Refleksi SATU ABAD NU
Lomba | 2023-02-03 22:37:02Refleksi SATU ABAD NU
Dengan menyongsong tema “ Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Kebangkitan Baru “ diharapkan menjadi momentum kebangkitan kedua bagi Nahdlatul Ulama dalam mengembangkan peran – peran keagamaan dan kemasyarakatan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nama Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa arab , yakni nahdlatul yang artinya berdiri atau bergerak , Nahdlatul Ulama adalah organisasi kemasyarakatan dan keagamaan dengan simbol – simbol yang menjelaskan tujuan dasar dan cita – cita keberadaan suatu organisasi. Lambang nahdlatul ulama diciptakan oleh K.H Ridwan Abdullah setelah proses yang sangat panjang dan istikhoroh kepada ALLAH SWT.
Di lingkungan pesantren , secara bahasa Nahdlatul Ulama terdiri atas dua kata. Yakni Nahdlah dan al – Ulama. Nahdlah adalah salah satu bentuk mashdar dari kata Nahadla yang bila di sesuaikan dengan teori bahasa Ibnu Malik memiliki arti kebangkitan atau pergerakan tanpa dibatasi waktu, baik lampau , sedang atau akan. Dari sifat bentuk mashdar dalam teori bahasa Ibnu Malik adalah bentuk mashdar lil marrah yang menunjuk arti pekerjaan atau kejadian sekali , yakni sekali bangkit atau bergerak untuk selama nya.
Sedangkan kata al pada al – Ulama adalah al litta’rif bukan lilijinisi. Sehingga bila disesuaikan dengan penjelasan Hadratussyaikh K.H M Hasyim Asyari pada mukaddimah Qonun Asasi, maka al –Ulama adalah jelas berkarakter sebagaimana ayat innama yakhsya Allaha min ibadihi al ulama. Ulama yang mempunyai rasa takut pada Allah hingga pada gilirannya menjunjung tinggi nilai amanah dalam berbagai aspek di pundaknya.
Penggabungan kata Nahdlah (Nakirah/Umum) pada ak- Ulama (Makrifat/Jelas) dalam ilmu tata bahasa berfaedah ta’rif sehingga keduanya menjadi makrifat (jelas) dengan makna tegas. Dengan demikian jamiyyah Nahdlatul Ulama berarti organisasi kebangkitan / pergerakan ulama yang menjunjung tinggi nilai- nilai keulamaan sebagaimana dimaksud mukadimah Qonun Asasi dan berlangsung tanpa batas waktu sekali bangkit bergerak , berlangsung selamanya.
Nahdlatul Ulama lahir pada 31 Januari 1926 yang di dirikan oleh K.H Hasyim Asyari dan merupakan organisai keagamaan yang sangat besar di Indonesia. Nahdlatul Ulama mempunyai peran yang sangat penting di segala bidang kehidupan masyarakat di antara nya bidang keagamaan , bidang pendidikan , bidang ekonomi dan lain lain.
Puncak harlah Nahdlatul Ulama akan di gelar di stadion Gelora Delta Sidoarjo pada selasa 7 Februari mendatang , perayaan harlah NU ini di dasarkan pada kalender hijriah berdirinya Nahdlatul Ulama yakni , 16 Rajab 1344 H. Peringatan acara satu harlah NU ini sangat istimewa karena di hadiri oleh berbagai elemen masyarakat terutama mengundang Para ULAMA DUNIA yang di bagi di beberapa isi acara dan acara tersebut dilaksanakan 24 jam non stop.
Peringatan acara satu abad NU ini , bukan semata perhelatan seremonial NU yang telah hadir dari masa ke masa , melainkan juga menjadi refleksi apa yang perlu NU wujudkan ke depan , Satu abad NU ini bisa dimaknai sebagai era perubahan untuk kemajuan NU sebagai jamiyyah (Perkumpulan) sekaligus sebagai gerakan harakah umat islam , Indonesia dan dunia.
Pesatnya perkembangan zaman serta tak terbendungnya arus modernisasi mengharuskan semua lapisan untuk sigap dalam beradaptasi dengan cepat dan tepat , tidak terkecuali Nahdlatul Ulama, sebagai Jamiyyah terbesar di tanah air jika tidak ingin tergerus arus zaman maka sudah seharusnya terus berinovasi menyesuaikan diri dengan alur perkembangan dan perubahan tanpa harus meninggalkan identitasnya. Ditengah gempuran nilai – nilai yang sangat bebas di dunia maya dan nyata pengurus dan warga NU harus bersama – sama untuk saling mengisi setiap ruang kosong dengan tetap konsisten menjaga dan memelihara atmosfir dakwah yang sejuk serta memelihara tradisi sanad keilmuan.
Dalam konteks ini ,Hadratussyaikh KH M Hasyim Asyari selalu menekankan dan berwasiat untuk konsisten pada tujuan Jamiyyah Nahdlatul Ulama. Beliau menukil sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari sahabat hudzaifah R.A ’’Ya ma’syara al-qurro, istaqiimuu fain akhodztum yamiinan wa syimaalan laqod dholaltum dholalan ba’idan (wahai para ulama, berjalanlah pada lajur yang istiqamah, jika kalian beralih pada jalan kanan atau kiri maka sungguh tersesatlah kalian dengan kesesatan yang jauh).”
Penegasann dan wasiat beliau itu salah satunya melalui Maklumat Rais Akbar NU pada bulan syawal 1355 H (1935) , terdiri atas tiga butir hal penting kepada anggota NU pada umum nya dan khususnya kepada ulama NU serta Ulama Ahlussunnah wal Jamaah , yakni
1.Kesatuan Ulama dalam Barisan
“Inna al-ghoyata al-lati turma ilaiha al-jam’iyyah hiya tauhiidu shufufi al-ulama wa robtuhum bi robithotin wahidah ” bahwa tujuan NU adalah mempersatukan barisan ulama dan mengikatnya dengan satu ikatan.
Hadratussyaikh mengingatkan dan menegaskan bahwa persatuan dan kesepakatan adalah senjata ampuh yang dimiliki manusia untuk menggapai tujuan-tujuan nya, dan jalan yang harus ditempuh untuk sampai pada tujuan-tujuan nya. Maka , keharusan bagi ulama kita untuk menyelamatkan dari perpecahan dan menyatukan barisan mereka, mengenyampingkan tujuan-tujuan pribadi dan menyediakan diri mereka di jalan Allah SWT untuk meluhurkan kalimatNya.
Inilah tantangan sekaligus ujian dalam berjamiyyah supaya tampak jelas kesungguhan dalam berkhidmat dan kesabaran dalam menjalankan amanat sebagai ulama NU , syiar islam ala ahlussunnah wal Jamaah. Dalam hal ini Hadratussyaikh mengajak wa ta’awanu ikhwani bi rukubikum mathiyyata al – shabri ‘ala hamli a’baani al-takaalifi al-ijtima iyyati wa la tasunnu al – kasla lianfusikum wa liilkhwaanikum fainnahu man sanna sunnatan hasanatan fa’alaihi wizruha wa wizru man amila biha ila yaumi al-qiyamah. Saling tolong menolong dengan penuh kesabaran untuk menjalankan tugas berat organisasi, jangan malas , sesiapa dengan kebiasaan buruk maka dosa keburukan itu baginya dan bagi yang menirunya.
2. Perlu Para Penggerak yang Tangguh
“Inna jam’iyyatana fi hajatin syadidatin ila musa’adati rijalihim al-‘aamilina” bahwa NU membutuhkan tenaga para penggerak yang tangguh. Tugas NU identik dengan tugas ulama sebagai pewaris tugas Nabi SAW, yakni dakwah Islam di seluruh lapangan hidup manusia. Pertolongan Allah pada kita (kejayaan NU) tergantung pada pertolongan kita pada agama dan Rasul-Nya (Q.S. Muhammad, Ayat 7).
Karenanya Hadratussyaikh mengingatkan agar kita konsisten mengikuti dan mematuhi Qonun Asasi Jamiyyah tanpa memperdulikan kesulitan material, kerugian harta benda dan kepayahan personal. Sebagaimana gambaran orang yang menanggung hidup para janda dan fakir miskin, mujahid fi sabilillah, qiyamullail tanpa putus, orang berpuasa tanpa berbuka dan sebagainya. Maka, “Barangsiapa memperhatikan kebutuhan orang lain maka Allah akan menanggung kebutuhannya” (HR. Imam Bukhari).
3. Pelayanan NU untuk Kemaslahatan serta Kebaikan Umat , Dunia , dan Akhirat
“Inna jam’iyyatana al-mubarokah wa lillahi al-hamdu qod haazat iqbala al-‘awam ‘alaiha wa laysa dzalika la likauniha ta’malu limashlahatihim wa tas’aa likhoirihim dunyan wa ukhron wa likauniha muassisatan ‘ala khithati salafi al-sholihi ridlwanu Allah ‘alaihim” bahwa simpati masyarakat (nahdliyyin dan umum) kepada NU oleh karena NU bergerak melayani untuk kemaslahatan dan kebaikan dunia dan akhirat mereka. Juga, oleh karena NU konsisten mengikuti garis jalan (meneladani) orang-orang shaleh terdahulu.
Karenanya, Hadratussyaikh mengingatkan kewajiban masing-masing ulama untuk memperhatikan ketentuan bahwa memperbaiki dan menunjukkan orang awam, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesesatan menuju nur petunjukan serta mengentaskan mereka dari jurang kebodohan dan kehinaan menuju puncak mulianya ilmu dan keutamaan, semua itu merupakan beban tanggung jawab di pundak Ulama NU. “Fa inna al-ulama umanaau Allah ‘ala ‘ibadihi” bahwa sesungguhnya ulama adalah kepercayaan Allah (untuk membimbing umat manusia) di muka bumi.
“Wa min tsamma fa al-wajibu ‘ala ulamaina an yudlo’ifuu juhudahum wa an la yudakhiruu syaian mn wus’ihim ” bahwa kewajiban bagi ulama NU untuk melipatgandakan kesungguhan dan tidak menyimpan potensi mereka untuk istiqamah khidmat izzul Islam wal muslimin di bawah naungan jamiyyah NU. Dan kewajiban itu dilaksanakan dengan saling sanding menyanding, kukuh mengukuhkan, dan ganti menggantikan dengan keyakinan bahwa pertolongan Allah SWT diberikan kepada jamaah.
Tiga butir maklumat Hadratussyaikh KH M. Hasyim Asy’ari di atas bisa dijadikan indikator untuk melihat NU di umur 100 tahun, sekaligus memotivasi peran NU memasuki awal abad kedua eksistensinya.
Bagaimana NU menyatukan ulama Ahlussunnah wal Jamaah dalam barisan yang terkonsolidasi dengan baik ? Menata barisan mereka agar terkoordinasi dalam peran keulamaan membimbing jamaah sesuai kelompok, komunitas hingga kehidupan sektoral para jamaah. Menampakkan ilmu dan keteladan ulama dalam memimpin umat.
Bagaimana NU memiliki barisan para penggerak tangguh (tidak sekedar pelaksana organisasi); dengan ilmu dan keteladan mereka menunjukkan perhatian dan kesungguhan berkhidmat kepada Nahdliyyin dan masyarakat ? Sehingga tumbuh pula simpati masyarakat untuk bergabung dan berpartisipasi dalam menjaga dan mengembangkan kedaulatan agama dan jati diri kemasyarakatan bangsa.
Bagaimana NU secara jamiyyah meningkatkan pelayanan kepada Nahdliyyin dan masyarakat demi kemaslahatan serta kebaikan hidup mereka di dunia dan akhirat ? Model pelayanan di segala bidang dan sektor yang bisa menghantarkan mereka menjadi khoiro ummah, umat terbaik nan mulia dengan kesejahteraan dan kemakmuran lahir batin.
100 tahun jamiyyah NU adalah momentum untuk menegaskan konsistensi NU pada tugas dan kewajiban ulama sebagai pewaris perjuangan Nabi SAW dengan selalu meneladani para salafussholihin dalam menjaga kedaulatan agama (Islam Aswaja) dan kebangsaan (NKRI). Mudah-mudahan, Amin
#lombanulisretizen #lombavideorepublika #satuabadnu #akudannu
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.