Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bilqisti Nur Masitoh

Cahaya Impian

Alkisah | Sunday, 12 Mar 2023, 15:44 WIB

CAHAYA IMPIAN

Tsintai ahseera

Raihana Adha yang sering disapa dengan Radha adalah anak dari pengusaha furniture terkenal sekaligus putri keturunan kraton solo yang tinggal dilingkungan mewah dan serba berkecukupan, dan sekarang ia dan keluarga kecilnya memilih tinggal di Jakarta, Radha sekarang duduk dibangku SMA International College Bina Jaya. Tak ayal lagi jika teman-temannya adalah keturunan orang elite mewah kelas atas, mulai dari yang berkendara Lamborghini, Ferrari, Mercedes Benz, BRV, BMW, hidupnya bagai perlombaan kemewahan apalagi ditambah dia dari keturunan darah biru Raden Ayu.

“Radha... pake mobil apa hari ini?” tanya Sofia anak dari Dewan Perwakilan Rakyat.

“ avanza” ucap Radha malas.

“gak salah denger ni aku,seorang Radha putri kraton berkendara Avanza” ledek sofi memastikan.

“kenapa? Gak mungkin?” sahut Radha sedikit gregetan

“kok, kamu jutek banget si rad”

“males banget ngomongin itu, emang segitu pentingnya ? yang penting gwe sehat dan bisa masuk ke kelas yang dingin tapi panas di pagi hari” jawab radha ketus, kelas yang ber Ac ini tiba-tiba panas.

“oh gitu, ya gwe minta maaf, nanti gwe traktir ke kantin deh” sodor tangan sofia meminta maaf.

Radha yang sedikit tomboy dan dewasa ini memang sedikt berbeda, dia tak suka banyak bicara yang diarasa gak perlu dibicarakan, apalagi dia adalah salah satu siswi yang aktif di organisasi humas pun dia adalah seorang wakil ketua OSIS di sekolahnya.

“ gwe juga fi, uang gwe udah habis buat top up hari ini, lagi ngejar target gwe di game ini.” Sahut Arnold yang mendengar percakapan mereka berdua. “ eh lu pikir uang tinggal metik, makan tu top up” jawab sofia menolak.

“emang duit lo kagak cukup? Gaji DPR itu berapa yah, eh uang rakyat . oups keceplosan.” Sahut Rita putri PT. Pertambangan Batu Bara di Kalimantan.

“apa-apaan, apa maksud lo dengan pekerjaan pipi gwe dan uang rakyat” jawab Sofia tersulut emosi.

Tet...tet...tet... suara bel masuk jam pertama dimulai. Semua siswa dikelas tak peduli dengan perkataan seperti ini mereka sibuk dengan gawai atau urusan mereka sendiri.

“emang bener wakil rakyat makan duit rakyat” jawab Rita tanpa filter.

“udah... udah... apa-apaan kalian, itu Coach Yudha sudah mulai dekat”sahut Radha melerai pertikaian temannya itu sambil melirik ke kaca jendela.

Semua diam, ketua kelas mempersiapkan siswa-siswi untuk berdiri dan menyapa Coach Yudha, dilanjut berdoa bersama, keyakinan mereka memang berbeda-beda tapi dalam satu gedung mewah ini perbedaan agama itu tak menjadi masalah, justru kesenjangan sosiallah yang menjadi bulan-bulanan mereka.

***

“Radha pelan-pelan.” Tegur mama lembut, yang sedang focus dengan layar Macbooknya juga tumpukan berkas-berkas yangmemenuhi meja kerjannya yang tepat terletak di sebelah kanan ruang tamu.

“capek ma...” jawab Radha dengan lesu, sambil membuka kaus kaki hitamnya, setelah melempar tasnya di sofa ruang tamu, yang hanya berbataskan rak-rak buku dan document.

“biasa tiap hari ngomongnya capek tapi masih pulang sore bilangnya ikut organisasi” suara mama mulai mendekati putrinya yang sedang memijat-mijat kepalannya yang terasa berat, mama memang tau dan peka dengan keadaan putrinya yang paling besar ini. “ ma Radha capek dengan sikap temen-temen yang selalu mengagung-agungkan kekayaan dan gaya hidup yang hedonisme.” Grutu Radha terhadap sikap temannya yang suka menghina dan ikut campur dengan urusan keuangan keluarga.

“Raddha banggakah, lahir dikeluarga seperti sekarang ini?” tanya mama sambil mengelus-elus kepala putrinya yang tiduran dipangkuannya, mama paruh baya ini selalu mengerti dengan perasaan putrinya, walau perhatiannya harus terbagi dengan urusan perusahaan tapi keluarga baginya adalah yang paling utama. “bangga maa, Radha masih bisa berkumpul sama mama, papa, dek Raifa, dan kak Raihan, walau kakak masih di Turkey, tapi aku rasa ada yang kurang ma, beberapa hari lalu saat Radha tunggu pak Baihaqi untuk jemput, Radha denger suara Adzan yang jaraknya tak jauh dari area sekolah,dan suara itu sanagat indah dan menenangkan, aku pengen pindah ke tempat yang lebih dekat dengan agama ma.” Pinta Radha dengan memelas pasrah. Mama yang mendengar cerita putrinyapun tau akan maksud putrinya, yang mulai tumbuh dewasa dan mencari jati dirinya. “kamu yakin? Tinggal tiga semester lagi kamu lulus dari sekolah itu” tanya mama pelan-pelan. “ Radha yakin ma, aku mau pindahnya di Surakarta, udah lama kita gak jenguk kakek dan nenek ” tegas Radha pada mamanya. “nanti mama coba ngomong sama papa dulu ya, udah Radha beres-beres dulu gih” hibur mama.

Radha pun beranjak ke kamarnya dengan langkah malasnya, ia pun melihat catatan dan foto-foto kecilnya waktu di kraton, senyum kecil bebas beban dengan topi warna pink juga gaun yang ia kenakan waktu itu. Ia memang lahir di keuarga kraton tapi ia tak suka dengan kehidupan di kraton, untuk itu keluarga kecil mereka pindah ke Jakarta apalagi waktu itu papa dapat proyek besar di Jakarta.

***

Makanan di meja makan berukuran dua meter penuh dengan lauk-pauk, serta buah-buahan yang tersaji, nanmun selera makan Radhapun tak berkeinginan untuk melahapnya, dipiringnya hanya nasi putih yang mama siapkan untuknya, sendok dan garpu yang beradadiatas piringnya hanya ia mainkan saja, seperti rasa hatinya yang sedang bergelut dan kalut, mama dan papa melahap ayam bakar juga sampal ijo yang bi iyem dan teh lala sajikan, sedangkan Raifa adik kecilnya memilih sop matahari dengan kaldu ayam. “pah, mah...” pangil Radha sambil membolak-balik nasinya. “iya nak, papa udah denger cerita dari mama” papa menghentikan makannya. “papa minta maaf, papa kira sekolah yang terbaik itu sudah cukup untuk pendidikan kamu, dan ternyata anak papa ini sudah lebih tau apa sebenarnya yang lebih penting itu” lanjut papa dengan melihat Radha yang duduk disampingnya. “ini bukan salah papa dan mama, Radha pun sudah belajar, tapi aku rasa lingkungan untuk berubah itu juga penting, izinkan Radha masuk di pesantren ya pah, aku juga sudah cari informasi, danaku maunya di Surakarta jadi anti kalau liburan Radha bisa ke rumah nenek dan kakek” “lalu bagaimana dengan sekolahmu sekarang, kamu ikut OSIS kan? Bahkan menjadi wakil, apakah tidak disayangkan nak” “ tak apa pah, nanti Radha yang urus untuk masalah OSIS, tapi papa harus segera urus perpindahan Radha juga.” Terlihat diwajah mama yang tersenyum dengan mata berkaca-kaca yang tak dapat diartikan, mungkin karena semangat putrinya untuk belajar di luar kota yang membatasi jarak anatara mereka, rumah yang penuh dengan ocehan dan cerita-ceritanyapun akan menjadi sepi. Makan malam kali ini seakan menjadi malah terakhir Radha duduk dikursinya.

***

Mobil melaju dengan kencang, seperti tak sabar untuk sampai ditujuan, papa yang sejak malam itu sudah bertanya-tanya dengan paman Bahrul yang tinggal di Surakarta, untuk menyiapkan segala administrasi di sekolah barunya yakni Dar Al-Arqom International Islamic Boarding School (IIBS), yang jarak tempuhnya kurang lebih satu jam dari kota. Pak Baihaqi pun menghentikan Mobil di masjid Agung Surakarta. Radha dengan cermat mengamati bangunan serta arsitektur yang menarik terlihatJejak peninggalan Utsmani masih tampak pada Masjid Agung Surakarta. Di masjid tersebut, pengunjung bisa menyaksikan mihrab berbentuk bulan sabit yang di atasnya memiliki stempel khas Utsmani, yakni Tughra. Tidak hanya itu, masjid agung ini juga memiliki gapura bergaya Utsmani. Tidak terbantahkan jika Solo dan Utsmani memiliki hubungan bilateral yang sangat erat. Menara yang menjulang tinggi dan indah penuh makna ini mengigatkan Radha dengan teman-temannya di kelas juga organisasinya, yang saat perpisahan waktu itu terlihat ada kesedihan dan kehilangan, sososk yang memberikan ide juga gagasan pada event-event yang pernah ia usulkan.

***

Sudah tiga purnama Radha manjadi santriwati di Al-Arqom IIBS, mukena abu yang ia kenakan menjadikan wajahnya berbinar selepas terbasuh dengan air wudhu, malam yang penuh gemintang dan purnama yang merona menyejukan hatinya, langkah penuh yakin ia gayungkan pada pukul 03:25 apalagi sushu yang semakin dingin tak menambah malasnya untuk menarik selimutnya kembali, sampailah pada tangga masjid yang menuju lantai dua bagi santriwati, dimasjid yang cukup megah ini ia gelar sajadah bermotif ka’bah ia memilih duduk dipojok masjid dengan lampu yang masih remang-remang membuat suasana munajat semakin khusyu’, hanya terdengar beberapa suara yang mengemakan ayat-ayat suci-Nya, ada satu suara yang mengelitik hatinya, suara lantunan surah An-nur itu seakan membuat cahaya berbinar dihati Radha, tak terasa air mata radha yang sudah mengembun itupun meleleh, suara itu seakan ia kenal dalam hatinya, enatah dimana dan kapan iapun tak mengetahuinya, tanpa pikir panjang iapun melanjutkan ibadahnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image