Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhillah Juliansyah

Nahdatul Ulama Menjaga Nilai Kebudayaan Memajukan Peradaban

Agama | Tuesday, 07 Feb 2023, 13:40 WIB

Nahdatul Ulama adalah organisasi keagamaan yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 Hijriyah dan bertepatan dengan 31 Januari 1926 Masehi di Surabaya. Didirikan oleh ulama-ulama terkemuka seperti K.H. Hasyim Asy`ari, K.H. Abdul Wahab Hasbullah, dan K.H. Bisri Syansuri dan beberapa tokoh agama islam lainnya. Nahdatul Ulama atau yang dapat diartikan sebagai Kebangkitan Para Ulama didirikan sebagai jawaban dan bukti konkret dari perjuangan umat Islam menentang penjajahan kolonial Belanda. Bagaimana tidak, kemiskinan dan kebodohan yang terjadi di masa itu begitu merajalela dan meresahkan para ulama, belum lagi fenomena kemaksiatan yang mengiringi praktik penjajahan semakin membuat kehidupan masyarakat menjadi kian terbelakang.

Momen kebangkitan nasional yang digaungkan pada tahun 1908 nyatanya telah membuka mata rakyat Indonesia untuk berjuang melawan penjajahan sebagai sebuah kesatuan dan pembelaan terhadap tumpah darah bangsa. Hampir seluruh lapisan masyarakat menggaungkan suara yang sama, perlawanan terhadap segala praktik penjajahan dan kolonialisme terhadap tanah air dan bangsa. Umat islam tidak tinggal diam melihat perjuangan kemerdekaan melawan penjajah dalam periode ini, organisasi-organisasi seperti Nahdatul Wathan, Nahdatul Fikr, bahkan Nahdatu Tujjar pun didirikan.

Nahdatul Wathan sebagai saah satu organisasi pertama yang didirikan pada tahun 1916 sebagai wadah pergerakan melawan kolonialisme dan penjajahan terhadap tanah air, sejalan dengan namanya yang dapat diartikan sebagai Kebangkitan Tanah Air. Sementara itu, Nahdatul Fikr atau juga dikenal sebagai Tashwirul Afkar didirikan pada tahun 1918 sebagai wadah pendidikan sosial politik dan keagamaan bagi lapisan masyarakat yang terdiri dari para santri dan pelajar. Pendirian Nahdatul Fikr inilah yang kemudian menginisiasi pendirian Nahdatu Tujjar atau bisa diartikan pergerakan kaum pedagang sebagai lembaga yang berfokus pada pengembangan dan penguatan ekonomi rakyat.

Setelah memiliki lembaga yang berfokus kepada pengembangan dan penguatan ekonomi rakyat dalam bentuk Nahdatu Tujjar, Nahdatul Fikr kemudian berevolusi menjadi lembaga yang lebih focus memperhatikan bidang pendidikan rakyat. Hal ini terbukti dengan didirikannya berbagai madrasah-madrasah dan balai pendidikan dengan mendapat bantuan dana dari pergerakan Nahdatu Tujjar. Dari pergerakan berbagai organisasi islam yang demikian masif, kemudian muncul sebuah gagasan untuk membentuk organisasi yang lebih sistematis dan komperhensif guna melindungi ummat dari pekermbangan zaman dengan arah yang salah. Organisasi yang kemudian didirikan tersebut diberi nama Nahdatul Ulama yang didirikan setelah bermusyawarah dengan para kiai atau pemuka agama islam.

Selain dilatarbelakangi kebangkitan nasional, Sutarmo dalam “Gerakan Sosial Modernis” menjelaskan bahwa terdapat faktor ideologis yang menjadi pemantik semangat para kiai mendirikan Nahdatul Ulama. Adalah penaklukan raja hijaz oleh seorang raja Abdul Aziz bin Saud yang memiliki paham wahabi dan ditakutkan akan mempengaruhi penyebaran ajaran islam sunni yang dianut oleh kebanyakan ulama di Indonesia. Kemudian fakta di Indonesia sendiri telah menyebar tren Islam Modernis yang menekankan kebebasan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-quran dan Hadits Nabi yang merupakan pedoman hidup umat Islam. Maka secara tidak langsung, pendirian Nahdatul Ulama sendiri telah berkontribusi dalam menjaga kemurnian Islam yang ada di Indonesia.

Nahdatul Ulama sendiri memang menganut pengajaran Islam Tradisionalis yang menekankan penyatuan antara ajaran islam dan kebudayaan yang ada di Nusantara. Seperti halnya yang dilakukan para Wali Songo dalam penyebaran agama islam dengan menggabungkannya dengan kebudayaan Nusantara, maka demikianlah metode dakwah Nahdatul Ulama. Metode dakwah yang mengakomodir kebudayaan yang sudah eksis di Nusantara tanpa berusaha menghilangkannya, akan tetapi menyisipkan, menggabungkan bahkan menanamkan nilai-nilai Islam dalam kebudayaan Nusantara. Metode yang demikian itu tentu bertentangan dengan metode dakwah yang berkembang pada periode pendirian Nahdatul Ulama yang berbentuk Islam Modernis.

Nusantara yang memiliki keberagaman suku dan latar belakang masyarakat tentu memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda dan beragam. Nahdatul Ulama sejak pendiriannya memang berfokus pada metode dakwah Islam Tradisionalis yang tetap menghormati budaya masyrakat setempat, namun berupaya memasukkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kebudayaan tersebut. Maka produk-produk yang dihasilkan dari metode dakwah Nahdatul Ulama berupa ajaran toleransi bahkan pluralisme adalah buah dari usaha yang sekian lama telah dilakukan. Hal ini semakin menegaskan kiprah dan peran Nahdatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia yang mengembangkan peradaban Islam berdampingan dengan budaya Nusantara. kemudian bukan saja mampu menggerakkan dan menghimpun masyarakat dari kalangan muslim, tetapi juga bersama bersinergi dengan masyarakat penganut agama lain dalam memajukan bangsa dan Negara Indonesia. Karena dalam pendiriannya, Nahdatul Ulama menekankan posisi Islam sebagai rahmatan lil aalaamin, rahmat bagi seluruh alam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image