Islam, Marxisme dan Kritik Hubungan Sosial Masyarakat
Politik | 2023-02-17 10:32:58Oleh: Milenia Ferlihanisa
Berangkat dari pernyataan Karl Marx, Agama adalah candu. Dan Marx menolak penggabungan antara Agama dengan kehidupan sosial bermasyarakat, bahkan dalam skup yang lebih luas lagi, bernegara. Karena Marx menganggap pada waktu itu, para rohanian gereja justru menjadikan Agama sebagai komoditas politik, orang-orang harus selalu tunduk pada dogma gereja, tidak boleh mengkritik gereja atas ketidakadilan yang terjadi, dan Marx menganggap Agama sebagai institusi yang membuatnya terbatas dalam mengetahui dan melakukan suatu hal.
Sebelum jauh pada pembahasan adakah keterkaitan Islam, Marxisme dan hubungan sosial masyarakat, kita harus tahu bahwa Islam dan Marxisme adalah dua hal yang berbeda. Islam adalah Dien, Agama. Islam yang berarti selamat, Agama keselamatan yang diyakini oleh pemeluknya, keberadaan Islam sudah ada sejak ribuan bahkan ratusan tahun yang lalu dan ada sebelum munculnya idelogi marxisme. Sedangkan Marxisme adalah suatu metodologi berfikir yang didasarkan pada pemikiran Karl Marx sebagai kritik terhadap sistem kapitalisme yang lahir dalam konteks sejarah peradaban Barat modern.
Diskursus mengenai kesesuaian Islam dengan sosialisme, marxisme, atau bahkan kapitalisme rasanya tidak akan pernah selesai dan selalu menarik untuk dikaji selama kemiskinan, penindasan, dan berbagai bentuk ketidakadilan lainnya masih ada di muka bumi. Adapun secara aksiologis, banyak para intelektual Muslim yang memandang bahwa marxisme dan Islam memiliki kesamaan orientasi dalam hal kemasyarakatan, yaitu sama-sama berfokus untuk memerangi ketidakadilan, penindasan, dan sebagainya.
Sehingga dengan penyesuai-penyesuaian tertentu, Islam dan marxisme menjadi relevan untuk menyadarkan masyarakat bahwa kemiskinan, penindasan dan bentuk-bentuk ketidakadilan sosial lainnya bukanlah realitas kehidupan yang mengalir begitu saja, melainkan buah dari adanya sistem kapitalisme. Marxisme menjadi ideologi komunisme internasional yang dalam perkembangannya tidak hanya mempengaruhi Rusia sehingga bertransformasi menjadi pusat Uni Soviet saja, tetapi juga menginspirasi munculnya gerakan revolusi sosialis-komunis hampir di seluruh dunia.
Komunisme sendiri berbeda dengan marxisme, Komunisme adalah istilah yang dipakai oleh Karl Marx dan Friedrich Engels dalam Manifesto Partai Komunis yang ditulis pada tahun 1847, untuk merujuk pada sekumpulan doktrin dan kritik Marx terhadap kapitalisme dan teori liberal, prediksi tentang akan terciptanya revolusi proletariat yang melahirkan masyarakat tanpa kelas, bebas dari kemiskinan, pembagian kerja yang timpang, institusi yang menjadi alat penindasan dan eksploitasi kelas yang satu terhadap kelas yang lain.
Kelompok Marxisme berpendapat bahwa untuk mengentaskan kemiskinan mereka harus meniadakan kelas-kelas borjuis, melarang kepemilikan pribadi, melakukan adu domba ( propaganda) terhadap kaum proletar untuk menyerang kelas borjuis, menciptakan pertarungan antar kelas dengan menyebarkan kedengkian dan rasa permusuhan. Marx juga menganggap agama dan negara sebagai alat yang digunakan oleh kelas borjuis ( orang kaya ) untuk mengakumulasi kapital mereka untuk menindas kaum proletar ( orang miskin )
Jika ditinjau dalam sudut pandang Islam sebagai Agama, tentulah pemikiran Marx sangatlah salah. Karena dalam Islam, tidak mengajarkan adu domba untuk menyerang salah satu pihak dan menimbulkan kebencian dipihak lainnya. Islam sangat melarang permusuhan, dalam Islam juga mengakui hak kepemilikan harta. Faktor pemerintah dan agama juga mempunyai peran yang penting dalam pengentasan kemiskinan. Islam menyarankan kelas miskin untuk bekerja keras, kelas kaya berzakat, dan kerja sama antar dua kelas tersebut supaya tidak terjadi ketimpangan dalam sosial masyarakat.
Meski sebagai ideologi Marxisme tidak sempurna, dikarenakan ada beberapa hal yang bertolak belakang dengan ajaran Islam, tapi kita tetap bisa melihatnya sebagai suatu cara pandang, metodologi berpikir modern untuk mencari solusi permasalahan sosial umat Islam saat ini, meskipun begitu, seperti yang diawal penulis sudah katakan, antara Islam dan marxisme adalah dua hal yang berbeda, jadi terdapat kemungkinan marxisme tidak 100% benar-benar bisa sejalan dalam pengentasan kemiskinan sesuai dengan yang Islam ajarkan.
Meskipun pada aspek-aspek tertentu marxisme terlihat berguna untuk penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan secara kongkrit, bagi seorang Muslim yang terdidik, Marxisme haruslah disikapi secara kritis agar diperoleh pemahaman yang jelas dan pasti. Kemiskinan adalah persoalan yang kompleks dan berdimensi ganda, spiritual dan material serta mempunyai kaitan dengan berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat.
Kemiskinan selalu ada sebagai realitas hidup yang berdiri bersebelahan dengan kekayaan, seperti realitas siang dan malam, terang atas kegelapan. Kemiskinan sebagai realitas kehidupan selalu digambarkan sebagai suatu keadaan kehidupan yang kekurangan, lemah dan tidak berdaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhir-akhir ini, menjelang pemilu kemiskinan sangat banyak dibicarakan oleh kalangan politisi, akademisi dan para cendekiawan hanya sebatas wacana dan teori yang melihat kemiskinan sebagai realitas yang dihasilkan oleh adanya struktur perekonomian yang timpang.
Kondisi tersebut mengakibatkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Situasi seperti itu dapat menyulut rasa ketidakpuasan masyarakat karena ketidakadilan terasa semakin melebar ke berbagai aspek. Kemiskinan merupakan gejala yang sudah hadir seusia dengan lahirnya sistem peradaban manusia. Namun banyak ahli sosial dan politik meyakini bahwa kemiskinan bukanlah sifat bawaan dari komunitas masyarakat, ia menjadi gejala dalam proses interaksi dalam masyarakat dan akhirnya menjadi sebuah fenomena sosial.
Seperti yang penulis sudah katakan pada paragraf sebelumnya, Kemiskinan selalu ada sebagai realitas hidup yang berdiri bersebelahan dengan kekayaan, seperti realitas siang dan malam, terang atas kegelapan. Ada yang semakin kaya, dan ada yang semakin miskin, situasi ini menyebabkan beberapa kelompok yang kemudian memiliki akses yang lebih banyak menjadi kelompok yang mengendalikan proses politik dan ekonomi.
Penindasan sebagaimana dipahami Marx adalah suatu perilaku yang bersifat eksploitatif ekonomis, dimana manusia hanya obyek yang dapat dimanfaatkan demi kepentingan sesuatu. Penindasan dan kemiskinan dalam pandangan Marx tidak dapat dipisahkan. Orang jatuh dalam lubang kemiskinan karena adanya tindakan-tindakan penindasan, dan ini biasa dilakukan oleh kaum kapitalis ( re: orang kaya )
Kemiskinan itu muncul karena struktur ekonomi yang menindas yang diciptakan oleh pelaku kapitalis untuk memperbesar modal mereka. Karl Marx berpendapat bahwa agama adalah institusi yang menindas. Pengalaman hidup yang dilalui olehnya, dimana menurut Marx agama berkolaborasi dengan penguasa ekonomi, Marx juga menganggap bahwa agama yang mengajarkan manusia untuk menerima nasib hidupnya (yang malang, miskin, hina dan tertindas) berarti telah bersekutu dengan para kapitalis (kaya, kuat dan menindas) untuk melanggengkan kemiskinan dan penindasan.
Dan itu terbukti, banyaknya pemuka agama saat ini yang hanya sibuk pada kajian yang mengajarkan pengikutnya hanya sebatas ibadah ritual semata, mengimingi surga bagi kaum miskin dengan narasi orang miskin bisa masuk surga lebih cepat dari orang kaya, hal itu yang sering kali ditekankan saat mengisi ceramah juga tabligh akbar dan akhirnya menjadi hal yang dianggap " takdir " yang harus di syukuri oleh orang miskin. Jarang sekali pemuka agama yang mengajarkan bagaimana seorang muslim harus berharta, berilmu dan berkuasa untuk pengentasan kemiskinan.
Orang yang memiliki kekuasaan, lebih mudah untuk mengentaskan masalah sosial yang ada karena mereka mempunyai segala resourcesnya. Bahkan, menurut penulis masih banyak pemuka agama yang alergi membahas politik dan mengajarkan bagaimana seorang Muslim haruslah kaya agar bisa berkuasa untuk kemudian beramal, dan memberi lebih untuk kemajuan agama dan negaranya. Mereka hanya sibuk menyerukan bagaimana orang miskin harus membayar zakat, bersedekah, sholat lima waktu dan hal lainnya yang terlalu general dan tidak mendalam, sehingga banyak kerancuan ditengah ummat dalam memahami rukun Islam dan agamanya sendiri.
Akhirnya, dari sanalah banyak masyarakat yang salah kaprah dalam memahami Islam, mereka hanya sibuk mengaji tapi lupa mengkaji. Mereka seperti orang yang membaca resep memasak dengan menggunakan bahasa asing yang tidak mereka fahami artinya, dan kemudian tidak tahu harus mencampurkan bumbu apa ke dalam masakannya, sehingga masakan yang tercipta tidak jelas rasanya, karena mereka hanya sibuk membaca resepnya dengan bahasa asing tapi lupa menerjemahkannya untuk mencari tahu maksud dalam resep tersebut.
Ummat Islam saat ini mengalami degradasi yang sangat dahsyat, mereka marah saat Al-Qur'an dinistakan dan dilecehkan, mereka menganggap Al-Quran adalah bahasa cinta dari Tuhan, mereka tidak menyadari bahwasanya merekalah yang selama ini menistakan Al-Qur'an, mereka hanya sibuk membacanya dengan nada indah, menghafalnya tetapi mereka bahkan tidak berusaha mengerti, memahami bahasa cinta itu sendiri. Banyak dari kelompok-kelompok tersebut yang hanya sibuk memperbaiki dzohir, tampilan luar tanpa memerhatikan bagaimana pemahaman mereka terhadap agama mereka sendiri.
Berbondong-bondong mereka membuat komunitas, mengkultuskan guru mereka layaknya Rasul seolah ma'sum dari kesalahan, akhirnya menyebabkan mereka fanatik dan taqlid buta sehingga timbul permusuhan dikalangan mereka sendiri. Dan itu nyata adanya, sebuah fenomena sosial yang terjadi tengah ummat saat ini. Islam sebagai sebuah agama memberi pedoman hidup kepada manusia yang mencakup aspek aqidah, ibadah, akhlak dan muamalah duniawi dalam kehidupan bermasyarakat.
Aturan dan solusi dalam setiap masalah kehidupan ada dalam Islam. Semua memiliki tatanan yang sinergi dan sesuai dengan semua zaman. Islam tidak hanya memandang kemiskinan sebagai sebuah sunnatullah (takdir Allah) yang berlaku pada manusia, namun Islam juga menawarkan solusi pengentasannya. Perpaduan berbagai konsep sosial yang berhubungan dengan studi marxisme menghasilkan Teori Kelas Karl Marx. Dalam teori ini, peran individu dalam proses produksi menentukan posisinya dalam hierarki kelas. Marx juga berpendapat bahwa kesadaran politik dan ideologi ditentukan oleh posisi kelas.
Marx berasumsi bahwa masyarakat kapitalislah yang memfungsikan Negara sebagai alat kelas pemilik modal. Kelompok marxisme memiliki pandangan bahwa upaya untuk menghapus kemiskinan dan menyadarkan orang- orang miskin tidak akan menjadi kenyataan kecuali dengan menghancurkan kelas- kelas borjuis, merampas harta mereka dan membatasi kepemilikan harta dari manapun sumber penghasilannya.
Dalam Islam sudah dibahas bagaimana mengentaskan kemiskinan, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam QS Adz-zariyat 51: 19 " Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta.” kita semua tahu bahwa kemiskinan adalah masalah di negara kita yang tiada pernah menemui titik terangnya. Setiap tahun kemiskinan semakin bertambah, yang biasanya didahului oleh surplus Sumber Daya Manusia (SDM) usia remaja yang memasuki usia kerja ditambah keterbatasan lapangan pekerjaan maka berdampak pada pengangguran yang berimplikasi pada kemiskinan rakyat.
Sebagai sebuah agama yang nilai-nilai luhurnya bersumber dari Tuhan (wahyu) maka Islam seharusnya mampu membaca kondisi yang ada dan berusaha melakukan respon yang benar dan tepat guna. Dengan demikian kemiskinan tidak lagi menjadi momok bangsa yang berlarut-larut tanpa menemui jalan tengah (solusi). Karena hal ini berangkat dari hakikat ajaran Islam itu sendiri yang mengandung nilai-nilai implikatif yang responsif, konstruktif, dan inovatif terhadap kehidupan umat manusia.
Islam dengan segala ajaran luhur komprehensif yang terkandung di dalamnya memiliki proyeksi visioner yang bertujuan untuk memelihara kepentingan dan kemaslahatan umat manusia. Dalam Islam kita mengenal zakat (baik fitrah maupun mal). Sebagai salah satu dari rukun Islam yang ke-lima zakat fitrah ternyata mampu memberikan solusi nyata (konkrit) dalam mengatasi kemiskinan umat.
Betapa tidak, setiap orang yang memiliki harta yang telah mencapai nisab (batas minimal harta) dan haulnya (batas minimal waktu) diwajibkan untuk mengeluarkan zakatnya dengan persentase yang telah diatur dalam syariat. Namun, karena rendahnya literasi dan metode pengajaran dari pemuka agama yang kurang mendalam membuat banyak ummat Islam yang tidak faham terkait persoalan ini, sehingga abai dan akhirnya dimanfaatkan oleh sebagian oknum politisi, kiayi, pejabat pemerintah untuk dipergunakan sebagai alat politiknya.
Zakat itu nantinya akan didistribusikan kepada orang-orang fakir lagi miskin dan tujuh golongan lainnya sebagaimana termaktub dalam Alquran (QS. At-Taubah 9: 61). Dengan demikian tidak akan ada lagi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Tidak ada lagi sikap saling mencurigai dan mengintimidasi. Karena si kaya memilki kepedulian terhadap nasib orang miskin dan si miskin pun merasa diayomi dengan santunan yang diberikan oleh kaum elit itu. Inilah yang kemudian kita sebut sebagai inti ajaran Islam yang begitu memperhatikan perikemanusian dan memiliki orientasi yang sama dengan ajaran marxisme dalam skup kemasyarakatan, meskipun dalam hal ini Islam tetaplah lebih unggul, karena sebagai Dien ( Agama ) yang telah menyeluruh lagi sempurna dalam membahas permasalahan di sosial masyarakat,
Pada beberapa pandangan Marxisme sangat bertolak belakang dengan konsep Islam, Karena dalam Islam tidak pernah membedakan kelas pekerja atau majikan,dan kaya atau miskin. Orang miskin juga diharamkan bekerja sama untuk menghancurkan orang kaya (borjuis) atas nama perjuangan kelas. Orang miskin diwajibkan untuk bekerja memenuhi kebutuhannya sendiri, sedangkan yang kaya juga harus menyisihkan hartanya bagi orang miskin yang berupa zakat, infaq dan shodaqah dan larangan menumpuk harta.
Inilah sisi yang tidak diperhatikan oleh marx. Dalam teori perjuangan kelas, Marx membuat permusuhan antara kaum buruh dan kaum kaya. Pada puncaknya, Marx mewajibkan pemberantasan kaum kaya sehingga tidak ada lagi yang kaya dan semua materi menjadi milik bersama. Sedangkan dalam ajaran Islam juga menekankan penegakan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan menjadi salah satu misi utama para Nabi dan rasul yang diutus Allah. Konsep persaudaraan universal sesama manusia dan komitmen spiritual menjadi dasar keadilan sosial ekonomi dalam Islam, Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan.
Sungguh luar biasanya Islam, telah menetapkan hukum ( maqashid syari'ah ) yang berasaskan keadilan dan sangat berperikemanusiaan. Pada akahirnya semua kembali pada bagaimana ummat ini mentransformasikan semua nilai luhur dan ajaran yang sudah diwahyukan Tuhan dalam hubungan sosial masyarakat dalam rangka pengentasan kemiskinan. Marxisme dengan ketidak sempurnaan-nya masih memiliki nilai kebaikan karena perduli terhadap kaum lemah lagi miskin dibanding mereka yang mengaku bertuhan tetapi abai dan pura-pura tuli terhadap jeritan kaum lemah, yang justru ikut menjadi bagian dari penindasan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.