Masalah Kecelakaan Kerja Industri Rumahan
Bisnis | 2023-02-23 12:07:26Peristiwa ledakan dahsyat di tempat pembuatan petasan dan kembang api di Desa Karangbendo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur menewaskan 4 orang dan menghancurkan puluhan bangunan rumah. Apakah peristiwa ledakan diatas bisa dikategorikan sebagai kecelakaan kerja yang terjadi di industri rumahan ? Meskipun industri itu belum secara resmi terdaftar sebagai entitas industri. Ledakan serupa tahun lalu juga terjadi di Tangerang, dimana hanya sebagian pekerja yang mendapatkan santunan kecelakan kerja dari BP Jamsostek.
Masalah industri rumahan sangat pelik, terutama yang tergolong industri berisiko tinggi terjadinya kecelakaan karena melibatkan bahan baku yang mudah terbakar atau meledak. Kecelakaan kerja rumahan akibat kebakaran, keracunan, penyakit akibat beban kerja dan kondisi tempat kerja dari industri rumahan belum ada solusinya. Para pekerja yang meninggal dunia atau cacat tidak mendapatkan perlindungan yang semestinya. Pihak BP Jamsostek yang menurut Undang-Undang meliondungi segenap pekerja di Indonesia belum memiliki mekanisme untuk membantu tenaga kerja industri rumahan.
Jumlah kecelakaan kerja di industri rumahan sebagian besar tidak dilaporkan. Jika ditambah dengan jumlah pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek, maka jumlah kecelakan kerja sangat besaar jumlahnya. Hal ini merupakan masalah bangsa yang harus dicarikan solusinya. Berdasarkan data BP Jamsostek, hingga Agustus 2022, sebanyak 35,2 juta pekerja telah terdaftar menjadi peserta. Dan sepanjang tahun 2022, telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 180 ribu kasus kecelakaan kerja dengan tingkat kesembuhan sebesar 26 %, tingkat kecacatan 3 % dan kemudian kecelakaan yang menyebabkan kematian sebesar 3 %.
Tingginya kasus kematian dan kecacatan mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak hanya menyebabkan kematian, kerugian materi, moril dan pencemaran lingkungan, namun juga dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Kecelakaan kerja juga mempengaruhi indeks pembangunan manusia dan daya saing nasional.
Kondisi Industri rumahan tidak jarang kurang memenuhi syarat dalam hal lokasi pabrik maupun kurangnya kemampuan untuk menerapkan sistem keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Kondisinya semakin runyam karena peran pengawas ketenagakerjaan dari Disnaker tidak efektif bahkan terjadi kekosongan.
Pegawai pengawas ketenagakerjaan saat ini masih lemah dan kurang bergigi. Eksistensi pengawas ketenagakerjaan belum mencapai prosedur pengawasan yang sampai kepada hal-hal detail dan spesifik. Mestinya pengawas mampu mencegah terjadinya kecelakaan kerja lewat investigasi yang mendalam.
Eksistensi Permenaker Nomor 33 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan ibarat seperti Macan ompong. Padahal permen itu jelas mengizinkan pengawas ketenagakerjaan memasuki tempat kerja, tanpa pemberitahuan sekalipun. Ironisnya para pengawas justru takut melakukan hal diatas dan ironisnya para pengawas terlalu mudah kompromi dengan pemilik usaha jika menemukan hal-hal yang berpotensi terjadinya kecelakaan kerja.
Kelangsungan hidup industri rumahan menjadi dilema bangsa. Disatu pihak industri itu menopang ekonomi daerah, dilain pihak potensi bahaya kecelakaan kerja sangat besar. Karena lokasi pabrik secara tata ruang dan aspek spasial industri tidak memenuhi syarat. Selain itu pengusaha juga tidak mampu investasi peralatan keselamatan kerja. Hal yang sangat prinsip adalah belum adanya budaya keselamatan kerja dari pengusaha dan karyawan.
Kita bisa mengamati adanya kemiripan modus terjadinya petaka industri rumahan di Blitar,Tangerang dan Binjai. Keduanya melibatkan bahan baku produksi barang ber¬bahaya. Mestinya produksi korek api dan kembang api memiliki aspek pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, sehingga ti¬dak boleh berada di kawasan permukiman. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri.
Dilema industri rumahan yang berpotensi menimpulkan malapetaka kecelakaan kerja perlu dicarikan solusi yang mendasar. Kasus-kasus kecelakaan kerja jangan sampai hilang begitu saja tertiup angin lalu. Mengingat di Tanah Air pada saat ini terdapat sekitar 21.591.508 perusahaan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 90 persen adalah usaha kecil yang menyerap 0-100 pekerja. Sebanyak 9 persen merupakan perusahaan skala menengah dan sekitar 1 persen dianggap sebagai perusahaan besar.
Jumlah perusahaan yang telah dilakukan pengawasan secara sepintas hingga 2019 sebanyak 61.134 perusahaan. Dari jumlah tersebut, ditemukan sejumlah ketidakpatuhan oleh pengusaha terhadap berbagai aspek ketenagakerjaan, termasuk keselamatan kerja.
Sungguh menyedihkan, selama ini proses pengawasan ketenagakerjaan dihadang bermacam masalah teknis dan nonteknis. Bahkan ada kondisi kekosongan petugas pengawas akibat pengalihan pengawasan ketenagakerjaan dari pemerintah kota/kabupaten kepada provinsi.
Hal diatas sebagai implikasi Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. Yang menyatakan bahwa sejumlah fungsi pengawasan ketenagakerjaan tersentralisasi dari kabupaten ke tingkat provinsi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan independensi pengawas ketenagakerjaan karena mereka tidak lagi melapor kepada pemerintah kabupaten/kota. Namun, kondisinya justru pengawasan oleh pihak provinsi malah tidak efektif akibat masalah teknis dan non teknis. (AM)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.