Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Politik Soekarno Menolak Israel

Sejarah | Thursday, 16 Mar 2023, 18:53 WIB

Soekarno salah satu bapak pendiri bangsa Indonesia (the founding fathers), sejak masa mudanya dikenal memiliki pemikiran anti imperialisme dan kolonialisme, sosoknya sangat konsisten menjadikan penjajahan sebagai musuh pertama dan utama dimuka bumi.

sumber : www.cnnindonesia.com AFP Photo

Di dalam pledoi pembelaan berjudul Indonesia Menggugat, Soekarno menyampaikan alasan dirinya anti terhadap imperialisme dan kolonialisme, karena penjajahan (imperialisme) merupakan pintu awal dari penderitaan bangsa Asia-Afrika selama berabad-abad, kaum imperialis telah melakukan eksploitasi sumber daya alam, serta penghisapan tenaga manusia secara brutal dan kejam, menyebabkan kesengsaraan serta penderitaan tiada taranya (Kasenda, 2010).

Menurut Soekarno hanya terdapat satu pilihan ketika suatu bangsa mengalami penjajahan bangsa lain, yaitu melakukan perlawanan secara total, sebab penjajahan mengabaikan rasa keadilan, meminggirkan nilai kemanusiaan, membunuh kesetaraan, dan tidak memberikan kesejahteraan.

Konsistensi Soekarno

Konsistensi sikap dan pemikiran putra sang fajar ini, tidak hanya berhenti ketika bangsanya merdeka, ketika Indonesia memperoleh pengakuan kemerdekaan, Soekarno tetap memiliki pendirian kokoh dan kuat, bahwa bangsa Indonesia harus membangun solidaritas kepada bangsa lain, yang masih mengalami penjajahan dan penindasan.

Bangsa Indonesia menurut Soekarno tidak boleh melupakan, apalagi meninggalkan mereka, termasuk pembelaan Soekarno terhadap Palestina, bentuk sikap politik menandakan tidak berubahnya pemikiran presiden pertama Indonesia ini dalam melawan imperialisme dan kolonialisme.

Presiden Soekarno menolak Israel sebagai salah satu peserta Asian Games IV, yang dilaksanakan tanggal 24 Agustus-4 September 1962, ketika itu Indonesia menjadi negara tuan rumah penyelenggara, bentuk penolakan Soekarno dengan tidak mengundang Israel untuk berlaga di Asian Games IV.

Menolak Israel sebagai peserta Asian Games IV, merupakan bentuk pembelaan dan dukungan Indonesia kepada Palestina. Konsisten menjaga jati diri sebagai bangsa merdeka, serta amanat konstitusi dalam Pembukaan UUD 1945, meskipun pilihan politik Indonesia itu, harus menerima konsekuensi, mendapatkan sanksi dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Sanksi Komite Olimpiade Internasional

Komite Olimpiade Internasional (IOC) menuduh Indonesia telah mencampuradukan antara olahraga dengan politik, sehingga tidak mampu bersikap netral, dalam kompetisi pertandingan olahraga menurut IOC dituntut sportivitas dan netralitas, dengan memberikan apresiasi kepada mereka berprestasi, tanpa melihat latar belakang negaranya.

Indonesia akhirnya mendapat hukuman mengalami skorsing dari keanggotaan Komite Olimpiade Internasional (IOC), hukuman itu akan dicabut, syaratnya Indonesia harus meminta maaf atas penolakan pada Israel sebagai negara peserta Asian Games IV.

Menyikapi tuduhan mencampuradukan politik dengan olahraga, Presiden Soekarno menjelaskan antara olahraga dan politik tidak terpisahkan, sebab olahraga bagian dari pembentukan karakter kebangsaan, menjadi entitas perekat nasionalisme sebagai sebuah negara bangsa (nation state), serta menjadi penguatan persatuan diantara berbagai suku bangsa di sebuah negara, menilai antara keduanya secara terpisah sebuah pemikiran absurd dan tidak pernah bisa diterima nalar, peran pemerintah yang dinilai sebatas fasilitator, penggembleng atlet, dan penyandang dana semata, suatu pemikiran tidak bisa diterima oleh Soekarno ketika itu (Dahlan, 2016).

Alasan Indonesia tidak mengundang Israel sebagai peserta Asian Games IV, karena negara itu melakukan penjajahan terhadap bangsa Palestina. Tindakan Indonesia yang tidak memperbolehkan Israel mengikuti Asian Games IV, sudah sesuai amanat konstitusi Indonesia, bahwa penjajahan bentuk apapun di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai prikemanusiaan dan prikeadilan.

Menyelenggarakan Ganefo

Mendapatkan sanksi dari IOC, artinya Indonesia tidak bisa menjadi peserta Olimpiade, Presiden Soekarno menempuh langkah politik perlawanan (resistensi), bukan meminta maaf seperti kehendak IOC, pemerintah Indonesia menginisiasi Ganefo (Games of the New Emerging Forces), perhelatan olahraga sejagat melibatkan 58 negara peserta, dari bangsa-bangsa berpikiran progresif, anti imperialisme dan kolonialisme.

Pelaksanaan Ganefo memiliki spirit Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18-24 April 1955, yang melahirkan komunike bersama dikenal dengan Dasasila Bandung, dimana dua butir dari kesepakatan itu adalah menghormati hak-hak dasar manusia, sebagaimana tercantum dalam Piagam PBB, serta menghormati kedaulatan dan integritas suatu bangsa. Artinya antara Ganefo dengan KAA dalam satu frekuensi atau tarikan nafas yang sama, sama-sama menolak imperialisme dan kolonialisme, satu bangsa atas bangsa lain (Utama, 2017).

Ganefo diselenggarakan pada 10 November-22 November 1963 di Jakarta, dengan jumlah peserta 51 negara, melibatkan sekitar 2.700 atlet, pesta olahraga negara-negara progresif-revolusioner ini, tercatat dalam sejarah memecahkan enam rekor dunia dibeberapa arena pertandingan, sedangkan Indonesia sendiri mendapat peringkat ketiga dalam perolehan mendali, setelah negara Cina dan Uni Soviet (Dahlan, 2016).

Kesuksesan pemerintah Indonesia menyelenggarakan Ganefo berkat dukungan seluruh masyarakat Indonesia, terlihat dari antusias masyarakat bergotong-royong membantu kesuksesan Ganefo, bahkan di daerah pelosok seperti masyaraat yang tinggal dilereng Gunung Merapi, sukarela menyetorkan dana hasil dari udunan secara swadaya, berhasil mengumpulkan uang sebesar 867 ribu diserahkan ke pemerintah pusat. Fenomen antusiasme masyarakat itu terjadi merata dihampir seluruh pelosok daerah Indonesia, mereka sukarela membantu kesuksesan Ganefo (Dahlan, 2016).

Tentu kita bisa memaknai sukarela masyarakat ini, tidak semata-mata ikut berpartisipasi dalam mensukseskan perhelatan olahraga sejagat semata, tetapi bentuk solidaritas kepada bangsa-bangsa masih mengalami penjajahan, artinya keputusan Indonesia tidak melibatkan Israel dalam Asian Games IV, mendapatkan dukungan dari masyarakat, terbukti dari keikutsertaan masyarakat menyisihkan hartanya untuk kepentingan nasional.

Genefo sampai detik ini masih menjadi ingatan kolektif dunia, bagaimana sebuah negara baru merdeka di tahun 1945, mampu menyelenggarakan perhelatan akbar bersifat kolosal, bahkan dapat dikatakan sukses diselenggarakan, serta mengharumkan nama Indonesia dipentas dunia sampai sekarang, inilah bukti sejarah Indonesia memiliki solidaritas sangat kuat pada bangsa Palestina, bahkan masih terjaga sampai sekarang, terbukti masyarakat Indonesia mampu mendirikan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, guna membantu bangsa Palestina.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), Ketua Bidang Hikmah Dan Hubungan Antar Lembaga Pemuda Muhammadiyah Karawang.

Referensi Artikel.

1. Dahlan, Muhidin M. 2016. Ganefo Olimpiade Kiri Di Indonesia. (Warung Arsip, Yogyakarta).

2. Kaseda, Peter. 2010. Sukarno Muda Biografi Pemikiran 1926-1933 (Komunitas Bambu, Depok).

3. Utama, Wildan Sena. 2017. Konferensi Asia-Afrika 1955. (Marjin Kiri, Tanggerang).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image