Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Annuria

Urgensi Pengawasan Produk Pangan

Eduaksi | 2023-03-19 12:43:18
Kegiatan pengawasan mutu pangan oleh BPOM - dok Republika

Permintaan konsumsi yang tinggi menjelang dan selama bulan Ramadhan hingga lebaran menyebabkan saham-saham sektor consumer goods meningkat dan diposisikan serta direkomendasikan untuk menjadi pilihan strategis.

Secara fundamental emiten-emiten itu berpeluang mendapat lonjakan permintaan yang sangat berarti. Namun demikian potensi pasar yang tinggi diatas pada tahun sebelumnya ternyata tergerus oleh serbuan pangan impor yang sudah mengalir jauh hari. Dan pada tahun ini gerusan saham konsumsi cenderung terjadi lagi. Oleh sebab itu perlu solusi untuk mengatasi gerusan saham konsumsi itu, baik secara kebijakan maupun kampanye langsung dilapangan melalui acara pameran selama bulan Ramadhan hingga liburan hari raya Idul Fitri nanti.

Seolah sudah menjadi tradisi, menjelang bulan Ramadhan selalu ditandai dengan serbuan produk makanan dan minuman impor. Kondisinya akan semakin fatal karena produk diatas masuk secara ilegal dan pemerintah terlena karena terlalu fokus kepada pesta demokrasi. Perlu segera melindungi dan memberikan insentif kepada usaha pangan tradisional. Antara lain memperbaiki mutu, volume produksi dan kemasan pangan tradisional sehingga lebih adaptif dengan pasar. Selama ini usaha untuk menerapkan manajemen mutu bagi usaha pangan tradisional belum optimal.

Mestinya bulan puasa dan lebaran merupakan momentum untuk menumbuhkan industri pangan lokal atau tradisional. Bulan puasa dan lebaran harus diwarnai dengan spirit rakyat di negeri ini untuk “puasa” terhadap makanan dan minuman impor. Tak bisa dimungkiri, usaha pangan tradisional telah memperkuat ketahanan pangan nasional serta memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi kerakyatan.

Pangan tradisional juga mewarnai wisata kuliner yang menjadi pesona berbagai daerah. Sayangnya, usaha pangan tradisional masih sarat dengan masalah. Masalah utama adalah kurangnya insentif dan pembinaan. Perhatian pemerintah daerah terhadap usaha pangan tradisional masih sebatas seremonial dan belum ada insentif yang berkelanjutan. Definisi pangan tradisional adalah makanan, minuman, dan bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah. Biasanya pangan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat lokal dengan bahan-bahan yang juga diperoleh dari sumber lokal.

Perlu mekanisme perlindungan terhadap pangan tradisional dari serbuan impor. Mekanisme itu menjadi penting, pasalnya masalah mutu, standarisasi, labelisasi dan pengawasan produk pangan hingga saat ini belum tertangani secara baik. Kondisinya semakin runyam karena Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) posisinya belum kuat. Padahal BPOM memiliki misi strategis yakni melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. Untuk mengakselerasikan misi tersebut dibutuhkan kelembagaan yang kokoh dan infrastruktur yang memadai. Sehingga kinerja BPOM bisa mengatasi apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya. Lebih-lebih jika kasusnya terjadi dalam berskala besar dan luas serta berlangsung secara cepat.

Dalam kondisi negeri ini yang tengah dibanjiri oleh produk pangan atau makanan impor. Perlu prosedur dan peralatan yang lebih canggih agar bisa digunakan BPOM secara efektif. Terutama untuk mengetahui rekam jejak secara akurat berbagai produk pangan. Pada saat ini produk pangan yang ilegal dari luar negeri juga sudah merambah hingga pasar-pasar tradisional. Sehingga mengganggu produk lokal dan bisa membahayakan kesehatan rakyat.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor barang konsumsi Indonesia mencapai US$14,60 miliar pada Januari-September 2022. Jumlah tersebut mengalami penurunan 11,17% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Melihat trennya, nilai impor barang cenderung fluktuatif dalam satu dekade. Lonjakan nilai impor tertinggi sebesar US$20,19 miliar pada tahun lalu. Sedangkan, nilai impor terendah sebesar US$10,88 miliar pada 2015. Meski nilainya fluktuatif, andil barang konsumsi terhadap total impor Indonesia cenderung mengalami kenaikan.

Pada 2012, kontribusi barang konsumsi ke total impor Indonesia hanya 6,99%. Angkanya kemudian melejit hingga mencapai 10,35% pada 2020 dan 10,29% pada 2021. Proporsi impor barang konsumsi baru menurun ke level 8,13% dalam sembilan bulan tahun 2021. Sebagai informasi, impor barang konsumsi terdiri dari tujuh barang, yakni makanan dan minuman untuk rumah tangga utama, makanan dan minuman untuk rumah tangga olahan, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkutan bukan untuk industri, barang konsumsi tahan lama, barang konsumsi setengah lama, dan barang konsumsi tidak tahan lama. Selain barang konsumsi, BPS mencatat impor bahan baku atau penolong sebanyak US$138.46 miliar pada Januari-September 2022. Nilainya mengalami kenaikan 31,72% dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan, impor barang modal tercatat sebesar US$26,43 miliar pada Januari-September 2022. Nilai tersebut juga meningkat 32,17% dibandingkan setahun sebelumnya.

Kondisi pasar tradisional sangat rentan terhadap produk pangan ilegal. Lembaga yang bertugas untuk mengawasi barang yang beredar di pasar tradisional juga kurang efektif karena masih rendahnya kompetensi SDM. Sudah begitu produk ilegal diatas banyak yang bermutu rendah. Kondisi yang sangat menyedihkan diatas harus segera diatasi dengan operasi besar-besaran lintas kementerian dan lembaga terkait. Operasi produk pangan ilegal tersebut sebaiknya hingga ke pasar induk, pasar-pasar tradisional hingga toko dan pengecer. Harus ada perang total terhadap produk pangan ilegal hingga ke desa-desa.

Kita semua masih prihatin, melihat langkah pemerintah yang belum berdaya dalam melindungi konsumen. Belum ada totalitas dari pemerintah untuk melaksanakan sejumlah aturan yang terkait dengan persyaratan suatu produk impor yang masuk ke pasar lokal pada era perdagangan bebas. Di Sisi yang lain pemerintah pusat dan daerah juga belum optimal dalam meningkatkan produk pangan domestik sehingga bisa bersaing dan menembus pasar dunia.

Eksistensi Undang Undang Perlindungan Konsumen pada saat ini bagaikan macan ompong. Akibatnya, masyarakat semakin tidak berdaya dikepung oleh aneka produk pangan yang merugikan dirinya. Mestinya ada kebijakan yang keras dan ekstra hati-hati untuk produk pangan. Dibutuhkan langkah yang konsisten dan strategis yang terkait registrasi pabrik produk pangan baik yang dimiliki oleh pengusaha dalam negeri maupun asing. Registrasi harus komprehensif sehingga bisa mencakup ketentuan tentang rekam jejak produk. Rekam jejak itu mencakup aspek pengolahan, pengemasan, transportasi, distribusi, dan pengapalan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image