Ayo Dongkrak Nilai Tambah Singkong
UMKM | 2023-01-26 12:46:59Di negeri ini banyak sumber daya yang bisa menjadi solusi jitu mengatasi masalah bangsa tetapi masih diremehkan begitu saja. Meremehkan potensi lokal tidak boleh terjadi lagi. Sungguh ironis jika negeri ini dihimpit masalah besar seperti impor pangan, kebutuhan energi dan ketimpangan lapangan kerja. Padahal solusi semua itu ada di depan mata kita. Tinggal niat dan usaha untuk mengkonkritkan solusi itu.
Salah satu sumber daya yang sering diremehkan anak bangsa adalah produk tanaman singkong. Hingga kini singkong masih menjadi produk inferior. Padahal boleh diibaratkan bahwa kita ini kebanyakan adalah anak-anak singkong. Kini dibutuhkan pemimpin yang mampu merubah inferioritas produk singkong negeri ini menjadi produk bernilai tambah luar biasa.
Singkong atau sering juga disebut ubi kayu memiliki bahasa latin yang disebut Manihot utilissima. Singkong sendiri sebenarnya merupakan tanaman asli dari Brasil. Sejak zaman dulu, singkong telah menjadi salah satu tanaman pangan di Indonesia selain padi. Singkong atau ubi kayu termasuk bahan pangan yang cukup penting karena memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi. Selain itu, singkong juga mengandung beberapa senyawa bioaktif yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh manusia, termasuk dalam pencegahan kanker dan penyakit jantung.
Sulit diterima akal sehat terkait dengan merosotnya produksi singkong nasional dan masih minimnya nilai tambah pengolahan. Beberapa daerah sentra penghasil singkong, antara lain Provinsi Lampung kondisi petaninya sangat memprihantinkan. Pasalnya harga sinkong sering jatuh bangun. Demi meningkatkan taraf hidup kesejahteraan petani singkong pemerintah harus stop impor tepung tapioka. Pada tahun 2022, harga singkong Rp1.800 per-kg, padahal di tahun -tahun sebelumnya harga singkong hanya Rp500-Rp600 per-kg. Harga singkong pada bulan Januari 2023 menyentuh Rp 2.000 per-kg.
Dibutuhkan kesadaran nasional untuk tidak meremehkan singkong dan butuh usaha keras untuk melakukan inovasi dan proses kreasi terkait produk tersebut. Apalagi singkong juga merupakan sumber energi yang sangat potensial dimasa depan. Pentingnya mewujudkan substitusi impor BBM dengan sumber daya lokal yang ramah lingkungan dan bisa memperluas lapangan kerja.
Indonesia yang memiliki potensi penghasil singkong terbesar dunia sebaiknya banting setir dengan mengembangkan bioethanol berbahan baku singkong yang merupakan energi baru terbarukan. Pengembangan bioethanol secara konkrit juga bisa mendorong sektor riil dan menaikkan pendapatan petani.
Indonesia termasuk lima besar negara penghasil singkong dunia. Meskipun menduduki posisi diatas, ironisnya beberapa industri makanan di Indonesia masih melakukan impor tepung singkong dari beberapa negara. Paradoks yang menampar akal sehat itu terus terjadi karena belum ada keterpaduan antara usaha pertanian singkong dengan industri. Juga belum adanya keseriusan pemerintah dalam membina usaha pertanian singkong untuk menopang pasokan ke industri hilir. Sudah saatnya digalakkan program hilirisasi singkong dalam skala yang besar. Antara lain memberikan bantuan permodalan untuk membangun pabrik atau mesin pengolah singkong menjadi tapioka.
Ada baiknya pemerintah melakukan usaha padat karya pedesaan untuk menanam singkong di lahan kritis yang kondisinya menganggur yang kini masih sangat luas. Kini produktivitas singkong di negeri ini masih rendah. Produktivitas lahan singkong yang diusahakan petani saat ini masih berkisar antara 20 ton hingga 25 ton singkong per-hektar. Padahal skala ekonomi bisa tercapai jika produktivitas serendah-rendahnya 100 ton per-hektar untuk setiap tahunnya dengan 2 kali masa panen.
Rendahnnya produktivitas singkong disebabkan oleh penggunaan varietas lama dan cara budidayanya masih sampingan. Oleh karena itu dalam pengusahaannya perlu dilakukan secara perkebunan dengan bibit yang memiliki kapasitas sink dan source yang kuat. Peningkatan produksi tanaman singkong dapat dilakukan dengan pengusahaan secara perkebunan atau pengusahaan dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bioethanol.
Banyak pihak yang kurang sadar bahwa konsumsi produk berbasis singkong semakin meningkat. Tak pelak lagi dimasa mendatang singkong telah menempatkan dirinya sebagai produk yang strategis. Mestinya pemerintah menggiatkan usaha tanam singkong dengan bibit unggul lalu memberikan insentif terkait dengan industri hilir yang mengolah singkong hingga memiliki nilai tambah yang signifikan.
Hingga kini sektor hilirisasi singkong untuk dijadikan produk-produk yang bernilai tambah tinggi belum mendapat dukungan secara serius dari pemerintah. Padahal, ada sederet produk turunan dari singkong. Antara lain sebagai bahan makanan, pakan ternak, bahan bakar, bahan kimia bagi industri kertas dan tekstil, hingga sebagai bahan untuk pupuk.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.