Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ivano Patrick

Kinerja Polantas, Garda Terdepan Lalu Lintas Paling Pasif di Jatinangor

Kabar | Monday, 02 Jan 2023, 14:22 WIB
Ilustrasi Pos POLANTAS (sumber: Pixabay/Alexas_Fotos)

Seperti keindahan pemandangan Gunung Geulis yang mewarnai langit Jatinangor dan juga pengistilahan ‘kawasan pendidikan’ yang mayoritas dipenuhi oleh mahasiswa, rasanya daerah ini tidak bisa melupakan mimpi buruk atas peristiwa kecelakaan yang diakibatkan dari kondisi lalu lintasnya.

Isu kecelakaan yang melibatkan Jatinangor sebagai latar tempat selalu menjadi topik yang membosankan, dimana-mana masyarakat selalu menilai Jatinangor sebagai kota tidak ramah pejalan kaki. Penilaian tersebut seharusnya membuat pemerintahan setempat memiliki kesadaran dalam mengevaluasi kinerja sehingga lebih memperhatikan kenyamanan masyarakatnya, terutama yang menggunakan prasarana umum.

Membicarakan soal prasarana umum di Jatinangor, apa yang bisa dikatakan mengenai hal tersebut? Toh, kota ini terbilang belum memiliki fasilitas yang memadai karena hanya terdapat pada beberapa titik saja–biasanya sangat di depan kampus atau mal. Apalagi, kota ini memiliki arus lalu lintas dengan fase yang berbeda, sebut saja di siang hari penuh dengan mobil dan motor, sedangkan pada malam hari penuh dengan truk bermuatan besar.

Salah satu penemuan terunik adalah tata wilayah Jatinangor. Kalau, diperhatikan dari Google Maps membentuk sebuah pisau daging, karena jalan utamanya harus melewati beberapa kampus. Beberapa wilayah yang dipadati dengan rumah warga dan pematang sawah membuat ruas jalan yang ada semakin mengecil. Hal ini ditemui pada setiap gang yang ada di kota ini sehingga untuk irigasi saluran buangan dan trotoar belum merata ke semua wilayah di Jatinangor. Menilai kelayakan sebuah jalan, yang mencakup fasilitas trotoar, hanya bisa ditemukan pada Jalan Raya Jatinangor saja.

Sebenarnya masyarakat mulai mengalami kegelisahan dan keresahan atas minimnya ruang bagi pejalan kaki, terutama para mahasiswa yang menggunakan fasilitas umum sebagai mobilitas. Namun, melihat tiadanya penanganan yang baik dari pihak berwajib, mereka hanya bisa menyuarakan keresahannya di media sosial.

Dari pagi hingga malam hari, kecenderungan para pengendara di Jatinangor untuk melaju sangat cepat cukup membahayakan bagi para pejalan kaki yang ingin menyeberang, terutama di depan gerbang Unpad dan beberapa kampus lainnya. Cara pengendara ugal-ugalan hingga mengganti knalpot racing dengan kebutuhan gaya pun menandakan tidak adanya ketertiban lalu lintas di kota tersebut.

Masalah di Jatinangor: Gimmick Pos POLANTAS dan Keinginan Masyarakat Setempat

Jatinangor punya pos Polantas? Ya, sebagai wilayah yang menghubungkan antar kabupaten, rupanya Jatinangor memiliki dua pos POLANTAS, di depan pertigaan gerbang lama Unpad dan di putaran seberang jalan penghubung ITB dan Unpad, akan tetapi selalu kosong penghuninya, mungkin hanya waktu tertentu saja digunakan.

Jika ditelaah lebih lanjut, padahal kedua titik tersebut selalu menjadi permasalahan karena titik kemacetan di siang hari dan pengendara ugal-ugalan di malam hari. Bahayanya, ketika di malam hari, Jatinangor memiliki penerangan yang sangat minim sekali sehingga bisa membahayakan para pejalan kaki. Imbasnya para pejalan kaki selalu disalahkan ketika berjalan dipinggir jalan atau menyeberang dengan sembarangan, karena kurangnya zebra cross, Jembatan Penyebarangan, dan trotoar di Jatinangor.

Ketidakhadiran POLANTAS dalam menjalankan tugasnya sudah menunjukkan bahwa perannya tidak berpengaruh dalam mengatur sistem lalu lintas di Jatinangor sehingga arus lalu lintasnya tidak teratur. Ada maupun tidak ada POLANTAS, para pengendara tetap saja melanggar demi memenuhi kebutuhan sendiri. Selain melaju melebihi kecepatan yang sudah ditentukan, mayoritas truk bermuatan besar hingga kontainer melewati kota Jatinangor di malam hari dengan kecenderungan yang sama untuk melaju melebihi kecepatan.

Dari paparan advokasi yang diinginkan oleh masyarakat, terutama mahasiswa, mereka menginginkan jembatan penyeberangan dan trotoar yang memadai. Hal ini memang sangat dibutuhkan, akan tetapi hal tersebut membutuhkan biaya yang besar dan memakan waktu yang cukup panjang. Kalau diperhatikan lebih lanjut, sebenarnya permasalahan yang lebih fatal lagi adalah Jatinangor memiliki kualitas aspal yang sangat minim berkualitas sehingga untuk membuat trotoar pun pastinya akan memiliki kualitas yang sama.

Seharusnya POLANTAS ngapain?

Perasaan serba salah yang dirasakan, baik polisi maupun warga sipil, dalam menghadapi permasalahan ini pun tidak bisa dibendung. Adapun penindakan berkelanjutan hingga penegasan dalam peraturan mampu menyadari para pengendara untuk menghormati para pejalan kaki dengan memberikan ruang untuk menyeberang. Namun, hal tersebut belum terjadi sedemikian rupa.

Memang Jatinangor masih ketinggalan dalam banyak hal, akan tetapi sangat diperlukan kemajuan untuk membenahi aturan dan sistem lalu lintasnya. Selain itu, POLANTAS diharapkan bisa lebih aktif lagi dalam mengatur dan menilang para pelanggar yang merugikan para pejalan kaki. Bisa dikatakan, para polantas di Jatinangor harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi dalam mengatur lalu lintas, jangan hanya berdiri tegak di tengah perempatan saja.

Langkah yang tepat untuk dilakukan oleh POLANTAS adalah membuat kebijakan yang mengatur perihal ketentuan penjadwalan kendaraan bermuatan besar memasuki wilayah Jatinangor dan menentukan kecepatan maksimal. Karena dengan hal ini bisa merupakan langkah yang termudah untuk dilakukan sebagai penanganan kasus kecelakaan yang terjadi sebelumnya.

Nantinya, para POLANTAS akan menggunakan speed trap untuk mengawasi kecepatan para pengendara. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kebijakan tersebut, bisa ditilang secara online. Di luar negeri sendiri menggunakan speed trap di jalan tol, sedangkan di Indonesia, penggunaan speed trap belum merata, melainkan baru ditemukan penggunaan cctv di beberapa lampu merah. Keefektifannya dalam penggunaannya dapat menghemat biaya dan pengerjaannya tidak membutuhkan waktu yang lama.

Untuk mengatasi kecepatan para pengendara juga diperlukan speed bump pada beberapa titik. Penggunaan speed bump pun membantu speed trap dalam mengurangi kecepatan para pengendara. Mengutip dari Suara.com (28/08/2022), mengenai ketentuan pemasangan polisi tidur ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No 14 th 2021 pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut:

"Alat pembatas kecepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa perunggian sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan jalan."

Pembuatan speed bump di jalan raya harus sesuai dengan ketentuan. Dibuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang mempunyai kinerja serupa ukuran tinggi kisaran 5 cm hingga 9 cm, lebar total kisaran 35 cm hingga 39 cm dengan tingkat kelandaian maksimal 50 cm. Memiliki kombinasi warna putih atau kuning dan warna hitam dengan ukuran 25 cm hingga 50 cm.

Nantinya, juga bakal ada pelican crossing pun seharusnya bisa membantu para pejalan kaki untuk menyeberang dan menghambat laju kecepatan para pengendara yang melebihi batas. Di beberapa wilayah di Kota Bandung, penggunaan pelican crossing sangat efektif dalam mengatur para pengendara dan pejalan kaki. Mengutip dari Mocil.ID (12/02/2021), pelican crossing dinilai sangat ramah untuk pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas. Sebab mereka bisa dengan mudah menyeberang tanpa harus kesulitan menaiki tangga JPO (Jembatan Penyeberangan Orang). Waktu penyeberangan juga cukup panjang sehingga mereka tidak perlu terburu-buru saat menyebrang.

Alangkah baiknya, pelican crossing di taruh beberapa lampu merah di titik yang ramai pejalan kaki, seperti di depan jalan penghubung ITB dengan Unpad dan di depan tikungan dekat pos POLANTAS. Dengan begitu, POLANTAS bisa membantu masyarakat untuk memanusiakan para pejalan kaki dengan mengatur lalu lintas demi menyediakan fasilitas pejalan kaki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image