oleh Syeikh Imam Al Ghazali.
Membangun jiwa di bulan Ramadhan dengan mengendalikan dan mengarahkan jiwa untuk melakukan aktivitas dan amalan yang positif. Dengan kata lain, seseorang seharusnya mampu mengintegrasi makna shiam dengan makna imsak (menahan diri dari) yang lebih luas.
Secara subtansi puasa seharusnya jiwa mampu mengendalikan telinga, lidah (mulut), tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh dari perbuatan yang dapat mengundang maksiat dan dosa. Jiwa yang berpuasa mestinya tidak melakukan perbuatan negatif yang mengarah kepada kemungkaran.
Memang harus diakui, bahwa membangun jiwa itu lebih sulit dari pada membangun badan (jasad/raga), karena membangun badan cukup dengan makanan 4 sehat 5 sempurna, dan halal, serta diimbangi dengan berolahraga secara rutinitas.
Tetapi membangun jiwa membutuhkan kesiapan waktu, tenaga, materi, mental dan spiritual, serta motivasi dalam diri yang kuat. Contoh bagaimana jiwa mampu mengendalikan indera lahiriah kita (mulut, telinga, dan mata) dari perilaku yang dilarang atau tidak bermanfaat agar puasa kita tetap lebih berkualitas.
Maka indra lahiriah perlu dikawal oleh jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah) sehingga mulut mampu puasa bicara, telinga mampu puasa mendengar, mata mampu puasa melihat, dan tangan mampu berpuasa dari hal-hal kurang bermanfaat atau perbuatan maksiat.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi, ketika Rasulullah SAW dan para sahabat sepulang dari Perang Badar bersabda yang artinya; “Kita baru pulang dari peperangan yang kecil dan menuju peperangan yang maha besar.” Para sahabat bertanya: “Apakah peperangan yang maha besar itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Perang melawan nafsu”.
Maka Ramadhan merupakan kesempatan emas dalam satu tahun sekali untuk membangun jiwa (nasf). Ramadhan adalah bulan perang melawan hawa nafsu untuk menahan segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa dan hal-hal yang mengurangi nilai pahala.
Semoga Allah memberikan kekuatan jiwa kita sehingga benar-benar menjadi jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah). Amin Yaa Rabbal Alamin.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.