Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irsyadul Ibad

Sumbangsih NU untuk Peradaban Dunia: Mencetak kader Ulama Kosmopolit

Agama | Thursday, 09 Feb 2023, 12:40 WIB

Pidato ketua umum PBNU dalam resepsi 1 abad Nahdlatu Ulama menyerukan kepada dunia, bahwa NU telah memasuki abad ke 2 dan telah bersiap menjadi organisasi yang berkontribusi dalam membangun peradaban dunia yang lebih baik. NU telah menjadi organisasi yang kosmopolit. Pemahaman kosmopolitanisme ditawarkan oleh para sarjana ilmu sosial untuk menjadi solusi alternatif bagi setiap manusia untuk mencegah konflik yang terjadi terkait perbedaan, kemudian membawa masyarakat dalam kehidupan yang lebih baik. Menurut Imanuel Kant kosmopolitanisme adalah sebuah paham yang memandang pentingnya setiap manusia untuk menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari warga negara dunia.

Bagi kalangan pesantren, hal ini sudah dilakukan oleh para ulama-para kiai pendahulu yang menempuh perjalanan ribuan kilometer dari nusantara menuju episentrum ilmu pengetahuan keislaman saat itu di negara-negara Timur Tengah seperti Mesir, dan Makkah. Bahkan tidak sedikit ulama-ulama nusantra yang kemudian bermukim disana dan diakui keilmuan serta kealimannya oleh dunia akademik Islam yang karya-karyanya dapat kita baca hingga sekarang.

Melalui tulisan ini saya menawarkan bahwa sudah seharusnya para santri memiliki rasa tanggungjawab untuk handarbeni terhadap peradaban dunia. Bahwa keilmuan Islam yang dipejari di pesantren terlalu besar dan luas untuk hanya diaplikasikan dan diamalkan kembali dalam dunia pesantren dan masyarakat Muslim Indonesia. Islam sebagai agama yang kita yakini sesungguhnya memiliki gagasan besar untuk menciptakan as-salam atau perdamaian di muka bumi melalui seluruh sendi kehidupan tidak hanya aspek keagamaan, melainkan juga pada aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan serta ilmu pengetahuan.

Sorang santri sudah sepatutnya memiliki kesadaran untuk masuk dalam ruang-ruang tersebut. Nilai-nilai luhur yang diajarkan di pesantren mulai dari ajaran etika hingga epistemologi cara berfikir maqashidi menjadi dasar seorang santri dapat berkotribusi lebih luas. Para kiai sesungguhnya telah memiliki pandangan ini jauh hari, bahwa tidak semua santri yang belajar di pesantren kelak akan menjadi kiai atau ulama. Pandangan tersebut saya artikan lebih luas bahwa keilmuan atau pengetahuan yang diajarkan di pesantren sesungguhnya membuka kesempatan yang lebar bagi setiap santri untuk berkontribusi masuk dalam pintu-pintu lain pada ruang-ruang yang tersedia di masyarakat, tidak hanya ruang keulamaan. Ketika seseorang memahami dasar-dasar keilmuan yang dipelajari di pesantren, sesungguhnya itu akan mejadi identitas yang akan selalu dibawa sebagai nilai dasar.

Pertama dalam bidang sosial, seorang santri harus memiliki kepekaan yang lebih luas untuk melihat situasi. Hingga saat ini konflik yang terjadi di beberapa negara khususnya negara dengan penduduk muslim seakan tidak terlihat titik akhirnya. Konflik terjadi karena adanya ketidaksepahaman yang kemudian meruncing menjadi kebencian dan selanjutnya menumbuhkan semangat untuk saling menghancurkan. Kita bisa menjadi agen perdamaian dalam hal ini membangun jembatan dialog yang tentu tidak mudah, namun dengan keyakinan teguh kita bisa melakukan itu melanjutkan apa yang telah diteladani oleh Gus Dur yang berhasil melunakkan hubungan antara Israel dan Palestina waktu itu, meskipun beliau mendapat kecaman dari berbagai pihak. Pada saatnya kebenaran yang dilakukan secara terus menerus akan menang.

Kedua dalam bidang ekonomi, madzhab ekonomi yang menjadi pedoman para pelaku pasar dunia saat ini adalah kapitalisme, dimana modal sebagai panglimanya dan pasar yang tidak mengenal batas negara sebagai battle war. Tentu sistem ini terdapat ketidakadilan di sana-sini dan cenderung menguntungkan pemilik modal yang pada imbas lainnya menindas kalangan buruh yang dipekerjakan. Santri yang akan terjun dalam bidang ini harus memahami secara betul bagaimana ekonomi dunia ini berjalan, dan kemudian bagaimana kita bisa menawarkan sistem dalam Islam bisa memberikan solusi atas kesenjangan serta ketimpangan ekonomi antara masyarakat kelas bawah dengan kaum borjuis.

Nabi Muhammad S.A.W adalah seorang pedagang, sebagai manusia beliau menjalankan kegiatan muamalat perdagangan dengan nilai-nilai keislalam. Hal tersebut tercermin dari ajaran Islam yang memiliki pendoman bagi para pelaku ekonomi misalnya dengan adanya fiqh zakat yang mengatur besaran proporsi dari pemilik modal untuk diserahkan melalui amil kepada para mustahik atau kalangan yang berhak menerima zakat. Dalam hal ini zakat merupakan bentuk stimulus ekonomi, karena tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan dasar tetapi juga untuk membuka kesempatan bagi masyarakat bawah mengembangkan perekonomiannya.

Ketiga dalam bidang politik, dunia saat ini memiliki bermacam bentuk sistem politik dalam rangkan mengelola sebuah negara yang berdaulat. Kalangan ulama sendiri memiliki beberapa penafsiran dalam hal politik ini, beberapa memiliki anggapan bahwa sistem khalifah dengan syariat Islam sebagai konstitusi dasarnya adalah sebuah harga mati. Namun sementara mayoritas ulama Ahlussunnah Wal Jamaah yang mata rantai keilmuannya diteruskan oleh kalangan pesantren di Indonesia memiliki pandangan yang berbeda akan hal ini. Bahwa sistem politik dapat memiliki berbagai ragam bentuk, yang menjadi titik tekan adalah keadilan sebagai salah satu prinsip utama dalam Islam harus terpenuhi. Keadilan kemudian juga dalam prosesnya dimungkinkan juga untuk dirumuskan melalui undang-undang atau peraturan yang tentu dibuat oleh manusia untuk kemaslahatan.

Keempat dalam bidang kebudayaan, Islam sebagai agama memiliki perhatian yang besar terhadap kebudayaan. Dicontohkan oleh para ulama terdaulu, para sufi adalah sebagian besar juga kalangan yang dekat dengan dunia kebudayaan, seperti sastra puisi, musik dan lukisan dan hal-hal yang berkaitan dengan kesenian. Santri yang memilih jalur ini sesungguhnya akan menemukan pintu yang lebar untuk memasukinya. Islam dapat mewarnai kebudayaan dunia dengan nilai-nilai dan estetika keislaman yang memiliki keindahan.

Terakhir tapi menjadi yang terpenting adalah ilmu pengetahuan. Sesungguhnya Islam tidak hanya seputar ilmu tauhid dan ilmu fiqh saja, melainkan seluruh ilmu pengetahuan merupakan penjabaran dari menguraikan ilmu-ilmu ketuhanan yang sebagian diantaranya telah wahyukan Allah melalui Al-Qur’an. Para pedekar peletak dasar ilmu pengetahuan berasal dari masa keemasan peradaban muslim, oleh sebab itu sudah sepatutnya kalangan santri sesungguhnya secara historis adalah pewaris yang sah akan pengetahuan ini. Kedepan perkembangan tekonogi dan energi akan lebih banyak membutuhkan para ilmuan yang benar-benar memiliki inovasi, tidak hanya meneruskan yang telah ada. Santri dengan ilmu logika dasarnya yang telah diasah di pesantren memiliki bekal yang cukup jika kemudian berani menekuini bidang sains yang saat ini berpusat di dunia barat. Sebgai ahli waris yang sah secara historis kita harus mampu mengalihkan itu dalam pelukan Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image