Pendidikan Politik : Mengenal Serba-Serbi Pemilih
Eduaksi | 2023-01-18 11:54:18Menurut Firmanzah dalam buku Marketing Politik Antara Pemahaman Dan Realitas (2008), terdapat persamaan serta perbedaan antara dunia politik dengan pasar ekonomi yang di kenal dalam marketing bisnis. Persamaan keduanya sama-sama melibatkan dua pihak antara produsen dengan konsumen.
Produsen dunia politik adalah partai politik atau kandidat perorangan yang turut berkontestasi elektoral, mereka memproduksi produk politik bersifat abstrak berupa ide, gagasan, atau pemikiran.
Politik sendiri memang menurut Abu al-Hasan al-Mawardi dalam karyanya berjudul Adabu ad-Dunya wa ad-Din, merupakan industri atau pabrik pemikiran. Artinya dunia politik itu menawarkan berbagai pemikiran serta gagasan kepada masyarakat, tentang harapan kehidupan lebih baik dari kemarin dan hari ini, serta masa akan datang.
Produk politik dihasilkan bukan benda bisa langsung diukur atau dirasakan oleh panca indra manusia, tetapi berupa harapan akan kehidupan lebih baik kalau mereka terpilih menjadi elit penguasa. Konsumen atau masyarakat tidak bisa langsung melakukan penilaian atau evaluasi atas produk politik, tetapi membutuhkan waktu satu periode ketika mereka berkuasa.
Sedangkan dalam dunia marketing bisnis pihak produsen adalah perusahaan atau pabrik, menghasilkan produk berupa barang atau jasa, biasanya produk dihasilkan bisa langsung diukur atau dirasakan panca indra manusia saat itu juga, sehingga konsumen dapat memberikan penilaian dari produk dibuat perusahaan atau pabrik tersebut.
Konsumen dalam dunia politik adalah masyarakat sudah memiliki hak pilih, dalam konstitusi kita terdapat beberapa kriteria warga negara sudah memiliki hak pilih.
Pertama, warga negara berumur 17 tahun atau lebih pada hari pemungutan suara. Kedua, sudah kawin, atau sudah pernah kawin. Ketiga, warga negara tidak sedang terganggu jiwa atau ingatannya. Keempat, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Kelima, warga negara tidak sedang menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sedangkan konsumen dalam marketing bisnis semua lapisan sosial di masyarakat yang sudah bisa melakukan transaksi untuk mengakses produk barang atau jasa dihasilkan perusahaan atau pabrik.
Pada artikel ini penulis akan membahas konsumen dalam marketing politik atau pemilih, suatu kelompok sosial di masyarakat memiliki kriteria tertentu, sehingga mereka bisa memilih produk politik dari partai dibilik suara dalam setiap pemilihan umum (pemilu).
Pengertian Pemilih
Pemilih dalam politik elektoral disebut konstituen, mereka merupakan pihak menjadi target utama dari produsen politik (partai atau kandidat) untuk dipengaruhi agar memberikan suaranya. Partai politik akan berusaha semaksimal mungkin menanamkan kesan dibenak para pemilih, agar memperoleh simpati atau dukungan meraih kekuasaan.
Dalam marketing politik pemilih dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu kader partai dan masyarakat umum.
Kader partai adalah pemilih yang memiliki kategori sebagai pendukung loyal, fanatik, dan ideologis. Mereka senantiasa memberikan suara dalam setiap pemilu, tetapi jumlah mereka itu minoritas, berdasarkan survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada bulan November 2022, ternyata angka party id pemilih di Indonesia hanya 20%, sedangkan lebih dari 70% tidak merasa dekat partai politik.
Identitas partai (party id) diartikan adanya hubungan kedekatan antara massa pemilih dengan partai politik secara psikologis serta ideologis. Pemilih mengidentifikasi diri sebagai bagian dari partai tertentu, artinya setiap pelaksanaan pemilu dipastikan memberikan suara kepada partai politik yang sama, karena sudah terjalin hubungan bersifat emosional dan rasional selama bertahun-tahun.
Dari data rendahnya party id itu, secara tidak langsung menunjukan pemilih Indonesia relatif independen, memiliki mindset terbuka, serta tidak alergi terhadap berbagai pemikiran yang datang dari entitas politik baru, tentunya hal ini menjadi kesempatan partai-partai baru memperbesar ceruk pemilih ketika pemilu.
Pemilih berikutnya adalah masyarakat umum atau non konstituen, kelompok di dalam masyarakat tidak memiliki ikatan emosi serta ideologi kuat dengan partai politik atau kandidat, mereka bisa dikatakan bukan pendukung atau masyarakat sangat cair, jumlah mereka relatif lebih banyak dari konstituen partai politik.
Pemilih kedua ini harus menjadi prioritas partai politik untuk diraih simpatinya, karena memiliki potensi besar memenangkan kontestasi elektoral, kalau partai politik atau kandidat berhasil menarik dukungan dari mereka.
Partai politik hendaknya fokus menggarap masyarakat umum ini, jangan mengerahkan tenaga, pikiran, dan materi menarik konstituen dari partai atau kandidat lain, mereka sudah memiliki ikatan politik kuat secara psikologis dan ideologis, sehingga angka persentasenya sangat kecil menarik mereka menjadi pendukung politik.
Orientasi Pemilih
Ketika hari H pelaksanaan pemilu masyarakat berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) untuk memberikan suaranya kepada calon anggota legislatif atau calon presiden-wakil presiden. Motif masyarakat memberikan suara dalam marketing politik dikenal dengan sebutan orientasi pemilih.
Terdapat tiga motif orientasi pemilih dalam marketing politik, yaitu faktor persamaan, faktor penyelesaian masalah, dan faktor ideologi (Firmanzah, 2008).
Faktor persamaan adalah masyarakat memberikan pilihan politik disebabkan terdapat aspek persamaan antara dirinya dengan partai politik atau kandidat, tentu aspek persamaan itu memiliki banyak macam, misalnya persamaan agama, persamaan etnik, atau persamaan suku bangsa. Jadi orientasi memilih masyarakat tipe pertama ini kurang melihat visi, misi, atau program politik ditawarkan partai atau kandidat, mereka lebih menggunakan alasan persamaan sebagai parameter ketika memberikan suara.
Berikutnya faktor penyelesaian masalah yaitu pemilih menentukan pilihan dengan melihat program politik ditawarkan partai politik atau kandidat, mereka menilai sejauh mana program itu menyelesaikan permasalahan terjadi ditengah-tengah masyarakat, tipe pemilih yang menggunakan pertimbangan rasionalitas ketika memilih, mereka sudah meninggalkan politik identitas sebagai faktor dalam menentukan pilihan. Tidak begitu perduli latar belakang dari para kandidat, terpenting mampu menyelesaikan setiap persoalan dengan menawarkan program dinilai rasional serta mudah dieksekusi dilapangan atau melihat rekam jejak pada periode kekuasaan sebelumnya, membuktikan janji-janji politik sudah teralisasi atau belum.
Orientasi pemilih terakhir adalah faktor ideologis, mereka mempergunakan pertimbangan kesamaan ideologi sebagai penentu memberikan suara kepada partai atau kandidat, tipe pemilih ketiga ini memiliki pijakan ideologis sangat kuat, aspek kesamaan mengenai arah politik masa depan menjadi penentu dalam memberikan pilihan. Pemilih tipe ideologis biasanya sudah menjadi konstituen dari partai politik tertentu, terlebih bagi mereka anggota dari partai politik berjenis partai kader, bisa dipastikan memiliki ikatan kuat dengan ideologi partainya, serta sulit ditarik menjadi anggota atau pendukung partai politik lain. Biasanya sangat kukuh memegang ideologi diyakininya.
Dari penjelasan mengenai kelompok pemilih (konstituen dan masyarakat umum) serta tiga orientasi dalam memilih (persamaan, penyelesaian masalah, dan ideologi), diharapkan para pembaca bisa memahami dinamika politik masyarakat Indonesia, mereka sangat beragam ketika menentukan pilihan politik di bilik suara, terpenting para pembaca setelah membaca artikel ini bisa mengukur diri sendiri masuk ke tipe pemilih mana.
Bagi penulis tipe pemilih atau orietasi pilihan apapun itu dalam politik harus kita hargai serta hormati, karen itu konsekusensi kita hidup di negara menganut paham demokrasi. Harus siap menerima perbedaan dan pluralitas politik. Selamat menyambut tahun politik 2024.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.