Harga Naik Menjelang Ramadhan, Tradisi Buruk yang Terus Berulang
Agama | 2023-03-28 22:05:02Dilansir dari katadata.co.id (03/03/2023), harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari jelang bulan puasa atau Ramadhan.
Tercatat dari data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional bahwa harga cabai merah besar telah mencapai Rp 42.200 per kilogram hingga harga minyak goreng naik di kisaran Rp 21.750 per kilogram dan daging ayam mencapai Rp 33.800 per kilogram. Kenaikan harga bahan pokok kerap menjadi isu yang menjadi momok di tengah masyarakat apalagi menjelang hari-hari besar keagamaan, salah satunya Bulan Suci Ramadhan.
Karena itu mengantisipasi hal ini maka Wapres mengimbau agar harga yang beredar di pasaran nantinya tidak membebani masyarakat. Wapres menyampaikan pemerintah tekah menyiapkan langkah untuk mengatasi kenaikan harga dengan upaya-upaya penanggulangan inflasi dan mendatangkan bahan pokok dari daerah lain yang nantinya biaya transportasi akan ditanggung oleh pemerintah daerah. (Setneg.go.id)(01/03/2023)
Kasus kenaikan harga bahan pokok tidak ada akhirnya melanda negeri ini seolah sudah menjadi tradisi. Sebab menjelang Ramadhan dan hari besar agama bahan pangan pokok selalu naik dan ada kala di momen awal atau pun di akhir tahun. Akibatnya rakyat kesusahan dalam mendapatkan bahan kebutuhan pokok. Kenaikan harga ini semakin menyengsarakan masyarakat yang tidak mampu membeli bahan-bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Pasa saat seperti ini harga barang mengalami peningkatan yang sangat pesat karena jumlah barang yang diminta terus meningkat, sedangkan jumlah barang tetap atau cenderung kurang. Belum lagi para pedagang culas dan pihak-pihak lain yang menimbun dan memonopoli barang tertentu lalu menjualnya dengan harga mahal ketika kelangkaan ada di mana-mana. Meski sudah ada tindakan dari pemerintah dengan mengeluarkan sanksi tindak pidana yang dijelaskan pada Pasa 29 Undang-undang Republik Indonesia No 7 Tahun 2014 tentang perdagangan namun itu saja tidak cukup untuk menuntaskan masalah ini hingga ke akar.
Seharusnya negara menyadari fenomena ini adalah bukti kegagalan mereka dalam mengatasi masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Meski sudah diantisipasi agar rakyat tidak akan kesusahan memenuhi kebutuhannya tapi solusi yang ditawarkan hanyalah tambal sulam. Padahal setingkat negara mestilah mampu untuk menjaga stabilitas negara dan menyediakan pasokan yang cukup bagi rakyat.
Inilah contoh penerapan negara yang bertumpu pada sistem kapitalis yang hanya mementingkan untung rugi semata. Sistem ini memang tidak menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab melayani kesejahteraan masyarakat. Kenyataanya pasokan pangan yang langka diganti dengan barang subsidi yang seharusnya bagi rakyat kurang mampu malah salah sasaran dan belum merata di rasakan. Sistem operasional prosedur (SOP) yang digunakan tidak dapat memastikan kegiatan tersebut juga berjalan lancar.
Berbeda dengan Islam yang memiliki mekanisme yang ampuh dalam menjaga gejolak harga sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya. Selain itu Islam juga melarang berbagai praktek curang dan tamak seperti menimbun atau memonopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Tanggung jawab negara sebagai pengatur urusan rakyat akan membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman.
Islam akan melindungi kehidupan rakyat karena rakyat adalah amanah. Mereka seperti gembalaan yang layak dijaga dan dilindungi oleh pengembalanya. Nabi saw . bersabda:
Pemimpin itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Maka rakyat yang ada di bawah naungan Islam tidak akan pernah merasakan kekurangan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya karena negara akan menjamin hal tersebut. Walaupun ada kondisi tidak terduga dimana benar-benar bahan pangan pokok nantinya mengalami kelangkaan, negara tidak akan tinggal diam saja. Para penguasa Islam akan memaksimalkan dengan berbagai cara yang sudah ditentukan syariat untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Keadaan ini tidak akan menjadi isu yang terus berulang seperti yang kita rasakan di negara yang menerapkan sistem kapitalis ini.
Islam memandang sektor pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi. Dengan demikian negara akan mencurahkan untuk mengoptimalisasikan pengelolaan pertanian. Apabila permasalahan pertanian tidak dapat dipercahkan maka dapat menyebabkan goncangnya perekonomian negara, dan membuat negara menjadi lemah. Oleh sebab itu akan ada kebijakan dari ketetapan hukum syara, yakni melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi dengan meningkatkan produktivias lahan yang sudah tersedia.
Negara akan mengupayakan intensifikasi dengan pencarian dan penyebarluasan teknologi budidaya terbaru di kalangan petani. Adapun ekstensifikasi dapat dicapai dengan mendorong lahan-lahan baru serta menghidupkan tanah yang mati.
Rasulullah saw. sebagaimana dtuturkan oleh Umar bin al-Khaththab bersabda, “Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu miliknya”. (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Dawud).
Ketika setiap orang yang memiliki tanah memaksimalkan mengelola tanahnya akan dibantu oleh negarauntu merawat tanah tersebut dengan bantuan dari Baitul Maal (kas negara). Tentu peristiwa kekurangan atau kelangkaan bahan pangan akan teratasi dengan baik. Dan itu hanya bisadiwujudkan oleh negara yang memakai sistem Islam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.