Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dinda Shaniyah Fahira

Ketahuilah Sewa Menyewa dalam Islam

Agama | Wednesday, 18 Jan 2023, 22:30 WIB

Selain jual beli, salah satu kegiatan dalam bisnis properti adalah sewa menyewa. Kegiatan menyewa properti seperti menyewa rumah, ruko, apartemen, kost dan lain sebagainya sudah lumrah dan jamak dilakukan dalam masyarakat Indonesia. Apalagi bagi Anda yang memiliki properti lebih dari satu, menyewakan properti tersebut kepada orang lain bisa menjadi ladang bisnis dan bentuk investasi tersendiri. Pun bagi Anda yang membutuhkan properti namun belum mampu membelinya, menyewa akan menjadi solusi. Tata cara ijarah yang sesuai dengan syariat agama dapat menjadi salah satu solusi dalam sewa menyewa.

Karena pentingnya kegiatan sewa menyewa dalam masyarakat, kegiatan sewa menyewa ini juga telah diatur secara jelas dan terperinci dalam hukum agama Islam. Dalam hukum Islam, sewa menyewa dikenal dengan istilah Ijarah. Ijarah mempunyai makna dasar bai’ manfaat oleh para ulama’madzhab. Namun, konsekuensi atas akad tersebut hanya sebatas manfaat. Penyerahan ‘ain secara total (muwafadhah) tidak berlaku di sini. Perbedaan selanjutnya ada pada nilai hak guna manfaat. Ijarah mempunyai nilai guna manfaat dengan sebutan ujroh mitsli. Sedangkan jual beli secara total mempunyai qimah (nilai yang dipersamakan dengan mabi’).

Dasar Hukum Ijarah yaitu :

1. Firman Allah QS. al-Zukhruf [43]: 32:

“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 233:

“ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

3. Firman Allah QS. al-Qashash [28]: 26:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.’”

4. Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.”

5. Hadis riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”

6. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:

“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”

7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:

“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

8. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.

9. Kaidah fiqh:

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

“Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”

Dilansir dari Islam.nu.id Rukun-rukun ijarah seperti yaitu:

1. Sighat ijarah, yaitu pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad. Ini bisa dinyatakan dalam bentuk lisan dan dikuatkan dengan perjanjian tertulis sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Pemberi sewa atau pemberi jasa.

3. Penyewa atau pengguna jasa.

4. Objek akad ijarah yang berupa manfaat barang atau manfaat jasa.

5. Ujrah atau upah, ongkos, biaya.

Ketentuan Obyek Ijarah:

1. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.

2. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

3. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).

4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.

5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

7. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.

8. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Syarat-syarat atau unsur-unsur yang harus diperhatikan agar terpenuhinya akad ijarah antara lain sebagai berikut:

1. Para pihak yang menyelenggarakan akad ijarah, baik pihak penyewa dan pihak yang menyewakan harus berbuat dilandasi asas sukarela dan tidak atas keterpaksaan.

2. Tidak diperbolehkan ada unsur penipuan dalam akad ijarah. Jika di kemudian hari ditemukan unsur penipuan, maka akad ijarah bisa dibatalkan dan pihak yang ditipu diperbolehkan meminta pertanggungjawaban.

3. Obyek yang diakadkan harus berwujud, berbentuk dan sesuai realitas. Misalnya, barang modal seperti bangunan, rumah, kantor, ruko dan lain-lain. Barang produksi seperti mesin dan alat-alat berat. Barang transportasi seperti mobil dan sepeda motor.

4. Manfaat obyek ijaroh harus sesuatu yang bersifat mubah (dibolehkan), bukan sesuatu yang diharamkan. Manfaat ini juga harus bisa dikenali dengan jelas dan spesifik. Sehingga tidak diperbolehkan misalnya menyewakan pohon untuk diambil buahnya atau mata air untuk diambil airnya, karena bukan manfaatnya yang diambil melainkan bendanya.

5. Pemberian upah atau imbalan dalam transaksi ijarah harus berupa sesuatu yang bernilai, dalam praktiknya berupa mata uang yang berlaku.

Dalam pelaksanaannya, tata cara ijarah atau prosedurnya dalam properti ini terbagi menjadi beberapa tahap seperti dijelaskan sebagai berikut:

· Tahap 1 Tata Cara Ijarah, Permohonan pembiayaan ijarah Nasabah mengajukan pembiayaan ijarah ke bank syariah.

· Tahap 2 Tata Cara Ijarah, Menyewa atau membeli ijarah Bank syariah kemudian membeli atau menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah sebagai objek ijarah dari penjual, pemilik, pengembang, atau supplier.

· Tahap 3 Tata Cara Ijarah, Akad pembiayaan ijarah atas obyek ijarah Bank dan nasabah menandatangani akad pembiayaan ijarah setelah dicapai kesepakatan antara nasabah dan bank mengenai barang objek ijarah, tarif ijarah, periode ijarah dan biaya pemeliharaannya.

· Tahap 4 Tata Cara Ijarah, Penyerahan objek ijarah selama akhir periode sewa Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang disepakati. Jika periode ijarah berakhir, nasabah atau penyewa harus menyerahkan kembali obyek ijarah kepada bank sebagai aset untuk disewakan kembali atau bank mengembalikan obyek ijarah kepada penjual, pemilik, pengembang, atau supplier.

· Tahap 5 Tata Cara Ijarah, Pemindahan kepemilikan jika jenis transaksinya Ijarah muntahia bi al-tamlik. Jika akadnya adalah Ijarah muntahia bi al-tamlik, maka di akhir periode sewa, objek ijarah tersebut sewa akan dijual atau dihibahkan kepada penyewa.

Contoh Ijarah dalam kehidupan sehari-hari :

Sewa-menyewa dalam bisnis rental mobil. Penyewa mendapatkan kemudahan dari mobil tersebut, sedangkan pemberi sewa mendapatkan bayaran atas layanan yang diberikan. Penyewa memiliki hak penggunaan barang berupa mobil, bukan hak milik.

Referensi: Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5 Karya Wahbah Az-Zuhaili Fatwa dan DSN MUI NO: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image